Bab 16: Biskuit?

161 20 18
                                    

“Makasih, Mpok. Saya berterimakasih banyak karena biskuit buatan Mpok memang terbukti kelezatannya.” ujar Jessica senang karena ia berhasil memborong biskuit buatan ibu-ibu yang biasa berjualan di sekitaran kampus.

“Terima kasih juga, Neng. Saya mau pulang dulu ya, mau istirahat di rumah.” balas Mpok Ijah, ibu-ibu penjual biskuit itu. “Iya Bu, silakan. Saya juga mau masuk kampus.” Jessica meninggalkan Mpok Ijah dengan wajah berseri-seri, setidaknya hari ini ada sesuatu yang masih bisa ia berikan kepada Ice, meskipun Ice merasa tak nyaman dengan itu. Bagi Jessica itu tak masalah, karena baginya, batu yang keras lama-lama akan berlubang jika dihujani air terus-menerus, begitupun hati Ice yang kaku lama-lama akan luluh jika dihujani cintanya terus-menerus.

... Padahal, realitanya tak semudah itu. Terlebih, Ice sudah memiliki istri, dan mereka terlihat mesra di hadapan khalayak umum. Tentu akan terasa aneh jika Jessica bertingkah seakan Ice adalah miliknya.

***

Setidaknya, barang yang gua kasih buat Ice jauh lebih mewah daripada dagangan Blaze. Blaze setiap hari ngapain sih? Jualan risol! Mana pulang kuliah nggak pernah sempet main, karena harus kerja jadi barista. Kasihan banget deh, ups. Waktu buat me time aja nggak ada, apalagi kencan sama suami? Mana betah Ice punya istri kayak dia, apalagi Blaze itu nggak ada kalem-kalemnya. Waktu buat suami nggak ada, sekalinya ada waktu malah nggak becus ngelayaninnya! Duh, emang pantesnya Ice itu sama gua aja, tapi dia malah salah pilih. Ngenes amat nasibnya.” batin Jessica menghina Blaze habis-habisan.

Tok! Tok! Tok!

“Masuk aja. Buka sendiri, pintunya nggak dikunci, saya lagi males bukain.” Ice tetap cuek bebek dengan ketukan pintu itu, karena dari langkah kaki yang baru saja dia dengar, sudah bisa dipastikan bahwa itu Jessica yang selalu menebar pesona padanya.

“Bapak sayang! Ini saya bawakan biskuit. Biskuit yang termahal dan terenak!” tawar Jessica dengan suara mendayu-dayu. “Nggak usah banyak omong. Saya nggak peduli. Saya juga tau ini biskuit.” ketus Ice sambil terus menatap tajam ke arah Jessica.

“Hmmmm... Nggak apa-apa deh kalau Bapak anggap biskuit yang saya bawa ini nggak enak dan murahan. Yang penting Bapak suka, 'kan? Eh iya, jangan suka biskuitnya deh, suka sama saya aja.” goda Jessica dengan kedipan genitnya.

“LO BUDEG?! GUA NGGAK SUKA SAMA LO! DAN GUA NGGAK ADA BILANG BISKUITNYA BEGINI BEGITU! NGGAK USAH NGARANG-NGARANG CERITA!” bentak Ice sambil menggertak meja. “Saya nggak peduli, Pak. Mau diterima atau ditolak, saya tetap cinta sama Bapak, dan saya akan memperjuangkan itu. Lagipula biskuit ini lebih enak daripada risol dagangan istri Bapak itu, 'kan?” ujar Jessica dengan santai, tapi benar-benar merendahkan Blaze.

“JAGA MULUT LO! RISOL JUALAN DIA ENAK BANGET! BAHKAN LEBIH ENAK DARIPADA NGELIATIN MUKA ELO!” bentak Ice sekali lagi. “Itu sekarang, Pak. Suatu hari nanti, Bapak bakal kepincut sama saya, dan meninggalkan istri Bapak yang menyedihkan itu.” kata Jessica. Emang bener-bener mulutnya Jessica lemes banget dan rem blong, boro-boro Blaze dan Ice, Authornya aja greget.

“Lagipula, biskuit pemberian saya tetap Bapak terima, 'kan? Bapak nggak pernah nolak hadiah-hadiah kecil dari saya. Berarti Bapak juga nggak nolak 'kan cinta dan kasih sayang saya?” kekeh Jessica.

Ice langsung keluar ruangan membawa sekotak biskuit itu. “Heh! Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, Kakak-Kakak, Adek-Adek, Anak-Anak, Mas-Mas, Mbak-Mbak, Kakek-Kakek, Nenek-Nenek, semua ayo ngumpul disini! Apalagi yang belum sarapan, sudah pasti saya prioritaskan, karena saya membawa sesuatu yang bisa dimakan! Ya tepat sekali ini adalah biskuit, silakan ambil sendiri jangan manja! Dan ini saya berikan secara gratis!” teriak Ice dalam satu tarikan nafas, yang langsung mengundang berbagai spesies manusia kelaparan dari belahan kampus.

Mereka saling tampol, saling tabok, saling geruduk, pokoknya banyak banget dah yang ngantri. Bukan, bukan ngantri dapetin atinya Ice meskipun memang banyak yang naksir, tapi ngantri dapetin biskuit gratis. Ya siapa sih yang nolak kalo ditawarin?

Tiba-tiba, Blaze datang membawa keranjang tempat risol dagangannya yang sudah habis tak tersisa. “Ice, makasih banyak ye! Berkat elu, risol gua jadi laris manis meskipun lewat jalur nikahin dosen buat pansos di kampus! Nggak apa-apa deh ditanya ngalor ngidul, yang penting pada ludes!” kekeh Blaze kegirangan.

“Oh, jadi ini wanita menyedihkan itu? Wanita yang rela menikah dengan seorang dosen demi memperlaris dagangannya? Miris. Apa kamu bisa memuaskan suamimu?” sindir Jessica sok tenang padahal hatinya kepanasan.

“Bodo amat! Nggak penting lu tanya begituan! Sadar diri, elu juga sahabat palsu, dodol!” Baru aja dateng, Blaze udah misuh-misuh aja. “Laki laki gua, suka-suka gua! Toh buktinya dia aja betah sama gua, gitu aja! Hidup lu nggak usah dibikin ribet cuma gara-gara kepo urusan orang lain! Cari jodoh lu sendiri noh!” katanya lagi.

“Sungguh menyedihkan. Kamu menikah dengan dosen berpengaruh di kampus hanya untuk meningkatkan popularitas, benar? Kamu tak bisa ya membuat diri sendiri terkenal tanpa bantuan suamimu?” ujar Jessica.

“Menyedihkan dengkul lu! Itu lu saking nggak lakunya di mata bujangan, sampe-sampe niat ngerebut laki orang! Mana rela ngemis-ngemis demi cinta, ewh itu jauh lebih jijik tau gak!” ejek Blaze yang membuat Jessica merasa terhina dan terpojokkan dalam sekejap.

Gua harus coba cara lain.

Bersambung.....

.
.
.
.
.

Dah ah, pala gw dah sakit banget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dah ah, pala gw dah sakit banget...

Gara-Gara Diseruduk: BLICE [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang