Jam dinding sudah menunjukkan pukul 22.00, dan Ice masih aja belum tidur, padahal matanya udah terkena ngantuk stadium akhir. Masalahnya, dia masih berkutat dengan jam tangan kulit dari Jessica, dia sangat penasaran apa yang Jessica inginkan dari dia setelah memberikan jam tangan itu.
“Entah apa yang dia pikirin, sampe-sampe dia tau hampir semua hal tentang gua? Darimana dia tau semua itu? Lagian gua terima jam ini bukan cuma sekedar suka, tapi penasaran juga apa maksudnya.” lirih Ice sambil terus mengutak-atik jam itu, namun hasilnya nihil. Tak ada barang aneh yang ia temukan disana.
“Lagi ngapain, bro?” Gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba Blaze udah ada di samping Ice dengan segelas kopi dingin dan sepiring mie gorengnya. “Ih buset! Ngagetin gua aja lu! Sebentar nongol sebentar kagak!” ceplos Ice yang agak kesel karena keresekan Blaze. Yang diomel cuma haha-hihi doang, mana ketawanya kenceng lagi.
“Jam tangan dari Jessica?” tanya Blaze setengah nahan ngakak. “Jangan sebut-sebut namanya, gua males dengernya!” protes Ice. “Hahaha iya maaf. Lagian ngapain sih lu utak-atik begitu? Berharap nemu apaan? Duit?” tanya Blaze.
“Enggak! Gua cuma curiga sama dia, apakah ada barang yang sengaja dia selipin berkedok barang ini. Dia 'kan banyak banget akal bulusnya. Makanya gua belum mau pake dulu.” jawab Ice sambil terus mengutak-atik jam tangan itu. Sedangkan Blaze hanya memperhatikan, dan menemukan sesuatu yang aneh.
“Ice, gua nemu sesuatu. Gua nggak tau ini apa, tapi kalo ini berita buruk buat lu, jangan shock ya.” ujarnya pelan, tepat di telinga Ice agar tak terlalu terdengar.
“Bilang aja, Aze. Gua penasaran.” respon Ice, mengalihkan perhatiannya kepada Blaze. “Bentar ya, gua ambil dulu.” jawab Blaze lagi, ia mengambil sebuah benda kecil dari jam tangan itu-- yang berbentuk bulat dan berwarna hitam, sehingga warnanya hampir menyatu dengan jam tangan.
“Ini apa, sih? Jujur gua nggak paham ini maksudnya apa.” lirihnya dengan tatapan khawatir. Ice mengamati benda itu dengan sangat serius, lalu mengambilnya dari tangan Blaze untuk menyelidiki lebih lanjut.
START | CANCEL
Betapa kagetnya Ice melihat benda kecil itu bisa menyala dan muncullah kedua pilihan itu. “Hah, bisa nyala?” kata Ice dengan firasat yang udah nggak enak banget.
“Coba gua pencet tombol start, ya? Gua penasaran ini benda apa...” lirih Blaze, iapun menekan tombol start pada jam tangan tersebut.
START RECORDING.....
Ice menjatuhkan jam tangan itu ke lantai hingga pecah berkeping-keping. Blaze yang melihatnya pun ikut kaget karena tulisan itu sangat mencurigakan.
“Mulai Merekam? Itu artinya...” lirih Blaze gemetaran. “Ayo kita ke rumah Hali yang di Jakarta, Sayang. Aku ada keperluan disana.” potong Ice sambil mengedipkan sebelah matanya, seolah memberi kode pada Blaze agar bisa diajak bekerjasama.
“Pegang kamera itu, jangan sampai lepas. Gua mau minta bantuan Hali dan Lunar.” bisik Ice pada telinga Blaze. Blaze manggut-manggut dan nurut apa kata Ice, karena Ice lebih modern hidupnya, jadi Blaze merasa Ice lebih tau apa tindakan yang harus diambil sekarang.
“Kita naik motor aja ya, Sayang. Mobil aku lagi dipinjem temen!” ucap Ice dengan kedipan mata memberi kode lagi. “Iya Sayang. Aku juga lebih suka naik motor, kok!” jawab Blaze cengengesan, padahal aslinya ketakutan dengan kondisi yang dialaminya sekarang.
***
“Assalamualaikum, Bang Hali! Ini Ice, gua butuh bantuan lu!” teriak Ice sambil terus menggedor-gedor pintu rumah Hali. Kakinya gemetaran tak bisa diam, begitupun tangannya yang sangat lemas bagai jelly begitu mengetahui Jessica menyelipkan kamera di dalam jam tangan itu.
Tak lama kemudian, muncullah Hali yang membukakan pintu. “Ada apa ini? Masuk dulu, kelihatannya lu dua panik banget.” tanya Hali terheran-heran. “Iya, makanya kami butuh bantuan.” jawab Blaze sambil terus memegangi kamera kecil itu, jangan sampai tergelincir jatuh.
“Lunar ada nggak?” bisik Ice pada Hali. “Oh ada! Ini dia masih makan malam di dapur, nanti kalo udah selesai makannya, gua panggilin deh.” jawab Hali mengerutkan keningnya, berusaha memahami ekspresi wajah dan bahasa tubuh Ice yang cukup mencurigakan. Ia tampak cemas luar biasa.
“Lun! Lunar! Udah selesai makannya?” Hali langsung berlari ke dapur dan menanyai Lunar. “Iya udah, ini lagi cuci piring. Emang kenapa?” tanya Lunar menaruh piring bersih di rak piring.
“Kayaknya Ice lagi butuh bantuan elu. Dia datang kesini. Samperin gih di ruang tamu.” perintah Hali. “Oh iya. Bentar ya.” Lunar mengangguk dan berjalan menuju ruang tamu, menemui Ice dan Blaze.
“Bang Lunar, ini kamera ya?” tanya Ice, yang membuat Blaze memberikan kamera kecil itu pada Lunar. “Oh iya, ini semacam kamera stalker. Kalian temukan ini dimana?” tanya Lunar terheran-heran.
“Tadi Ice dikasih jam tangan sama salah satu mahasiswinya, dan kelihatannya mahasiswi itu juga demen sama Ice.” jelas Blaze singkat, karena Ice sudah tak mampu berkata-kata setelah mendengar penjelasan Lunar.
“Wah kurang ajar banget! Terus rencananya mau kalian apain?” tanya Lunar berapi-api. “Kirim virus ke laptop dia, Bang. Aku hafal kok beberapa detail tentang dia meskipun nggak semua aku tau.” usul Ice. “Saya juga maunya gitu. Tapi diviralin juga. Nanti saya yang rekam.” Blaze juga memberi usulan.
“Diviralin? Maksudnya?” tanya Lunar dan Ice bersamaan. “Ada 'kan medsos kampus yang cuma bisa di-follow sama orang terkait dengan kampus. Nah, kita viralin pake akun itu, supaya dia besok kuliahnya nggak tenang!” kekeh Blaze.
“SETUJU!” ucap Lunar dan Ice serentak.
“Oh, fake friend ya? Oke nggak masalah, yang penting gua masih banyak akal.” batin Blaze menertawakan Jessica.
Bersambung.....
.
.
.
.
.Awoakowkwowk up subuh, takut nanti gabisa up jadi sekarang aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Diseruduk: BLICE [✓]
Fanfiction[COMPLETED] Blaze Nur Lela, seorang mahasiswi yang iseng mengerjai sapi di pinggir jalan. Tau-tau nabrak kandang ayam dan jatoh bareng dosen tergalaknya di kampus. So sweet, 'kan? Setiap hari berantem mulu kayak kucing sama tikus. Tapi ujung-ujungny...