Seokjin berada di sebuah Padang rumput yang sangat luas. Di tepi padang, ada sebuah pohon yang sangat besar dan rindang. Pemuda berbahu lebar itu sedang duduk bersandar di sana. Kepalanya menengadah ke atas, sedangkan netranya memandangi burung-burung yang terbang ke sana kemari di ranting-ranting pohon. Di sampingnya ada dua ekor kucing yang sedang tertidur. Ada juga beberapa kelinci, tupai dan musang yang terlihat berlari-larian ke sembarang arah.
Sebuah langkah kaki terdengar pelan di telinga Seokjin. Ia mengalihkan pandangannya ke bawah, ke sumber suara itu. Sosok Jungkook yang memakai pakaian berwarna putih bercahaya terlihat tersenyum ke arahnya.
Jungkook mendekat. Ia meraih satu ekor kucing berwarna putih yang tertidur di samping sang kakak dan memangkunya. Tangan kanannya terlihat mengusap-usap tubuh si kucing agar terlelap dalam pangkuannya.
"Sepertinya Hyung sedang bersedih." Tanya Jungkook lembut. Seokjin menghela napas.
"Kookie... Mungkin Hyung telah melakukan kesalahan."
"Mengapa Hyung berpikir begitu?"
Seokjin menghela napas lagi. Ia mengubah posisinya menjadi duduk tegak.
"Seharusnya Hyung bisa menahan diri, tapi Hyung justru mengatakan apa yang Hyung pikirkan."
"Masalah Jungwoo?"
Seokjin mengangguk. "Apa yang harus Hyung lakukan, Kookie? Bagaimana Hyung menyembuhkan luka yang baru saja Hyung torehkan padanya?"
Jungkook tersenyum lembut. Ia kembali mengusap-usap kepala kucing yang berada di pangkuannya itu.
"Hyung selalu melakukan sesuatu setelah memikirkan semuanya. Kali ini, aku yakin Hyung juga sudah memikirkannya kan?"
"Entahlah. Hyung bahkan tidak mengerti. Hyung hanya tidak ingin menutupi kebenaran tentang kematian orang tua Jungwoo. Anak itu berhak mengetahui apa yang telah menimpa keluarganya. Hyung sama sekali tidak memikirkan seperti apa reaksi yang akan Jungwoo tunjukkan."
"Jika Hyung berpikir bahwa Jungwoo berhak mengetahui kebenaran, maka tindakan Hyung sudah tepat. Hyung tidak perlu bersedih karena masalah itu. Karena aku yakin, Jungwoo pasti akan mengerti."
"Hyung tidak pernah menyangka, melihat Jungwoo menangis ternyata sangat menyakiti perasaan Hyung, Kookie. Saat anak itu menangis, dada Hyung rasanya sesak. Tangisannya itu... tangisan Jungwoo..."
"Sangat mirip denganku?" Tanya Jungkook menyela ucapan sang Kakak. Seokjin hanya bisa mengerutkan keningnya lalu menunduk.
"Ekspresi yang Jungwoo tunjukkan saat menangis benar-benar mirip denganmu, Kookie. Hyung benar-benar tidak sanggup melihat air matanya. Hyung seolah-olah melihatmu menangis. Itulah sebabnya Hyung merasa bersalah. Melihat Jungwoo seperti itu, Hyung seperti dilempar ke masa lalu."
"Jangan pernah memikirkan masalalu, Hyungie! Jangan terlalu terpaku pada apa yang sudah terjadi!" Tegur Jungkook lembut. Seokjin seketika menatap sosok sang adik dengan mata yang berkaca-kaca.
"Bagaimana bisa Hyung melupakannya, Kookie? Hyung...."
"Apakah selama ini Hyung masih terus menyalahkan diri karena kepergianku?" Tanya Jungkook yang membuat pemuda berbahu lebar itu terkejut. Ia hanya bisa memalingkan wajah saat air matanya menetes di pipi. Ia tidak ingin sang adik melihatnya menangis.
Jungkook membetulkan posisinya. Ia duduk berhadap-hadapan dengan Seokjin, membuat kucing yang ada di pangkuan pemuda itu terusik dan memilih untuk pergi. Ia menggenggam kedua tangan sang kakak dan mengusapnya pelan.
"Hyung harus melupakan semua yang sudah terjadi padaku! Hyung harus melanjutkan hidup! Jangan lagi menghukum diri sendiri! Hyung harus bahagia.”
Seokjin diam saja. Ia bahkan tidak bisa menatap wajah sang adik yang terus tersenyum ke arahnya. Jungkook melepaskan pegangannya pada tangan Seokjin. Ia menyentuh kedua pipi pemuda itu agar menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Me, not Him! (Can I Hope? Book 2)
FanfictionCan I Hope? Season 2 Setelah orang tuanya meninggal, Jeon Jungwoo hanya ingin dicintai dan diterima oleh orang-orang di sekelilingnya. Saat mengenal Seokjin, Yoongi, Namjoon, Hoseok, Jimin dan Taehyung, ia mengira bahwa Tuhan sudah berbaik hati men...