🍂 12 🍂

53 9 1
                                    

Jungwoo merasa tidak tega melihat enam Kim hyeongje bersedih seperti itu. Selama mengenal mereka, Jungwoo selalu melihat ketegasan dan keberanian. Bukan kesedihan seperti ini.

"Kau harus tahu, Jungwoo. Saat pertama kali Jin Hyung menyuruhmu tinggal di sini, hal pertama yang tidak diinginkannya adalah melihatmu terluka. Awalnya, saat Jin Hyung ingin mengunci kamar Kookie, aku tidak menyetujuinya. Aku tidak ingin menutupi fakta bahwa kami pernah memiliki Kookie di hidup kami di hadapanmu. Tapi Jin Hyung tidak ingin kau merasa bahwa kami mendekatimu karena Kookie." Ucap Jimin pelan. Jungwoo terdiam.

"Kau sangat mirip dengan Kookie. Bohong jika kami tidak terkejut melihat kemiripanmu yang hampir 100% sama dengan Kookie. Tapi, Kookie sudah meninggal, Jungwoo-ya." Tutur Namjoon menambahi ucapan sang adik.

"Kami membawamu ke rumah ini bukan karena kami ingin membuatmu menjadi pengganti Kookie. Kami hanya tidak sanggup melihatmu menderita." Kali ini Yoongi yang berucap.

"Kau benar-benar mirip dengan Kookie, Jungwoo. Sifatmu yang selalu menerima keadaanmu tanpa pernah melawan, kau benar-benar memiliki sifat alami mendiang adik bungsu kami. Dan itu benar-benar membuat kami tidak bisa berdiam diri." Kata Hoseok lalu memejamkan mata.

"Saat pertama kali melihatmu, Ajeossi langsung bertanya pada pemilik restoran tempatmu bekerja paruh waktu tentang siapa dirimu sebenarnya. Setelah itu, kami menyelidiki semuanya tentangmu. Kami hanya ingin membantumu, Jungwoo. Mungkin dengan membantumu, kami semua bisa sedikit menebus kesalahan karena dulu telah menyia-nyiakan Kookie yang selalu menyayangi kami setulus hati." Ucap Yoongi lagi.

Seokjin mendekati Jungwoo yang duduk di sofa tepat di hadapannya. Ia duduk di sebelah kanannya. Dihapusnya air mata yang membasahi pipi pemuda berusia 18 tahun itu.

"Meskipun kau sangat mirip dengan Kookie, kami tidak pernah melihatmu sebagai sosoknya, Jungwoo. Kami melihatmu sebagai dirimu sendiri. Tak bisakah kau menerima itu?" Tanya Seokjin lembut. Dahinya berkerut sedih.

"Jeongmal-yo?" Tanya Jungwoo dengan mata berkaca-kaca. Seokjin mengangguk.

"Apakah Ajeossi benar-benar melihatku sebagai aku? Bukan karena Ajeossi dongsaeng?"

"Ajeossi tidak pernah menganggapmu sebagai Kookie, Jungwoo-ya. Kau adalah kau. Kau adalah pribadi yang berbeda dari mendiang adik bungsu Ajeossi."

"Jinjja?" Tanya Jungwoo lagi. Seokjin mengangguk.

"Apa aku masih boleh tinggal di sini, Ajeossi?" Tanya pemuda bergigi kelinci itu dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.

"Tentu saja. Tinggallah di sini sampai kapanpun kau mau."

Jungwoo langsung memeluk leher Seokjin dengan erat. Ia menangis.

"Aku ingin tinggal di sini, Ajeossi. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi."

"Kau punya kami semua, Jungwoo-ya." Ucap Namjoon yang membuat Jungwoo melepas pelukannya pada Seokjin.

"Kami adalah keluargamu. Jangan lupakan hal itu!" Tambah Jimin sambil tersenyum. Jungwoo kali ini benar-benar menangis. Ia benar-benar malu karena sudah berburuk sangka pada enam pemuda yang ada di hadapannya.

"Joesonghaeyo, Ajeossi. Seharusnya aku tidak salah paham..."

"Gwaenchana. Sudah! Hapus air matamu! Sekarang lebih baik kau bersiap-siap. Kita akan makan malam di restoran tempatmu bekerja paruh waktu. Kau pasti ingin sekali bertemu dengan pemiliknya kan?"

"Ye, Ajeossi. Kalau begitu aku akan bersiap-siap. Kamsahabnida, Ajeossi."

Jungwoo langsung berlari menuju ke kamarnya di lantai dua untuk bersiap-siap. Seokjin, Yoongi, Namjoon, Hoseok, Jimin dan Taehyung menghela napas lega.

I'm Me, not Him! (Can I Hope? Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang