🍂 18 🍂

115 16 3
                                    

Seokjin

Sudah tiga kali aku menjalani kemoterapi untuk pengobatan Leukemia yang ku derita. Efek samping yang ku rasakan benar-benar sangat menyiksa. Rambutku mulai rontok, aku sering merasa mual dan juga muntah, nafsu makan menurun, mudah lelah, nyeri di seluruh tubuh, dan masih banyak yang lainnya.

Sebenarnya aku benar-benar tidak sanggup. Pengobatan ini sangat menyiksa. Pantas saja dulu Kookie tidak mau menjalani pengobatan ini.

"Hyungie..."

Aku menoleh ke sumber suara di dekatku. Ada Kookie yang duduk di sampingku. Seluruh tubuhnya diselimuti cahaya lembut tiap kali aku melihatnya.

"Kookie! Hyung tidak sanggup. Hyung ingin menyerah, Kookie...."

"Hyung tidak boleh bicara seperti itu! Hyung harus semangat, aku tahu Hyung kuat menghadapinya."

"Kau salah, Kookie. Hyung tidak sanggup. Lebih baik Hyung mati dari pada harus tersiksa karena pengobatan ini. Bawa Hyung pergi! Biarkan Hyung terbebas dari penderitaan ini! Hyung ingin bersamamu."

"Apa Hyung ingin melihat Hyungdeul bersedih?"

"Mereka akan mengatasinya, Kookie. Seperti saat kepergianmu empat tahun lalu, kali ini mereka juga akan melakukannya."

"Hyung..."

"Hyung benar-benar sudah lelah, Kookie. Masalah Jungwoo sudah selesai. Mulai sekarang sudah tidak ada yang berani menyakitinya. Sekarang Hyung hanya ingin melepas semuanya. Rasa bersalah yang Hyung rasakan karena kepergianmu, membuat Hyung tidak bisa memaafkan diri sendiri. Bawa Hyung pergi dari sini! Jebal...."

"Hyung bukannya tidak bisa memaafkan diri sendiri, tapi Hyung tidak mau melakukannya. Hyung tidak pernah mau mencoba untuk berdamai dengan perasaan Hyung sendiri."

"Jika Hyung melakukannya, kau akan pergi meninggalkan Hyung, Kookie. Hyung tidak akan pernah bisa melihatmu lagi. Hyung tidak mau itu."

"Jin Hyung..."

"Jika kau tidak ingin membawa Hyung pergi, sampai kapanpun Hyung tidak akan pernah memaafkan perasaan Hyung. Rasa bersalah ini akan terus ada sampai Hyung benar-benar mati."

Kening Jungkook mengerut. Tubuhnya perlahan-lahan mulai menghilang. Begitu netra Seokjin sudah tidak melihat sosok Jungkook, pintu kamar inapnya terbuka. Jungwoo terlihat memasuki kamar inapnya. Di belakang pemuda itu ada sosok Namjoon dan Jackson.

"Ajeossi!" Panggil Jungwoo sambil mendekati ranjang. Seokjin tersenyum lembut.

"Bagaimana kabar Ajeossi?" Tanya pemuda bergigi kelinci itu lirih. Seokjin menjawab pelan.

"Gwaenchana. Bagaimana kabarmu di sekolah? Sudah tidak ada yang mengganggumu, kan?"

Jungwoo mengangguk. "Semuanya berkat Ajeossi. Seandainya Ajeossideul tidak membantuku, hidupku tidak akan pernah berubah."

Seokjin tersenyum. Namjoon dan Jackson ikut tersenyum.

"Bagaimana keadaan Hyung?" Tanya Namjoon pelan.

"Hyung tidak ingin mengatakan apa-apa tentang hal itu, Joon. Hyung rasanya sudah sangat capek."

"Hyung harus semangat. Sebentar lagi, Seonsaengnim akan memberikan hasil pengobatan Hyung. Setelah itu, kami semua akan menjalani tes untuk menjadi pendonor." Ucap Jackson mencoba memberi semangat.

"Apa kalian benar-benar akan melakukannya?" Tanya Seokjin dengan dahi berkerut.

"Tentu saja." Jawab Namjoon, Jackson dan Jungwoo nyaris bersamaan.

I'm Me, not Him! (Can I Hope? Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang