First

7.3K 282 8
                                    


Seorang pemuda yang memiliki retina mata berwarna coklat dengan alis terukir alami dan bulu mata lentik yang mengerjapkan matanya perlahan mengarah keluar jendela dari tempat duduknya di kelas 12 Mipa1 yang terletak di lantai 2.

Menatap keluar dengan pikiran absurdnya yang entah kenapa terlintas, ketika burung merpati terbang melewati sekolahnya terbesit sebuah tanya di benaknya.

'kenapa burung bisa terbang?' gumamnya pelan.

'jika memang burung bisa terbang karena sayap, lantas apa kabar dengan kalkun atau pun ayam? Mereka sama-sama punya sayap kan?'

Sedikit nyeleneh, tapi begitulah seorang Alvandy Arrsyan, dengan pemikiran absurdnya, tapi tak ayal ketika sikap tak mau kalah dan arogannya muncul membuat mereka enggan ketika harus berurusan dengannya.

"Van..." Panggil seorang pemuda yang menatapnya bingung karena sudah 30 menit dari pelajaran di mulai, dia terus menatap keluar.

Plak.!!

"Aww..!! Apaan sih Leo?" Tanya Alvan sambil mengusap bahunya yang di tepuk sedikit keras oleh Leo.

"Lo dari tadi gua panggilin gak nyaut-nyaut, ngelamunin apaan sih? Mau kesambet lo?" Sarkas Leo.

Teman kedua Alvan, yang terpaut umur beda 2 blan dengan Alvan.

"Gua cuman heran ajh, kenapa burung bisa terbang?" Tanyanya lagi, tapi kali ini dengan menatap Leo intens.

"Ya karena dia punya sayap lah bego.!!"

"Lantas kenapa kalkun dan ayam tidak bisa? Padahal mereka kan juga punya sayap" jawab Alvan dengan sedikit mengantungkan ucapannya "berarti bukan karena sayap kan jawabannya?" Lanjutnya dengan tanya.

"Biar gua jawab" timpal Evan, teman pertama Alvan, dengan umur beda 2 hari dari Alvan.

Kenapa di sebut teman pertama, karena Evan sudah mengenal Alvan sejak mereka duduk di bangku SD, sedangkan bersama Leo, Alvan mengenalnya saat mereka baru pertama masuk SMA.

"Apa?" Tanya Alvan dengan serius.

"Itu karena takdir. Hahah" jawabnya dengan tawa di akhir kalimat.

"Cih. Kelassik"

"Ya iyalah Van karena takdir, kalo bukan karena takdir, mereka ayam dan kalkun juga pasti bisa terbang" jawab Leo dengan anggukan antusias.

"Gua butuh jawaban yang logis. Seperti Fisika dengan materi perubahan alam ruang dan waktu, Kimia dengan sifat atau stuktur perubahan energi, serta Al jabar dengan ilmu bilangan geometri dan analisis penyelesaiannya, nah itu semua ada penjelasan logisnya. Ketimbang takdir? Itu hanyalah rencana tuhan" jawab Alvan yang merasa belum puas atas jawaban Evan.

"Nah itu dia, itu semua karena rencana tuhan, jadi jawaban dari pertanyaan lo itu tuh, emang takdir"

"Terus kenapa di setiap soal matematika harus ada rumus dan uraian penyelesaiannya? Kenapa gak jawab 'takdir' ajh?"

Evan mengetuk-ngetuk dagunya berpikir "bener juga apa kata lo"

Alvan menjentikan kedua jarinya "nah kan, apa gua bilang"

Brak.!!

Semua atensi mengarah ke arah Leo, dengan tatapan watadosnya dia menepuk kedua pundak Alvan bersamaan

"Bener apa kata lo Van"

Alvan menaikan sebelah alisnya merasa bingung "apa?"

"Kalo nanti ada soal matematika, gua gak perlu nyari rumus ataupun nulis penguraiannya, tinggal jawab ajh 'udah takdir"

Alvandy ArrsyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang