Part. 14

2.6K 144 3
                                    


•Tandain kalo typo:)
Enjoy Reading....

Mengerjapkan matanya sesaat, menyesuaikan indra penglihatannya kala cahaya mulai merambah masuk pada retinanya.

Bulu mata lentik itu perlahan membuka dengan sempurna, hingga menampilkan bola mata berwarna hitam dengan iris coklat.

Hahhh...

"Jadi begitu cara lo mati?" Gumam Alvan dengan dia yang sudah beranjak dari tidurnya.

Hembusan angin yang begitu lembut, menambah kesan ketenangan di kala hening mulai menyapa.

Melihat ke sekeliling nya yang hanya ada hamparan rumput luas, dengan air sungai yang mengalir dengan jernih.

Beranjak dari duduknya lau berjalan perlahan untuk melihat sekelilingnya, di kala rasa penasarannya mulai hinggap pada dirinya.

Merasa lelah ketika sudah berjalan jauh namun tidak menemukan apapun, Alvan bersandar pada salah satu pohon rindang, dengan mengarah pada air terjun yang cukup pendek.

"Tempat apa ini sebenernya?" Gumam Alvan.

Menyenderkan kepalanya pada pohon, lalu mulai memejamkan kembali matanya, menikmati setiap hembusan angin yang mengarah kepadanya.

Entah kenapa tapi itu terasa nyaman baginya.

Beberpa saat berlalu, sampai rasa teduh mulai menerpa wajahnya, seakan ada yang menghalangi sinar cahaya yang mengarah kepadanya.

Karena merasa terus di perhatikan Alvan membuka kembali matanya, hingga terlihat seorang remaja dengan kaos polos berwarna putih menatap penuh bahagia ke arahnya.

Bola mata biru dengan iris coklat, bulu mata lentik dengan alis tebal yang terukir, bibir mungil semerah ceri itu tersenyum manis ke arahnya.

"Hehe . Hay abang" sapanya.

Alvan menaikan sebelah alisnya, merasa heran dengan kehadirannya tersebut.

Remaja itu kini berjalan mendekat, lalu duduk di sebalah Alvan, ada rasa ragu dalam dirinya, mengingat ini adalah dunianya sekarang.

"Gimna kabar abang?"

Alvan hanya terdiam tanpa menjawab karena dari nada bicaranya terdengar seperti nada sendu, di kala rasa kekecewaan selalu menimpa dirinya.

Alvan tau dia siapa, karena setelah beberpa minggu berlalu Alvan yang menempati tubuhnya itu.

"Izinkan aku untuk bersandar sejenak" ucapnya di kala kepalanya yang sudah bertengger di pundak Alvan.

Alvan terdiam, helaan demi helaan terus terdengar, seperti helaan nafas lelah.

"Maaf sudah melibatkan abang dalam masalah yang aku hadapi saat ini, aku merasa lelah dengan semuanya jadi aku memutuskan untuk mengakhiri nya, aku gak tau kalo abang bakal ikut terseret. Sekali lagi. Tolong maafkan aku" ucapnya sendu.

"Gak papa, gua ngerti dengan apa yang lo alamin selama ini Al" jawab Alvan pada akhirnya.

Ya dia adalah Alvan. Alvandy Arrsyan Gevano, jiwa dengan tubuh yang sudah Alvan tempati selama lebih dari satu minggu itu.

"Aku suka dengan panggilan abang itu, itu sama seperti panggilan Mommy kepada ku"

Alvan memuatarkan tubuhnya, hingga mereka saling berhadapan saat ini.

"Kemari lah" ucap Alvan sembari merentangkan tangannya.

Al yang tau apa maksud dari Alvan segera berhambur kepelukannya, meneluk erat tubuh itu sampai air mata keluar dari pelupuk matanya ketika rasa yang tercipta di sana.

Alvandy ArrsyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang