Di area outdoor dengan pandangan view yang mengarah kejalanan kota, menampakan berlalu lalangnya kendaraan yang tampak ramai, kemacetan juga tidak dapat di hindari karena bertepatan dengan waktu pulang dari rutinitas pekerjaan mau pun sekolah.Senja yang sudah muncul di area langit, di lantai 3 remaja itu Alvan meneguk sodanya secara perlahan, dengan piring kosong karena telah selesainya manyantap makanan. Tidak ada dalam benaknya berkeinginan untuk turut nenyesap nikotin seperti orang-orang yang kini berada di sekitarnya.
Dia juga tidak ada kepentingan khusus untuk berada disini, hanya menikmati waktu sendirinya di kala problematika yang selalu mengarah ke kehidupannya.
Drrttt... Drrrrrtt....
Benda pipih panjang yang ia letakan di atas meja itu bergetar dengan sendirinya, menampilkan nomor yang tanpa nama tertera ketika seseorang menghubunginya.
Alvan mengambil dengan malas lalu menggeser ikon hijau itu, menempelkan pada telinganya.
"Hallo"
"Kamu dimna Al? Ini sudah sore, kenapa kamu belum pulang?" Deretan pertanyaan itu terdengar khawatir, bisa di dengar dari suaranya itu adalah Raka
"Hanya ada keperluan pribadi"
"Pulang lah, opa mencarimu"
"Satu jam dari sekarang"
"Abang tunggu"
Alvan mematikan teleponnya secara sepihak, lalu beranjak dari duduknya, pembayarannya juga sudah ia lakukan di awal.
Memasuki lift menuju tempat parkir yang berada di lantai bawah, lalu keluar dengan perlahan sampai matanya memicing menatap pria berjas hitam dengan penuh wibawa berjalan dengan kaki jenjangnya melewati Alvan yang masih terpaku di tempat.
"Papa" ucapnya sepontan.
Pria itu berhenti lalu berbalik arah menatap Alvan "kamu memanggil saya nak?"
Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya "maaf saya salah orang"
Pria itu membalas dengan senyuman, lalu mengusap rambut Alvan lembut "kau sangat manis" ucapnya "saya duluan yah, dan hati-hati di jalan"
Alvan mematung di tempat, menatap kepergian pria paruh baya itu, rasa hangat seolah muncul dalam hatinya, rindu rasanya, dia tidak mungkin salah dalam mengenali seaeorang, itu seperti papanya, papa dari kehidupan sebelumnya, meskipun bukan papa kandung, tapi dia adalah orang yang sangat berkontribusi paling besar dalam sejarah hidupnya.
Alvan menggelengkan kepalanya perlahan "tunggu aku siap pa" ucapnya pelan lalu berjalan menuju tempat motornya berada.
Alvan hanya mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, tidak ingin buru-buru dia hanya ingin menikmati perjalanannya secara perlahan.
Hingga atensinya mengarah kepada seorang remaja yang melaju dengan kencang, terlihat dari perawakan badannya yang seakan tak asing baginya, namun di belakangnya terdapat 3, motor yang mengejar arah lajuan motor itu.
Dalam pikirannya ia merasa itu bukan urusannya, tapi lain dari hati dan tubuhnya, seakan bergerak sendiri untuk mengetahui apa yang terjadi, seakan hatinya berkata orang itu penting bagi hidupnya.
Alvan memberhentikan motornya ketika tepat di depan rimbunnya pepohonan, melihat kesekeliling yang sudah ada 3 motor lain yang terparkir secara acak serta satu motor yang tergeletak dengan tidak etisnya.
Sreakkk....
Bught..!! Brakt.!!
"Sialan.!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvandy Arrsyan
Teen FictionAlvandy Arrsyan seorang remaja 18tahun, sosoknya yang cerdas, dengan keahlian hacaker handal serta jago bela diri. Hidupnya yang sebatang kara, mengharuskan dia menjadi pribadi yang mandiri, dimana sikap yang tak mau kalah dari apapun itu membuat o...