Part. 21

2.6K 150 8
                                    

•Enjoy Reading...

Hari berganti hari, Minggu berganti minggu dan beberapa bulan pun sudah Alvan lalui.

Namun perlakuan keluarganya kini berubah, Alvan yang biasanya di sambut sehabis sepulang sekolah kini tidak lagi, fasilitas uang jajan dari Gino pun kini mulai tak Alvan terima lagi.

Sempat suatu hari Alvan tak makan karena enggan satu meja karena merasa terus selalu di salahkan, hingga membuatnya di larikan ke rumah sakit karena kelaparan dan itu di ketahui oleh sang Opa membuat nya murka terhadap Gino hingga akhirnya Alvan di berikan kartu kredit pribadi tanpa sepengetahuan Gino.

Bahkan ia sudah di beritahu cara untuk mengambil uang tersebut di dalam ATM, meskipun dalam usianya yang masih terbilang anak-anak.

Alvan berjalan gontai menyusuri trotoar jalanan, sepulang sekolah ia merasa bosan dan enggan apabila ia langsung pulang ke monsion, karena pasti akan ada cacian dan makian yang di layangkan Laksa serta Dion yang hanya memperhatikan dengan raut wajah malas.

Ada sewaktu waktu Laksa menyakiti nya di depan Reksa namun Reksa tampak acuh, seakan itu bukan apa-apa, dan apabila ia melawan maka pada akhirnya ia yang akan di salahkan, bahkan tidak segan-segan dia menerima hukuman dari Gino maupun Reksa.

Para maid dan bodyguard yang menyadikannya pun hanya menatap kasian tanpa bisa berbuat lebih.

Yang paling membuat Alvan benar-benar merasa sendiri adalah ketika ia di dorong keras hingga membentur sudut meja dan membuat keningnya berdarah.

Dan saat itu ada Raka yang melihat, harapan Alvan untuk bisa mengadu, namun harapan itu seolah sirna ketika Raka yang malah memilih abai bahkan Raka seperti enggan untuk bersuara.

•••

Alvan menenteng sebuah paper bag berisikan mobil mainan, sewaktu jalan-jalan santai tadi Alvan sempat membelinya karena ingin.

Hingga akhirnya dia pulang dengan wajah berbinar merasakan kebahagiaan meski sedikit.

Melangkah masuk perlahan menuju monsion, Alvan berjalan tanpa memperdulikan beberapa pasang mata yang kini tertuju padanya.

"Darimana saja kamu Alvan jam segini baru pulang? Mau jadi berandalan kamu hah?!" Gino berucap ketika ia melihat Alvan yang akan masuk ke dalam lift.

Alvan berbalik lalu menatap Gino segan, seakan tau Alvan langsung menunduk merasa takut dengan tatapan itu, dan hanya menggelengkan kepalanya.

Gino yang merasa geram karena tidak ada jawaban membuat dia langsung menghampiri Alvan.

Grepp..

Gino mencengkram kuat rahang Alvan membuat Alvan meringis sakit dan terpaksa menatap Gino.

"Jawab.!! Bukan kah kamu punya mulut atau perlu saya jahit mulut kamu?!" Tekan Gino dan Alvan langsung menggeleng ribut.

"A-aa alvan hanya jalan-jalan sebentar saja tadi"

Gino menghempaskan rahang Alvan kasar, membuat Alvan terhuyung namun tidak membuatnya jatuh.

"Alasan kamu"

Alvan hanya diam dan menunduk, air mata nya kini sudah mengalir mebasahi pipinya, merasakan sakit yang kini mulai menggrogoti hatinya.

Gino memicing menatap paperbag yang Alvan bawa, lalu merebutnya dengan kasar.

"Apa ini?"

Alvandy ArrsyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang