"Ini yang lo maksud hiburan Alvan?" Tanya Leo ketika mereka baru saja sampai dan masuk ke sebuah sirkuit balapan motor."Mau nyoba gak?" Tanya Alvan dengan menaik turunkan alisnya.
Revan menoleh ke arah Alvan "nanti lo mati lagi" celetuknya yang membuat Alvan memutar bola matanya malas "gitu banget lo sama gua"
"Yang di bilang Revan bener" jawab Leo "nanti kalo lo mati lagi gimana?"
"Yaelah sesekali kenapa sih? Lagian udah lama juga lho gua gak nyoba. Di jamin gak mati deh gua serius" ucap Alvan meyakinkan dengan dua jari ke atas membentuk huruf V.
"Ok. Tapi gua ikut" timpal Revan "gua juga"
Alvan tersenyum sesaat, ini yang dia mau, mengasah skill balapannya yang selalu ada di nomor dua ataupun no tiga di antara mereka, karena Revan yang selalu menjadi no satu nya.
Cukup kesal sebenarnya, tapi dia ingin tau meskipun dia kini berada di tubuh orang lain, tapi tidak mengurangi sedikit pun kemampuannya.
"Apa taruhannya?" Tanya Revan.
"Gak ada. Gua cuman mau tau kemampuan gua ajh" jawab Alvan.
"Gak asik lo ah" ucapnya, sampai akhirnya ia terlihat sedikit menaikan sebelah bibirnya "kalo gitu lo udah ngakuin gua sebagai abang dong?" ucapnya dengan menatap Alvan intens.
"Lah kok gitu? Apa hubungannya?" sela Alvan
"Karena lo gak mau taruhan sama gua berarti lo tau skill gua lebih hebat dari lo. Itu tandanya bahwa gua emang pantas jadi abangnya bukan lo"
"ini gak ada sangkut pautnya sama yang gituan yah" sarkasnya
"Mulai lagii.." jengah Leo.
"Ya tapi kan emang bener gitu adanya, kalo lo gak mau ngakuin ya udah kita taruhan ajh, siapa yang menang dia yang jadi abangnya"
"Gak bisa-"
"Udah stop.!!" Sela Leo yang sudah mulai lelah "gua setuju apa kata Revan, yang pertama jadi abang paling atas dan yang terakhir maka jadi bungsu" pungkas Leo, yang memang dia ingin menyelsaikan perdebatan adek, abang ini yang gak pernah selesai-selesai.
"Gua setuju tuh" lalu Revan menatap Alvan "gimana. lo berani?" Tanyanya namun yang dia lihat hanya keterdiamannya dari Alvan "jangan bilang kalo lo-"
"Ok setuju" potongnya yang membuat Revan tersenyum saat itu juga.
••••••••
Hingga pada akhirnya mereka kini ada di arena balapan, siapa sangka ternyata di sana sudah ada 9 motor berjejer dengan Revan, Alvan, dan Leo di barisan belakang.
Dan di antaranya ada Resa dan Laksa di barisan pertama, meskipun Alvan tau keberadaan abang dan rekan-rekannya itu, tapi dia tidak menghiraukan hal itu dan lebih memilih fokus pada balapannya dengan taruhan siapa yang menjadi kakak pertamanya.
Dia tidak terlalu peduli dengan hadiah uang yang di suguhkan karena baginya uang bisa menghampirinya jika ia mau.
"Selamat menjadi adik gua Alvan" ucap Revan di balik helm full facenya.
"Dalam mimpi lo" timpal Alvan.
Hingga seorang pria dengan bendera merah di kedua tangannya ia acungkan, membuat semua orang mulai bersiap siaga, dan tiba saatnya bendera di jatuhkan para pengendara motor itu mulai melesat menembus jalanan.
Saling salip menyalip, terjang menerjang terus mereka lakukan, tak di pungkiri di antara ke 9 motor yang melaju kencang itu, 6 di anatara nya seakan sedang baradu skil kemampuan dengan cara apapun yang membuat mereka haus akan kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvandy Arrsyan
Novela JuvenilAlvandy Arrsyan seorang remaja 18tahun, sosoknya yang cerdas, dengan keahlian hacaker handal serta jago bela diri. Hidupnya yang sebatang kara, mengharuskan dia menjadi pribadi yang mandiri, dimana sikap yang tak mau kalah dari apapun itu membuat o...