Kaluna
Sandra terbahak geli setelah mendengar cerita sore itu. Aku berkali-kali harus mengingatkan si Gemblung satu ini kalau kami sekarang sedang di foodcourt. Suara tawanya menggelegar mengundang beberapa orang menoleh ke meja kami.
"Lagian lo-nya ngebet banget mengungkap aib orang lain." Sandra mengusap matanya yang basah akibat tergelak tak karuan.
"Nggak salah gue juga, dong. Waktu itu lo juga ngira dia suami si ibu, kan? Dan bayi yang digendong itu anaknya. Ya, kan?"
Sandra mengangguk-angguk, tapi wajahnya masih merah padam menahan tawa. "Tapi gue cukup waras untuk jaga imej di depan banyak orang begitu sebelum ada bukti yang kuat, ya. Not in my first matchmaking."
"Lo berharap akan ada berapa kali lagi jodoh-jodohan ini, ha?"
Teringat lagi bagaimana reaksi kedua orangtuanya dan Baskara sendiri ketika dengan histerisnya aku menyebut anak laki-laki mereka sudah berkeluarga. Sempat ada jeda beberapa menit, sampai akhirnya Baskara yang mulai bersuara.
"Saya ijab qabul saja belum pernah, lho. Apalagi punya anak-istri."
Ekspresi ibu Baskara tidak kalah kaget, beliau tetap meminta penjelasan. Takut-takut kalau dia pun dibohongi.
"Boleh saya tahu kenapa kamu bilang saya sudah punya anak-istri?"
"Masnya beli Bakso Pak Mijan kemarin pagi, sambil gendong anak, bareng istri juga." Di menit itu aku masih ngotot dengan apa yang kulihat, yang sekarang kusesali karena berakhir memalukan.
"Kemarin pagi? Sebentar. Anak ini maksud kamu?"
Baskara menyerahkan ponselnya. Dia sudah membuka gallery-nya, dan terpampang foto bayi serta seorang ibu muda yang menjulurkan lidah menghadap kamera.
Melihat itu aku hanya bisa melempar pandangan menuntut penjelasan, karena, ya, memang mereka yang kulihat di Bakso Pak Mijan.
"Ini sepupu saya. Ini keponakan saya."
Ibu Baskara segera merebut ponsel anaknya. Wajah kedua orangtua kami sama-sama tegang. Entah mana yang benar, masih abu-abu.
"Saya telepon dia, ya, sebagai bukti."
Baskara mengambil alih ponsel dari tangan ibunya. Tak lama kemudian, terdengar suara menyahut. Dia sengaja mengaktifkan loudspeaker supaya bisa didengar semua orang.
"Apa? Baru sehari, udah kangen lo sama gue?"
Tidak ada romantis-romantisnya. Tidak ada kalem-kalemnya. Itulah suara perempuan yang aku dengar.
"Gue butuh bantuan. Sebentar," ujar Baskara sambil mengangsurkan ponselnya ke arahku. Matanya mengisyaratkan agar aku sendiri yang bertanya. Rupanya itu bukan sekedar telepon, tapi Face Time!
Mukaku sudah tidak tertolong!
"Terus lo percaya sama yang dibilang sepupunya?" tanya Sandra menyadarkanku dari ingatan memalukan tadi.
"Bapak-Ibunya juga bilang perempuan itu sepupu anaknya. Ya, masa gue masih mau keukeuh itu istri anaknya?"
Lagi, Sandra tertawa. "Eh, bentar, eyeliner gue luntur nggak, nih?"
"Eyelashes lo rontok tuh, kayaknya."
"Sewot banget, sih?" Sandra tetap mengecek kondisi wajahnya di cermin yang dia keluarkan dari handbag-nya. "Terus?"
"Apa?"
"Ya, kelanjutan lo sama si Ganteng gimana?"
Sandra sudah tahu Baskara dari foto yang kutunjukkan. Foto yang sama di ponsel Mama. Setelah acara memalukan itu, Mama mengirimi foto dan nomor ponsel Baskara, sekaligus menyuruhku meminta maaf lagi secara pribadi. Kalau perlu lewat telepon, bukan sekedar WA.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Ring [Juara 2 AJ5 by HWC Publisher]
Romance[ATTENTION! Novel ini adalah spin off "Pintu Merah Jambu", dan hanya tersedia sampai Bab 28 di Wattpad, ya. Versi lengkapnya ada di versi novel cetak. Kalau ada yang berminat beli, boleh drop comment aja. Selamat membaca 🫰🏻☺️] ...