14. "Aku pulang agak malam lagi."

69 8 6
                                    

Kaluna

"Oke. Novel Mbak Kaluna ini menceritakan tentang perundungan di masa SMP, tokoh utamanya punya keinginan untuk balas dendam."

"Iya."

Hari ketujuh setelah sah menyandang status baru, aku sudah kembali dengan jadwal harian di Edward Writing Publishing. Kemarin aku diberi kabar bahwa hari ini sudah ada dua cover pilihan, Tim Editor yang diwakili Mas Henry, tengah mengonfirmasi ulang premis ceritaku apakah sama dengan konsep cover buatannya atau tidak. Nantinya dari dua opsi yang ada, akan dipilih satu yang paling mendekati, dan kalau memang masih perlu ada revisi, aku pun masih diberi kesempatan menyampaikan konsepku.

"Demi bisa balas dendam tanpa ketahuan, Dahlia, si tokoh utama sampai harus melakukan perjanjian dengan sosok misterius yang dia temui di belakang sekolah. Setiap dia membalas perlakuan para perundung, Dahlia akan kehilangan suaranya selama 24 jam. Begitu, ya?"

"Iya."

Perlu diketahui, ide novel pertamaku tidak jauh-jauh dari apa yang kusaksikan sendiri di masa SMP. Ada seorang teman satu kelas yang jadi sasaran bully tiga anak. Saat itu aku tidak berani melakukan banyak hal untuk sekedar membuat dia aman, dan rasa bersalah itu terus ada sampai detik ini. Aku tidak tahu kemana anak korban bully itu. Dia terpaksa pindah sekolah ketika kami hampir menjalani UNAS. Novel ini aku tulis untuk dia, dan untuk semua pelaku perundungan.

"Sampai akhirnya dia ketahuan kalau melakukan sesuatu yang dianggap black magic oleh kebanyakan orang itu. Tudingan buruk malah berbalik ke dirinya sendiri. Dia pun pindah sekolah. Di akhir cerita, dideskripsikan bahwa ada seorang perempuan dewasa yang selalu mendapat masalah tiap tanggal 13 di tiap bulannya. Ternyata perempuan itu salah satu pelaku perundungan, yang tidak dia ketahui bahwa sebenarnya teman sekantornya adalah korban tindakannya. Si perempuan tidak sadar karena korban melakukan operasi plastik."

"Iya."

Dan, ada alasan kenapa dari tadi aku hanya mengangguk sambil mengucap kata "iya", layaknya aku ini tersangka tindak kriminal yang sedang diinterogasi. Alasan yang sama kenapa aku mau kembali sibuk walau belum lama dari euforia pesta pernikahan yang akhirnya bisa kurasakan.

Ada alasan besar kenapa sampai aku ke sini dengan mobil sendiri tanpa diantar Baskara.

"Nah, ini dua opsi cover-nya. Menurut Mbak Kaluna yang cocok yang mana?"

Aku memperhatikan dua contoh desain itu di tab yang disodorkan. Satu cover bergambar siluet perempuan dewasa dengan gambar anak kecil di tengah dadanya, sedang meringkuk menangis. Satu lagi berilustrasi setengah wajah, terlihat dari setengah hidung sampai dagu. Bibirnya tersenyum, namun tampak luka bekas jahitan, seperti aksi jahit mulut yang sering terjadi ketika ada demo di masa-masa sekolah dulu.

"Yang kedua ini lebih pas," jawabku setelah beberapa menit kemudian.

Seandainya saat ini kisahku dijadikan cover buku, kira-kira bagaimana ilustrasinya, ya?

"Oke. Ada yang perlu ditambah atau dikurangi?" tanya Mas Henry lebih lanjut.

"Kal, aku malam ini pulang agak malam lagi. Pesanannya banget." Begitu kata Baskara semalam, dua hari yang lalu, tiga hari yang lalu, empat hari yang lalu. Hampir setiap harinya. Lewat WA. Ya, sebuah kebiasaan yang jarang dia lakukan adalah mengirim WA, kalau ada apa-apa dia pasti langsung telepon. Tapi, sudah satu minggu ini dia seperi menentang pantangan terbesarnya itu.

Setidaktertarik itu kamu sampai cukup kirim WA aja, ya, Mas Baskara?

Aku bahkan tidak pernah punya momen menikmati hadiah pernikahan dari orangtua Baskara berapa apartemen yang sekarang kami tinggali sejak ijab qabul. Oh, kecuali malam itu. Malam setelah resepsi. Dengan masih merasakan capek di sekujur badan, kami ngobrol di tempat tidur sambil berbaring. Membicarakan apa saja, termasuk kelegaan telah melewati serentetan acara. Mulai dari kejadian menegangkan, sampai kejadian lucu ketika resepsi.

The Wedding Ring [Juara 2 AJ5 by HWC Publisher]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang