25. "I'm exhausted of everything."

59 5 2
                                    

Kaluna

Dalam keadaan bingung, antara ingin segera mengecek kondisi Baskara dan enggan menerima kenyataan bahwa yang dituju setelah kejadian adalah Adira, bahkan dia juga yang memberi kabar, aku tetap menuju tempat Baskara berada sekarang.

Sanjaya tidak tahu detailnya. Dia hanya kumintai tolong untuk membawaku ke alamat toko Adira. Meski begitu, laki-laki di sampingku ini melajukan mobilnya dengan cukup ngebut. Beberapa kali aku harus memegang lengannya, isyarat agar mau mengurangi kecepatan. Selama perjalanan pun, dia jadi mendadak diam, tidak seperti sebelumnya yang penuh rayuan menakutkan. Sanjaya fokus dengan jalan, setir, gas, dan rem.

Aku sendiri memastikan kabar yang kudapat bukan hoax. Sudah beberapa akun portal berita lokal di Instagram yang aku cek, dan hasilnya memang membuatku mual. Dari video yang di-upload, aku yakin itu memang lokasi kantor Baskara. Aku juga mencoba menghubungi nomor Baskara, tapi selalu berakhir dengan  suara mesin penjawab yang kuterima.

Sampai akhirnya mobil Sanjaya berhenti di seberang toko bunga bercat putih dengan warna pink pada pintunya. Toko bunga yang memakai floor to ceiling windows itu, memberiku akses bebas hambatan untuk bisa melihat aktivitas di dalamnya tanpa perlu masuk ke dalam.

Apa yang kulihat sudah cukup meyakinkanku. Baskara di situ. Bersama Adira. Dalam kondisi baik-baik saja.

Jelas. Kalau ada luka parah pasti ke rumah sakit, bukan malah ke toko Adira.  Kecuali kalau perempuan itu menyambi jadi dokter juga selain jadi florist.

Berkali-kali kuyakinkan diri untuk masuk, memastikan sendiri bahwa Baskara tidak mengalami luka berat. Berkali-kali itu pula otakku menolak.

"Is it him?" Sanjaya bertanya sambil memperhatikanku. "Nggak mau turun?"

Entahlah. Mungkin saat ini Sanjaya menyangka aku sedang melihat perselingkuhan antara suamiku dengan perempuan lain. Aku biarkan dia dengan imajinasinya, kalau memang betul begitu yang dia pikirkan.

"Atau lo mau gue yang ke sana?"

Sanjaya kucegah hanya dengan menggeleng. Sebenarnya dia ingin protes, terlihat dari gelagatnya, tapi pada akhirnya Sanjaya diam. Setuju tanpa menyanggah.

"Kita balik ke kantor aja. Sekalian gue izin pulang lebih cepat hari ini."

💍

Alih-alih langsung balik ke apartemen,  aku mendatangi kantor Edward begitu mengantongi izin. Setidaknya dari dua hal yang meresahkan ini, ada satu yang bisa memberiku kepastian.

"Maaf, Kak. Dikarenakan banyaknya jumlah naskah yang masuk, naskah Kak Kaluna masih dalam antrean, ya," jelas si customer service.

"Masih dalam antrean? Sampai kapan?"

"Nanti begitu siap, langsung kami informasikan lebih lanjut."

Aku mengatur napas yang mulai memburu. "Hari ini saya sudah kirim WA menanyakan kejelasan prosesnya, kenapa, kok, nggak dibalas? Perlu banget sampai saya sendiri yang datang begini?"

Si customer service diam sebentar, aku tahu dia sedang mencari alasan. "Iya, Kak, maaf. Mungkin chat Kakak tertimbun dengan chat lain. Sekali lagi mohon pengertiannya, karena bulan ini memang sedang banyak naskah yang sedang diproses."

"Tertimbun? Kalau menagih pembayaran bisa, ya? Tapi, kalau membalas WA, chat saya jadi tertimbun?" Aku memejamkan mata, menetralisir darah yang mulai naik ke kepala lebih cepat dari seharusnya. "Oke. Saya tunggu."

Tanpa mengucap terima kasih, aku melangkahkan kaki lebar-lebar ke luar lobi menuju parkiran.

Sial. Maunya mendapat kejelasan, naskahku justru bernasib tak jauh beda dengan penulisnya. Diombang-ambing ketidakpastian. Dengan perasaan campur-aduk, aku mengarahkan mobil ke apartemen. Mungkin mandi air dingin, bisa membuat pikiranku segar dan meredakan kepalaku yang sudah nyut-nyutan ini.

The Wedding Ring [Juara 2 AJ5 by HWC Publisher]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang