Chapter 14.

1K 135 50
                                    

Happy Reading!

.

"Whatever the problem, I still love you all!"

.

Judul : KERIBUTAN

.

Pharita berhenti sejenak dari kegiatan makannya, menatap sang adik yang menuruni tangga tergesa-gesa dan melewatkan sarapan bersama mereka.

"Rora, kamu nggak sarapan dulu?"

Bukan hanya Rora, tetapi semua mata kini tertuju padanya karena pertanyaan yang terlontarkan barusan. Ruka dan Asa, keduanya melihat sekilas kemudian tampak acuh.

Rora tersenyum tipis. "Nggak usah deh kak, aku nggak lapar."

Chiquita menatap cemas sang kakak, ia pasti terpaksa berbohong supaya tidak sarapan bersama dengan mereka. Ia berdecik kesal, benar saja tatapan sinis Rami dan Ahyeon tidak luput lepas dari Rora.

"Syukur deh kalau anak itu nggak ikut makan." Ucapnya dengan suara yang sedikit di keraskan, sengaja supaya Rora yang jauh dari mereka mendengarnya.

"Rami."

Kini si sulung angkat bicara, mencekram garpu yang ia pegang dengan kuat sebagai pelampiasan amarahnya yang tiba-tiba muncul. Ruka tampak sangat kesal mendengar perkataan sinis sang adik, sebagai seorang kakak ia harus menegurnya.

Berbeda dengan Rora, perempuan itu malah tersenyum manis mendengar hinaan untuknya.

"Oh gitu, nggak papa kalau kakak senang."

Dengan cepat melangkah pergi dari sana tanpa menghiraukan Rami yang menggebrak meja dengan kuat. Suara menakutkan terdengar, Chiquita sampai tertegun di buatnya.

"Dasar, yang benar saja." Rami mengumpat dalam hati, harga dirinya seperti terpukul mundur dengan tanggapan enteng dan bodoh amat oleh sang adik.

Sekarang ia yang tersulut emosi karena ulahnya sendiri.

Ahyeon hanya diam saja. Jika Rami membenci seseorang dia akan menghinanya atau mencoba menjatuhkannya, Maka Ahyeon adalah tipe orang yang cuek. Menatap wajah Rora saja ia tidak sudi.

Chiquita menggapai tasnya dan hendak melangkah pergi dengan makanan yang masih tersisa banyak sekali. Asa mengenggam tangan sang adik erat, situasi nya akan semakin memburuk jika ia pergi.

"Duduk sini, habisin makanan kamu dulu." Ucapnya penuh penekanan sampai membuat Chiquita langsung menurut, tidak berani melawan jika kakaknya yang ini sudah memerintah.

Ah, tidak. Padahal ia ingin segera menyusul sang kakak kesayangannya tadi. Tapi sepertinya saudaranya tidak ada yang akan menginjinkan.

"Tunggu, kak Rora berangkat sama siapa sekarang?"

Ia memandang wajah sang kakak satu persatu, tidak ada respon. Mereka hanya melanjutkan sarapan tanpa menghiraukan pertanyaannya. Chiquita menutup mata sejenak untuk menenangkan diri, jangan sampai ia meroasting para kakaknya.

Kekanakan sekali, ia yang termuda di sini tapi lebih bisa memahami keadaan. Apakah mereka tahu seberapa sakit hati sang kakak karena di kucilkan secara tiba-tiba begini? Kenapa mereka bahkan tidak mencoba memahami Rora?

HOPE [BM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang