Chapter 29.

1.1K 138 89
                                    

Happy Reading!

.

"Whatever the problem, I still love you all!"

.

Judul : MURKA

.

Pagi ini ketika Pharita terbangun ia segera menutup mulutnya, benih air mata mulai mengalir ketika ia mampu mengingat kembali sebuah kenangan singkat dalam hidup.

"Rora... jadi itu kamu ya?"

Tubuhnya semakin meringkuk dengan menangis tersedu-sedu. Sosok yang mengisi kenangan masa kecilnya dahulu ternyata adalah sang adik sendiri.

Perempuan yang ia pikir awalnya adalah orang asing dalam keluarganya, ternyata adalah orang yang telah ia beri semangat hidup.

"Kenapa kamu nggak mengatakannya dari awal, Rora? Jika kamu mengatakannya kami mungkin tidak akan membencimu separah itu dulu..."

Pharita hendak menggapai buku catatan milik sang adik yang berada di atas meja. Degup jantungnya berdetak kencang, ia tidak sanggup melangkah lebih jauh lagi dengan tangan yang gemetar.

Buku catatan tersebut ialah kenangan yang ia berikan waktu mereka masih kecil.

"Maaf Rora, maaf..."

Pharita membenci dirinya sendiri karna ia melupakannya.

"Rit, kamu kenapa?" Ruka datang tergesa-gesa karna terkejut mendengar teriakan.

Pharita menoleh lama membuat Ruka membulatkan matanya melihat pipi sang adik yang basah oleh air mata.

"K-kamu kenapa?"

Bruk!

"Pharita!"

Saat adiknya jatuh pingsan Ruka tidak tinggal diam, segera ia berlari kearahnya.

"Hei! Kamu kenapa? Buka matamu!" Ruka dengan gelisah menepuk-nepuk pipinya akan tetapi tetap tidak mampu untuk membangunkan Pharita.

____●____

Rora mengedipkan mata berkali-kali memandang kosong atap ruang rawat. Segala hal telah tak berarti baginya, kekosongan ini sungguh menyiksa hati maupun pikiran.

Ia baru saja tersadar, tapi tidak ada perasaan senang singgah sejenak pun. Setelah pingsan seharian penuh Rora kembali mengingat kenangan lama yang tertutup selama ini.

Tenggorokannya tercekat tak mampu mengeluarkan teriakan yang menggumpal sakit batinnya. Yang keluar malah sealir air bening di ujung mata, tangannya memukuli selimut tidak rela akan fakta baru yang menjadi secuil kenangan masa kecilnya.

'Kenapa semua begitu sakit sekali? Aku nggak bisa lagi melakukan ini.'

Sudah tidak beres, Rora akan mengakhiri deritanya sekarang. Ia tidak akan tinggal diam selepas mengetahui sang ibu yang ternyata juga dalang dibalik kematian kedua orang tuanya.

Persetan dengan tubuh yang masih sakit, amarah yang menjadi dendam ini harus dituntaskan demi kedua orang tua.

Chiquita terperanga melihat sang kakak yang berusaha bangkit dan melepas paksa infusnya, tidak peduli adanya darah yang menetes mengotori tempat tidur ataupun lantai.

"Kakak! Apa yang kamu lakukan?!

"Urkk... diam dek!"

HOPE [BM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang