Chapter 24.

960 135 81
                                    

Happy Reading!

.

"Whatever the problem, I still love you all!"

.

Judul : JANJI?

.

"Hm? Kenapa Rora? Kenapa kak Ruka tidak boleh pergi?" Asa berucap dengan lembut sambil mengusap helai rambut sang adik.

Merasakan rasa sesak yang sama ketika melihat gelagat ketakutan Rora di balik raut terkejutnya.

"Itu..."

Pharita menatap dalam pandangan adiknya, berakhir membuat tatapan mereka bertemu. Berusaha menyampaikan sebuah pesan lewat kode mata, Rora berharap sang kakak dapat mengerti pesannya.

Beruntung Pharita mengerti, dengan cekatan ia menghalangi jalan pandang sang kakak tertua.

Ruka berdecak kesal terhadap perilaku kurang sopan adik pertamanya. "Kenapa kamu disini? Aku sedang berbicara dengan Rora, minggir!"

Pharita melirik singkat. "Bentar kak, aku ada janji mau bicarain sesuatu sama Rora."

"Rora? Ayo kita kekamar!" Berseru dengan riang, ia segera mendorong kursi roda sang adik untuk pergi meninggalkan ruangan itu.

Ruka menatap belo, bangun dari tempat duduknya ingin segera menyusul akan tetapi di tahan oleh Asa.

"Hei kamu mau kemana? Kita belum selesai bicara, Rora!"

"Udah lah, kak. Kalau Rora nggak mau bicara dulu memang kita bisa apa juga, kan?" Timpal Asa.

Ruka memasang raut datar pada sang adik. "Rora terlalu banyak menyembunyikan sesuatu dari kita, Sa. Adakala kita harus memaksanya untuk jujur, iyakan?"

Asa menegaskan rahangnya, setuju dengan usulan sang kakak.

Hati dan pikiran tidak pernah berjalan selaras, di satu sisi ia ingin melakukannya.

Akan tetapi di sisi lain, ia takut jika hal itu berakhir membuat mereka kehilangan sosoknya.

Apakah lebih baik jika memang di simpan sebagai rahasia saja? Bahkan di saat-saat terpenting pun, makhluk biasa seperti mereka tidak akan pernah tahu jalan apa yang dituju.

Rora memejamkan mata, kepalanya terasa sangat sakit. Menatap sayu wajah sang kakak dari bawah.

"Sstt, nggak usah di dengerin. Kamu mau bilang sesuatu kan? Katakan saja, kakak akan bantu." Ucapnya sembari berkedip mata pada sang adik.

Tentu saja, Rora kini jauh lebih tenang. Memiliki satu orang yang tahu tentang rahasianya, ternyata tidak begitu buruk.

"Kak?"

Pharita tersenyum manis. "Hm?"

"Tolong bawa aku pergi sejauh mungkin ke tempat yang tenang, kumohon."

_____●_____

Ting!

"Siapa?"

"Ini aku, Chiquita. Bolehkah aku masuk kedalam, ma?"

Hyein tersenyum lembut, seiras cekungan dari wajahnya yang sedikit mengalami keriputan muncul di masing-masing ujung bibir.

"Masuklah, sayang. Pintunya tidak di kunci."

Chiquita melangkah masuk, sudah lama sekali ia tidak memasuki ruang kerja sang ibu. Menelusuri penuh takjub berbagai perabotan dan hiasan mewah yang berada di setiap inci ruangan tersebut.

HOPE [BM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang