Chapter 18.

1.1K 136 57
                                    

Happy Reading!

.

"Whatever the problem, I still love you all!"

.

Judul : TRAUMA

.

Ruangan itu tampak begitu gelap menampilkan dua sosok samar-samar di dalam sana. Setiap orang pasti akan bersedih hati bila seseorang yang sangat di sayangi olehnya tiba-tiba harus terbaring di rumah sakit.

Tentu hal itu juga berlaku pada Ruka setelah dokter memberitahu kondisi sang adik yang sebenarnya. Hatinya sangat terpukul, merutuk dirinya sendiri karna sempat membenci Rora.

Sekarang apa yang harus di lakukan? Ia tidak bisa menahan kesedihan ini seorang diri walau pun berstatus sebagai sang kakak tertua.

Ruka membutuhkan sosok ibu untuk menguatkannya, kali ini ia menyerah. Ia sadar masih membutuhkan sosok orang tua untuk membimbingnya dan saudaranya yang lain.

"Mama... kumohon kembali lah."

"Kenapa sayang? Suara mu terdengar serak sekali, apa kau sedang menangis?"

Terdengar suara Hyein melalui ponsel.

Ruka meremas perlahan sebuah lembar kertas yang baru saja di berikan oleh dokter padanya.

"Rora... kecelakaan, ma. Aku nggak tau harus berbuat apa. Kumohon kembali lah ke korea, dokter bilang kaki Rora telah lumpuh."

Mata sembab nya terlihat dengan jelas di sebalik gelapnya malam. Hanya ia yang tahu jika sang adik telah lumpuh, Ruka tidak tega memberi tahu saudaranya yang lain. Lebih tepatnya ia tidak tahu harus berbuat apa.

Kabar mengerikan ini telah mengambil alih pikirannya, tidak berhenti memikirkan segala kemungkinan buruk di masa mendatang.

"Maaf sayang, Mama nggak bisa pulang dulu."

Brak!!

"MAMA!!"

Bagaimana bisa sang ibu tega mengatakan hal seperti itu? Padahal ia sudah sampai memohon-mohon dengan setulus mungkin. Bahkan di saat anak-anaknya benar-benar sedang terpuruk, ia malah lebih mementingkan perusahaannya.

"Mama sungguh minta maaf, Ruka. Bisnis mama nggak bisa ditunda. Tapi mama janji bakal pulang kalau ada waktu luang, kamu udah dewasa kan? Mama serahin masalah ini ke kamu seutuhnya, mama tau kamu bisa di andalin Ruka."

Ruka mengusap wajahnya dengan kasar, di buat bungkam dengan penjelasan nyeleneh sang ibu.

Ayolah, apa ia pantas di sebut seorang ibu? Menjijikan.

"Baiklah, Rora nggak butuh mama. Dia masih memiliki aku dan yang lain, nggak apa-apa! Aku bisa jadi sosok kakak dan ibu sekaligus buat dia! Mama nggak perlu khawatir, dan aku berharap kita nggak pernah ketemu lagi."

"Ruka, tunggu! Bukan begitu maksud mama-"

Tin!

Astaga, sebenarnya apa yang ia harapkan? Sang ibu bahkan tidak menanyakan kabar sang adik, apa ia baik-baik? Apa ia sudah sadar? Apakah lukanya parah? Tidak, tidak ada sama sekali. Nada suaranya saja tidak terdengar mengkhawatirkan kondisi Rora.

Ruka hampir melupakan seberapa brengsek sifat ibunya, wanita paruh baya itu akan melupakan para putrinya bahkan menyuruh mereka mandiri selama ini menghadapi segala masalah berat seorang diri dan jauh lebih mementingkan hartanya.

HOPE [BM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang