Chapter 21.

993 135 81
                                    

Happy Reading!

.

"Whatever the problem, I still love you all!"

.

Judul : PULANG

.

Ruka, Pharita, dan Chiquita menatap bingung pada saudara mereka yang lain. Baru saja melangkah masuk tetapi mereka bisa merasakan kesuraman yang melanda ruang rawat itu.

Bukan sebatas perasaan opini, sepertinya sempat terjadi pertengkaran sebelum mereka tiba.

"Sa, kalian kenapa pada diam kayak gini? Ngobrol kek." Titah Ruka.

Asa menatap dengan mata yang menajam. "Ya terserah aku lah, kak. Ngatur banget jadi orang."

"Kwon Asa."

Kenapa sang adik tiba-tiba menjadi sejutek ini? Ruka tidak menyukainya sama sekali.

"Kalian kenapa, sih? Jangan kayak begini lagi, kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik bersama." Ruka dengan sigap menahan lengan Asa yang hendak melangkah keluar.

"Dan jangan malah menghindar."

Menuruti perintah yang tertua, mereka mendudukkan diri masing-masing di ruangan tersebut. Meratapi Rora yang telah bermata sembab.

Chiquita menghampiri sang kakak, mengusap punggungnya dengan lembut. Barulah ia sadar jika Rora sedang terisak lirih.

Merasa tahu siapa dalang yang telah membuat sang kakak seperti ini, ia menatap meminta penjelasan pada Asa.

"Kak? Kalian habis ngapain sih sebenarnya?"

Asa terlihat tidak menyukai pertanyaan sang adik, seolah ini semua adalah ulah dan salahnya sepenuhnya.

"Tanya saja pada kakak tersayang mu itu."

Ruka menarik dengan cepat bagian atas coat milik Asa dengan lancang tanpa meminta persetujuan sang pemilik terlebih dahulu. "Kamu kenapa lagi sih, Sa? Rora juga adik mu, dia saudari mu!"

Meremas sangat kuat genggaman tangan sang kakak kemudian melepaskannya dengan perlahan. Mata Asa tampak mulai berkaca-kaca.

"Dia bukan adik ku lagi, kak. Dia bahkan nggak sayang sama kita!"

Rora tersenyum tipis mendengar tuturan kesalahpahaman sang kakak. Entah siapa yang harus di benci, yang pasti ia sendiri juga bingung dengan perasaannya.

Rora seperti tidak bisa mengendalikan dirinya, selalu kalut terbawa perasaan yang begitu menyiksa. Sampai tidak sengaja melukai hati orang di sekitarnya juga.

"Maaf, kak."

Sudah berapa kali ia mengucapkannya sejak tadi, tapi hal itu sama sekali tidak menyentuh hati tulus sang kakak padanya.

Asa menggeleng dengan cepat, berkaca pada perasaannya bahwa ia juga sama terluka seperti sang adik.

"Kenapa kak Rora minta maaf? Ini semua salah mereka, bukan kakak." Chiquita terus membelanya yang membuat Rora sendiri semakin tidak mampu untuk membendung semua rasa bersalah di hati.

Asa mendelik pada si bungsu, "Salah kami? Adek itu masih kecil, jangan sok tau. Masa mengatakan pada kakak sendiri kalau nggak papa menjadi cacat asal terus bisa bersama dengan kita? Alasan bodoh macam apa itu! Kakak mana yang nggak sakit mendengarnya? Hah?!" Ia menunjuk-nunjuk dirinya sendiri, berbenih air mata yang kian mengalir bebas dari pengawasannya.

HOPE [BM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang