#19 Takdir Menyatukan Mereka

10 1 0
                                    

Mereka berdua duduk di atas kasur. Abidin sedang duduk tertunduk. Kedua sudut bibirnya turun. Di sampingnya sudah ada Ustaz Zakaria yang sedang melihat Abidin menyeka air matanya.

"Jadi, selama ini, Abidin berpikiran seperti itu ya?"

Abidin pun mengangguk.

"Jadi, karena itu juga Abidin tidak suka dengan Yahya?"

Abidin kembali mengangguk.

"Maafin Ustaz ya. Kalau memang, itu membuat Abidin jadi berpikir kalau Ustaz pilih kasih dan selalu membela Yahya. Padahal Ustaz tidak pernah berpikir seperti itu kok. Ustaz dekat dengan Yahya, karena Yahya selalu sendirian. Tidak ditemani sama teman-temannya. Makanya, Ustaz ingin menemaninya agar dia tidak kesepian. Ustaz juga sayang kok sama Abidin. Semua guru di Pesantren Darul Falah juga sayang sama Abidin."

"Lagipula, memangnya Ustaz pernah marah sama Abidin?"

Abidin menggelengkan kepalanya.

"Nah, jadi Abidin tidak perlu iri lagi ya. Kalau memang ada guru yang memarahi Abidin, bukan karena mereka tidak suka atau benci, mungkin karena memang Abidin ada salah. Akhirnya Abidin dinasehati dengan tegas."

"Coba deh, Abidin lihat Yahya. Walau Abidin suka mengerjai Yahya, tapi dia selalu bersikap lembut ke Abidin. Iya kan? Mengajak Abidin ke kolam, ke danau, bahkan Yahya berani berbohong kalau dia tercebur ke danau karena dirinya sendiri. Padahal Ustaz tahu, itu pasti kerjaannya Abidin. Tapi Yahya berusaha melindungi, agar Abidin tidak diomeli oleh Ustaz lagi. Itu tanda, Yahya menganggap Abidin sebagai temannya."

"Bukan hanya Abidin kok yang kesepian. Yahya juga kesepian karena tidak punya ayah. Kalau Abidin masih enak, santri di pesantren masih mau berteman sama Abidin. Kalau Yahya, ...."

Selang beberapa menit, Yahya sudah berdiri di muka pintu. Kedua sudut bibirnya turun. Air matanya tergenang. Melihat temannya berdiri di depan kamarnya, Abidin pun langsung berdiri. Sontak, Yahya langsung berlari ke arah Abidin dan mendekap saudaranya erat-erat. Dalam dekapan, Yahya mencurahkan isi hatinya dengan lirih.

"A-ku juga tidak punya Abi. Abi aku sudah meninggal. Maaf ya, aku enggak tahu kalau kamu juga enggak punya Abi."

Sebuah kalimat sederhana. Namun, Abidin bisa merasakan sosok yang senasib dengannya.

Mungkin, kebandelannya selama ini hanya untuk mencurahkan isi hatinya yang rindu dengan kasih sayang orang tuanya. Kasihan mereka. Apa aku menikah saja dan mengadopsi Abidin?

Ustaz Zakaria pun menurunkan tubuhnya dan mengelus kepala Abidin dan Yahya.

"Kalau Ustaz jadi Abi sementara Yahya dan Abidin gimana?"

Yahya dan Abidin saling menatap. Mereka tak saling bicara. Namun hatinya seakan saling berkomunikasi satu sama lain. Dengan serempak, mereka pun menjawab dengan suka cita.

Kesedihan mereka pun hilang. Ketiganya saling mendekap satu sama lain. Ustaz Zakaria berharap, semoga solusi itu bisa mempererat persaudaraan Yahya dan Abidin.

***

Senja kembali datang dengan keindahannya. Sinar matahari sudah berada di batas garis terbarat cakrawala seakan tak ingin pergi tanpa kesan yang mendalam.

Awan-awan berbentuk tak beraturan membentuk barisan yang terlihat artistik dan membuat suasana hati menjadi tenang.

Sore itu, setelah masalah Yahya dan Abidin selesai, Ustaz Zakaria merasa bertanggung jawab terhadap mereka berdua. Ia pun akhirnya mengambil keputusan.

Ia akan menemui Aidah untuk menawarkan yang terakhir kalinya. Jika jawabannya masih sama, ia akan menerima tawaran yang pernah ditawarkan oleh Kyai Rahmat.

JATUHNYA CATATAN MALAIKAT RAKIB (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang