Bagaskara Jiyandyta Rainzy

92 49 117
                                    

Tandain jika terdapat Typo^^

Don't Forget to Like & Komen serta Follow sebagai dukungan untuk penulis 
Happy Reading

For the best experience, nyalain aja soundtrack nya dari awal.
---

Liandi dan Askara masih tidak menemukan titik terang dari semua kasus yang ada akhir-akhir ini.

Mereka merasa semuanya berhubungan namun, mereka tidak bisa menemukan titik temunya.

"Apa yang salah sebenarnya? "

Rumah rumah yang mengalami kasus pembunuhan atau menjadi korban pembunuhan ada dalam satu komplek elit yang lumayan besar.

"Rata-rata, korban pembunuhannya adalah anak berumur 16-18 tahun. Sebagian besarnya laki-laki dan bersekolah di sekolah sebelah sekolah Shine dan Angkasa—"

"Mayat shine... Belum ditemukan ya, gas? " Tanya Liandi memotong pernyataan bagaskara.

Lelaki itu menggeleng.

"Tapi, jejak terakhirnya, sidik jari terakhir ada di pintu gudang. Artinya dia yang terakhir kali keluar dari gudang"

"Harusnya kemungkinan besar dia selamat"

Mereka bahkan mencetak banyak berita berita online tentang kecelakaan lalu lintas disekitar daerah tersebut.

"Tapi, Li. Kalau kita nandain rumah rumah korban—"

Ia mengambil spidol merah dan menandai setiap rumah korban pembunuhan dengan titik dan garis.

"—ini sandi morse" Ucap Bagaskara.

"Gue lupa lagi apa apa aja artinya" Sesal Liandi sambil memukul meja.

Bagaskara memutar matanya malas. Ia menuliskan sandi morse tersebut di atas kertas dan memasukkannya ke dalam kantong. "Nanti dirumah aku selesaiin"

"Gue pulang dulu, jemuran dirumah belum diangkat" Ia mengambil tasnya dan beberapa kertas.

"Dih, kabur" Ejeknya dengan nada sinis.

"Heh, lo mau nyuci ulang baju gue?! "

"Idih, sempak barbie lu gue cuciin? Ogah" Sanggahnya sambil memasang tampang jijik.

Bagaskara yang tidak terima mengambil sebuah penghalus dan melemparkannya ke arah Liandi. "Anjing, Lo! " Umpatnya kesal.

"Lah, bener kan? Kancut lo motif barbie" Jawabnya tenang saat penghapus papan tulis mulai terbang ke arah dirinya.

Puk.

"AHAHAHA, MAMPUS KENA!! "

Bagaskara langsung keluar dari ruangan itu dan pergi memakai motornya sebelum Liandi sempat melemparkan kembali penghapus itu.

Habislah sudah wajah Liandi ditutupi oleh debut berwarna hitam dari residu papan tulis. Ia menatap pintu yang sudah tertutup dengan kesal.

"Dasar" Ucapnya dingin.

Ia berkacak pinggang dan menatap kearah berkas berkas yang berantakan itu dengan malas. Ia ingin langsung bertemu Alaia.

Namun, sadar akan tugasnya yang juga akan menguntungkan Alaia. Dirinya membuka satu demi satu berkas-berkas yang ada.

"Semuanya... Teman keluarga Andakara, ya? Bisa-bisa, Andakara nanti dianggap pembawa sial" Monolog Liandi.

Ia membuka satu demi satu berkas korban dan mendapati bahwa rumah mereka berdekatan.

Dengan spidol merah, ia memberi tanda silang pada setiap rumah yang terdapat korban di sana. Hingga...

"Ini.. "

Satu Yang Tersisa [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang