Tandain jika terdapat Typo^^
Don't Forget to Like & Komen serta Follow sebagai dukungan untuk penulis
Happy Reading---
Suara dering telepon yang tak kunjung berhenti membuat pemiliknya bangun dengan malas. "Ngapain Lian nelpon malem-malem..?" tanyanya cukup kesal.
"Angkat, enggak..?," Ia mendengus kesal dan mengangkat telepon tersebut. "Kenapa, Kak?"
"Lo masih bangun, Tharey?"
"Enggak, udah tidur.., ya iya masih bangun atuh! Cepetan, mau ngomong naon sia?!" Ia lumayan kesal lantaran seharian ini sibuk mengurus ini dan itu, belum lagi ia harus mengurus usaha kecil-kecilannya yang terbengkalai begitu saja karna masalah belakangan ini.
"Sorry. Anu, gue mau nanya, kalau semisal... Gue masukin satu orang lagi dalam penyelidikan... Boleh?" Nadanya sedikit ragu namun tidak berniat berhenti.
Altharey terdiam sejenak. Jarinya mengetuk-ketuk dahi seraya berpikir. "Terserah aja sih, Kak."
Mendengarnya, Liandi mengangguk diseberang sana dan langsung mematikan telepon. "Gimana? Udah seneng 'kan Lo?," Yup, siapa lagi kalau buka Askara yang senantiasa menemaninya.
"Gue... Masih gak bisa mikir jernih... Siapa lagi 'cahaya' selain mereka berdua?" Askara menghela nafas mendengar keluhan temannya itu. Ia menepuk pundak lelaki itu dan menatapnya lurus. Mata mereka saling bertemu.
Ia menggeleng. Dan tangannya membentuk simbol T yang menyuruhnya untuk berhenti. "Besok... Kita lanjutin besok..."
Liandi mengangguk pasrah, ia meninggalkan ruangannya dan mematikan lampu. "Pulpen gue.... Biarin aja deh".
Brak!
Pintu kantor tertutup rapat. Gelap dan lembab. Tanpa adanya pencahayaan.
"Penanya cantik~"
Mobil kedua lelaki itu meninggalkan garasi dan mulai kembali ke rumah masing-masing. Liandi mengetuk-ketuk stir dengan lima kerutan di dahinya.
Perasaannya semakin tidak nyaman. Terlebih setelah membawa Pena kedalam misi penyelidikan mereka.
---
Alaia terbangun di kamar Angkasa. Tanpa ia sadari, ia tertidur di kamar Angkasa malam tadi. Ia tak mendapati keberadaan batang hidung Angkasa sejauh mata memandang.
Lelaki dengan manik indigo itu entah kemana.
"Sa..? Angkasa...?" Panggilnya. Ia bangkit dari tempat tidur dari mencari ke segala penjuru ruangan. Suara air dari dalam kamar mandi menjadi penenang yang berarti Angkasa ada di dalam sana.
Ia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit ruangan dengan hampa. "Angkasa, mandinya jangan lama-lama," pekiknya dari luar kamar mandi.
Tak ada tanggapan.
Suara air keran tidak kunjung berhenti bahkan setelah 15 menit berlalu. Ia mengetuk pintu kamar mandi.
"Angkasa..?"
Krieeet.
Pintu kamar mandi menampakkan wajah Angkasa dengan kepala yang masih ditutupi shampo.
"Aon??"
"Ah, enggak, manggil aja. Kalau udah, turun buat sarapan nanti yak"
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Yang Tersisa [TAHAP REVISI]
غموض / إثارة"Kenapa Tuhan, kenapa? HAMBA CUMA PENGEN BAHAGIA, TUHAN!!"-Alaia "Maafin gue, gue gak bisa jaga kalian"-Shine "Aku titip matahari kita ya??"-Liandi. ---- Alaia, gadis biasa dengan kehidupan normalnya. Ya, setidaknya sampai teror belati merah menimpa...