Kebenaran Yang Pahit

11 3 1
                                    

Tandain jika terdapat Typo^^

Don't Forget to Like & Komen serta Follow sebagai dukungan untuk penulis 
Happy Reading

---

Suasana kembali hening disaat Mata keduanya hanya saling bertatapan tanpa berniat membuka pembicaraan.

Tatapan mata yang seakan menyiratkan kekecewaan terbit di wajah sang gadis.

"Kenapa... "

"Kenapa kau tega melakukan ini.. " Ia menunduk, air mata mengalir tanpa perizinan dari sang empu.

Sebuah kekehan kecil terbit, ia mengangkat dagu gadis itu sambil meneliti setiap sudut wajahnya.

"Kenapa? Aya nanya 'kenapa'??"

Langkah kaki mendekat menampakkan Bunga yang kini membawa sebuah buku besar yang tampaknya berisi lembaran lembaran kertas penting.

"Tepatnya bukan kenapa, namun, bagaimana" Senyuman yang tak kunjung luntur itu membuat Alaia semakin bertanya-tanya.

"Bagaimana bisa, Ibu yang kita kira menyayangi kita... Ternyata adalah ja**ng yang bermain dengan iparnya sendiri" Tuturnya datar.

Alaia nyaris tak bisa bernapas ketika kakaknya —yang terkenal paling menyayangi Ibunya— menyebut ibu mereka sebagai ja**ng.

"Kau—"

Dia tersenyum, "Tampaknya... Kalian sudah menemukan berkas sialan itu ya? Aya gak kaget keliatannya" Tebaknya yang langsung membuat Alaia diam.

Ia menghela nafas.

"Saudara kit— maksudnya, para bocah itu bukanlah saudara kita... Ya.., Artinya saudara kita sih... " Alaia mengernyit.

Ia membuka mulutnya, "Gak ada 'Kita', Kak. Aku bukan saudaramu juga" Pernyataan itu sontak membuat lelaki itu tergelak. Ia memegangi perutnya sambil mengusap air mata.

"Hahahaha, aku harap juga begitu! " Ucapnya dengan diakhiri kalimat tajam sambil menatap Alaia dingin. "Aku harap juga kau bukan saudaraku, Aya.. "

Ia mengelus rahang halus milik Alaia dan mengusap pipinya dengan ibu jarinya. "Wajah secantik ini pasti akan jadi milikku jika begitu.. " Alaia tersentak ketika tangan Kakaknya mulai menelusuri lehernya.

"Aya tau kan... " Ia mengambil buku itu dan menunjukkan halaman pertama.

Akte kelahiran Alaia ada disana.

"Apa yang—"

Tatapan mata yang awalnya menyiratkan kehangatan berubah menjadi tatapan dingin. "—milikmu yang hilang. Aku membenci benda ini" Ucapnya sambil menggenggam kertas itu kuat sampai bagian atasnya lecek.

Alaia dapat membacanya dengan jelas.

Alaia Askara Indikara, putri dari Llyore Arunika Andakara.

Tunggu, jadi dia bukan se-ayah dengan Al dan lainnya?.

"Aku tidak pernah berencana membunuh semuanya.. " Ucapnya dengan nada datar dan tajam. Alaia mendongakkan kepala saat lelaki itu beralih mengeluarkan se lembaran kertas.

Kartu keluarga.

Ia menghela nafas kasar, "Ya.. Paling tidak menyisakan kau dan Arton, tapi.."

Lelaki itu mengambil korek dari saku celananya dan mulai memencet pemantik itu. "Melihat benda ini.. Aku merasa kesal. Aku tidak mau disamakan dengan para anak haram itu, " Ia membakar kertas tersebut.

"Kenapa.. Xavier.. Tapi, mereka tetap saudara—"

"MEREKA BUKAN SAUDARAKU!! " Teriakan itu sontak membuat Alaia bungkam. Kakaknya yang dikenal kasih sayangnya kepada adik-adiknya bisa berbicara seperti itu.

Satu Yang Tersisa [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang