Dia Datang ?

54 34 3
                                    

Tandain jika terdapat Typo^^

Don't Forget to Like & Komen serta Follow sebagai dukungan untuk penulis 
Happy Reading

---

Gadis itu kini telah selamat dari maut, wajahnya tampak khawatir ketika Liandi masuk dan terus mendampinginya. Liandi menyadari keanehan tersebut namun ia belum berani bertanya tentang apa yang terjadi.

"... Al"

"? " Alis Liandi terangkat satu mendengar lirihan gadis-nya. Ia menggenggam tangan Alaia dan mengelus punggung tangannya dengan jari. "Altharey? Dia gak pa-pa kok, aku udah ngirim temen kesana untuk menemaninya" Bohong.

Liandi memang mengirim temannya ke rumah Andakara, namun bukan untuk menemani melainkan membawa Altharey, yang terbaring lemas di lantai, ke rumah sakit.

Apakah kondisi Altharey baik-baik saja?.

Tidak, lelaki itu krisis dengan 3 luka tusuk di tubuhnya. Beruntung temannya sampai tepat waktu, mungkin kalau terlambat sepersekian menit, Altharey sudah berpindah alam.

Liandi berusaha tersenyum lembut di depan gadis-nya seakan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Tidak sampai telepon kedua berbunyi.

Ia terus menerus denial panggilan-panggilan yang masuk. Meski begitu, nomor itu terus berusaha menelponnya.

Akhirnya ia menghela nafas dan mengangkat telepon.

"Kenapa? " Tanyanya dengan nada dingin.

Alaia memperhatikan dari kejauhan, bahu kokoh lelaki itu seakan menopang semua kesusahannya dan membuatnya ringan seperti terbang.

Ia berusaha menggapai namun selang infus menghalanginya.

Ketika lelaki itu berbalik dan menatap dirinya dengan ujung matanya, ia tersenyum tipis. Alaia masih memilih diam.

Kejadian semalam masih seakan mimpi. Melihat adiknya yang selama ini ia rindukan dan menjadi sesalnya, ditembak mati didepannya oleh orang aneh yang menculiknya.

Piano kakaknya langsung dilelehi oleh darah hangat membuatnya berteriak kencang.

Ingatan itu, ia tak mau mengingatnya lagi.

"Kamu.. Gimana kondisinya?,"

"B-baik, kok" Karena terlalu terhanyut dalam pikirannya, ia tak sadar Liandi sudah selesai dan menghampirinya. Liandi tersenyum kikuk dan duduk di tepian ranjang.

Ia menghela nafas panjang sambil menggenggam tangan Alaia. "... Kalau kita pindah rumah sakit aja gimana? ". Tangan Liandi mempererat genggamannya.

Alaia ingin menjawab namun ia urungkan, " K-kenapa memangnya? Disini kenapa?. " Ia membalasnya dengan pertanyaan.

Liandi tampak kebingungan namun ekpresi hangatnya kembali. Ia menggeleng sambil berkata lirih. "Altharey bilang, pindah dari sini. K-karena Altharey mau kamu dirawat ditempat lain" Liandi menutupi pemilihan katanya yang tidak logis. Ia meringis di dalam hati.

Mendengar teriakan Altharey dari telepon itu yang menyuruh mereka pindah dari rumah sakit itu membuatnya bimbang. Apa maksud Altharey? Batinnya.

Namun, ia mau tak mau mengikutinya karena paksaan dari Altharey.

"Kalau.. Kalau kerumah aja gimana? Aku pengen tidur dirumah aja.. "

Liandi berpikir sejenak kemudian berkata, "Yaudah.., kita kerumah ya" Ucapnya dengan nada lembut.

Mereka pun mengurus administrasi dan beruntung dokter memperbolehkan mereka. Liandi menggendong tubuh Alaia dengan perlahan. Barang-barang Alaia belum begitu banyak karena belum sampai satu hari mereka berada disana, sehingga memudahkan Liandi untuk membawanya.

Satu Yang Tersisa [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang