Disekap

35 19 0
                                    

Tandain jika terdapat Typo^^

Don't Forget to Like & Komen serta Follow sebagai dukungan untuk penulis 
Happy Reading

---

"WOY!! GAK LUCU!!. " teriakan Liandi menggema di ruangan hampa tersebut. Lebih tepatnya ruangan gelap yang mana tak ada cahaya apapun yang masuk.

Kepalanya masih terasa nyut-nyutan, apalagi ketika ia berusaha menoleh, rasa sakit akibat pukulan itu masih terasa begitu pekat disana.

Ia terbangun di ruangan gelap ini dengan tangan yang terikat entah pada benda apa, yang pasti, tempat itu bukanlah sekedar ruang kosong semata. Ia dapat merasakan kerikil kecil pada kakinya.

Sepatunya gak tau kemana.

"Shhh, berisik... "

Liandi menoleh, "Ack.. " Sebuah rintisan terdengar saat seseorang mencekek leher Liandi dari belakang. "L-lepas, sialan"

Bukannya melepaskan, tangan itu semakin gencar mencekiknya bahkan menambahkan satu tangan lagi agar semakin kuat. "G-gar.. Lepas.. " Terdengar jelas nada kesakitan dalam kalimat itu.

"Kau yakin pelakunya dia? Xavier? " Saat itu, Liandi sedang meminta bantuan Bunga agar menemani Alaia sementara ia menangkap dalang dari semua ini. "Yakin, di catetan Bara juga menunjukkan itu. "

"Tapi, kalau semisal bukan dia gimana?, lo tau kan Xavier udah meninggal—"

"—Tapi, mayatnya hilang, Bunga" Bunga terdiam di seberang sana kemudian berdeham kecil. "Baiklah, aku akan nemenin Alaia. Tapi, kau juga harus kembali".

Liandi kembali memutar memori saat ia sudah 100% yakin bahwa itu adalah Xavier. Pelakunya Xavier. Meski tidak ada bukti konkret yang menunjukkan hal itu, namun, dari semua clue ini, merujuk pada Xavier.

"Kenapa, Li? Kok diem? Ayo dong panggil terus Gara, Gara, Gara. KAN LU TADI LIAT KALAU GUE GARA!! " ia tau bahwa wajah itu adalah wajah Gara. Tapi, ia tidak yakin bahwa suara ini juga milik Gara.

Melihat bahwa Liandi terdiam, lelaki itu langsung meninju tepat di leher Liandi membuatnya menggerang kesakitan. "ARGH! "

Ia tertawa puas. Penglihatannya yang bagus pada gelap begitu membantu aksinya selama ini. Tentu tidak sendiri.

"Kamu pasti nanya kan, 'Kok bisa Gara? Bukannya semua merujuk pada orang 'itu'? ".Lampu dinyalakan dan mata Liandi terbelalak.

Ia langsung berontak dari ikatannya, "LEPASIN, ANJIN*. JANGAN BERANI-BERANI LU NYENTUH CEWEK GUE!! " Liandi naik pitam ketika melihat Alaia yang juga sedang disekap. Perempuan itu tak sadarkan diri dengan Bunga di sampingnya menyeringai.

"Hehe, sorry, Li. Tapi, gue gak bisa biarin pacar gue ketahuan~" Mata Liandi tertuju pada tangan Bunga yang sedang menodongkan belati di leher Alaia. "Well... " Liandi langsung menoleh ketika lelaki itu kembali bersuara.

Lelaki dengan topeng rubah diwajahnya itu tersenyum meremehkan. "... Tebakan Lo gak sepenuhnya salah kok, "

Liandi menggertak giginya ketika ia menangkap tangan Bunga yang semakin menekan belati itu membuat darah segar mulai mengalir. "WOY!! Jangan macem-macem lu sama dia!! " Ia terperanjat ketika mendengar teriakan dari pacarnya. Bunga menunduk kecil sambil melempar belati merah itu sembarangan.

Apa apaan ini?

"Gue emang mau bunuh semua yang bersangkutan dengan keluarga Andakara, tapi yang satu itu, Jangan berani lo sakitin dia, Bunga" Bunga mengangguk cepat. Ia langsung menghampiri lelaki itu dan memohon di depannya.

Satu Yang Tersisa [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang