Shine Melodius Andakara

51 37 4
                                    

Tandain jika terdapat Typo^^

Don't Forget to Like & Komen serta Follow sebagai dukungan untuk penulis 
Happy Reading

---

Liandi beranjak dari rumah temannya tak lama setelah Alaia pergi bersama Altharey.

Pikirannya kacau balau. Ia mengerjapkan matanya berkali kali menahan rasa pusing di pelipisnya.

Lelaki itu tidak menuju ke rumahnya. Ia ingin memastikan sesuatu yang menjadi sumber utama dari kebingungannya saat ini. Sepanjang hari ini.

"Aku harus mengeceknya"

Ia sampai di halaman sekolah yang sudah mulai dibangun kembali. Ia berdiri menghadapnya dengan tatapan nanar.

Suara teriakan korban seakan terdengar sampai ke telinganya membuat bulu kuduk merinding.

Sekolah yang seharusnya menjadi tempat anak anak berteman dan menimba ilmu, justru menjadi tempat terakhir mereka dan merengut nyawa mereka.

4 hari yang lalu, semua korban. 1368 mayat ditemukan dalam kurang lebih satu minggu.

Ia melangkah masuk diantara puing-puing dan kerangka gedung yang mulai dibangun kembali itu.

Liandi menelusuri tempat itu.

Tuk. Tuk. Tuk

Suara besi yang bertabrakan satu sama lain membuatnya langsung berbalik badan. Ia tak mendapati seorang pun kecuali dirinya.

"Kau datang juga akhirnya"

Suara itu mengejutkannya. Seorang lelaki tampak melompat dari atas dan mendarat dengan sempurna.

Ditangannya terdapat belati merah. Semerah darah.

"Siapa kau?! "

"Menurutmu siapa? "

Deg.

Suara yang familiar itu membuat Liandi menautkan alisnya. Ia mengambil pistol dari saku bajunya.

"Kau... Pembunuh yang selama ini berkeliaran?! " Teriaknya dengan emosional.

Suara kekehan orang itu membuatnya semakin marah. Apakah selama ini hal itu lucu?! Tangisan keluarga yang ditinggalkan lucu?! Kematian orang orang lucu gitu??

"APA YANG LUCU HAH??! "

"Apa yang lucu?? Hm... Let me guess"

Kesabaran Liandi semakin menipis mendengar jawaban ringan dari orang itu.

Suaranya begitu berat dan tajam. Seorang Liandi pun merinding dibuatnya.

"Bisa dibilang bahwa itu lucu karena kalian mencari cari sesuatu yang sebenarnya ada di depan mata" Ia semakin memprovokasi lelaki itu.

Liandi menggertakkan giginya. Ia mendekat berusaha melihat siapa dalang atau pelaku dibaliknya.

"Namun aku bukan sang kepala... Kak Liandi" Suara itu berubah menjadi familiar di telinganya. ia berhenti ketika lelaji didepannya berjalan maju.

"... Shine?! "

Shine tersenyum dibalik deraian air matanya. Ia mengangkat tangannya ke depan yang berisi sebuah merah yang bertuliskan nama dari 'kepala' yang ia maksud.

"K-kenapa kau melakukan ini? " Liandi menurunkan pistol miliknya dan mendekat.

Shine yang diam membuatnya geram. Ia mengguncang bahu Shine dengan mata berkaca-kaca.

"JAWAB AKU SHINE! KENAPA KAU MELAKUKAN INI?! "

Shine menatap Liandi sendu. Ia mencengkram dadanya seakan tempat itu begitu sakit.

Satu Yang Tersisa [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang