Tandain jika terdapat Typo^^
Don't Forget to Like & Komen serta Follow sebagai dukungan untuk penulis
Happy Reading---
Setelah berhasil mengusir tiga lintah darat itu, mereka menghampiri panggilan dari salah satu adiknya di dalam. "Ada apa, Shine?" Selain Shine, adiknya—setelah Altharey—yang memiliki suara hanyalah Shine seorang.
"Ang-angkasa.." ia seperti berusaha menjelaskan sesuatu namun tidak sanggup membuka mulutnya.
"Kami sudah tau, sebelum semuanya terungkap, jauhi dulu Angkasa ya?" Pinta Gara dengan nada memohon. Saat ini, Angkasa masihlah menjadi suspisious dari pembunuhan ini.
Walau mereka belum tau apa motifnya, mereka tetap harus waspada 'kan??.
"A-aku mau ke kamar dulu" Bohong jika Alaia berkata seperti itu. Ia satu-satunya yang tak melihat rekaman serta para barang bukti di TKP maupun di rumah sakit. Ia masih berusaha memercayai adiknya.
Karena hanya mereka yang ia punya.
Tok tok tok
"Ini Kak Aya, Sa. Kakak masuk ya" bisiknya dari balik pintu. Ia takut Gara akan mendengar dan melarangnya.
Di tangan Alaia sudah terdapat sebuah makanan ringan berwarna oranye. Ia membawa hanya untuk menghibur dirinya dan adiknya semata.
"Hm.." sahut seseorang dari dalam.
"Sa..., " ia menatap nanar ketika melihat kamar sang adik. Pecahan kaca, darah, bahkan baju baju keluar dari tempatnya yaitu lemari.
Ia menghiraukan itu semua dan mencoba mendekati Angkasa.
"Jangan Kak, aku tidak mau menyakitimu" isyaratnya yang mampu dimengerti Alaia.
"Makan Ciki yuk??" Alaia masih berusaha mencairkan suasana. Pintu ia tutup agar hanya terdapat dirinya dan Angkasa di dalam kamar.
Angkasa tampak lusuh, matanya sembab dan bibirnya berdarah. Beberapa bagian di wajahnya juga memiliki lebam yang tak dapat dijelaskan dari mana asalnya.
"Kenapa ini, Sa?"
"Ke entok" ucapnya dengan parau.
"Kok bisa sampe banyak begini" Karena curiga, ia menyikap seluruh lengan Angkasa yang ditutupi oleh helaian kain.
"Apa ini?!" Pekiknya saat melihat banyaknya luka lebam yang tak mungkin dihasilkan hanya berasal dari 'kepentok'.
Angkasa memilih diam. "Sa, ayo respon. Ini siapa yang ngelakuin?," pinta Alaia.
Mata mereka saling beradu. Sedetik kemudian, Angkasa menggeleng dengan wajah yang dipalingkan. Ia tak mungkin mengatakan bahwa itu akibat dari Kakak ke empatnya kan?.
Alaia menghela nafas cemas menanggapi respon dari Angkasa yang tak membantu. Ia mengambil Ciki dan membukanya. Alaia makan dengan kesal dan dengan kasar memasukkan Ciki pula ke mulut Angkasa.
"Awas aja kalau sampai tetiba bunuh diri, gue gorok!!" Alaia mengancam Angkasa. Bukan karena tanpa sebab. Namun, ia takut adiknya akan mengambil jalan yang salah.
"Iy" jawabnya singkat.
Keheningan melanda mereka berdua. "Inget gak sih, dulu Kak Xavier sering buru-buru ngobatin kamu, takut ketahuan sama aku" tanya Alaia membuka topik.
"Iya"
"Waktu itu aku langsung marahin kalian berdua.... Sekarang rasanya tenang banget ya?"
"Iya" Lagi-lagi, jawaban singkat itu yang terlontar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Yang Tersisa [TAHAP REVISI]
Misteri / Thriller"Kenapa Tuhan, kenapa? HAMBA CUMA PENGEN BAHAGIA, TUHAN!!"-Alaia "Maafin gue, gue gak bisa jaga kalian"-Shine "Aku titip matahari kita ya??"-Liandi. ---- Alaia, gadis biasa dengan kehidupan normalnya. Ya, setidaknya sampai teror belati merah menimpa...