28. Fight

41 7 0
                                    

"Kamu ini bisa apa sih selain melihara sifat sombongmu itu, Bodoh? Cih!"

Diakhiri dengan decihan oleh Arkatama Bravaska, pria tua yang masih semangat menelan mentah-mentah musuh-musuhnya.

Reimon diam saja dalam posisi menunduk, berdiri di hadapan ayah mertuanya yang tengah duduk di meja kerja. Kedua tangannya tergenggam dengan sejajar. Ia sedari tadi diam saja berusaha sabar mendengar segala jenis makian pria itu, biasa.

"Apa hasilnya setelah bertahun-tahun melarang saya ikut campur?" tanyanya lagi. Kerutan di sekitar area matanya tak membuat wibawa itu ikut hilang. Masih sama, sama luar biasa hebatnya.

"Apa Reimon Calief? Jangan diam saja! Kamu pikir saya patung terprogram untuk bisa bicara apa bagaimana?"

"Sorry, Pi." Hanya sebatas kata maaf yang bisa lisannya keluarkan.

Arkatama menghela napasnya berat, ia sudah berumur. Mau segesit atau secerdas apapun strategi yang ia miliki, namun menghadapi klan Seymour tak semudah membalikkan telapak tangan. Dari dulu ia sudah perjuangkan itu, namun menantunya yang bodoh ini kerap kali menghentikannya.

"Kamu tau jelas apa dampaknya, Nak. Dari dulu Papi sudah katakan itu, 'kan? Sekarang? Tidak ada jalan lain, mau maju atau mundur tetap saja nyawa akan menghilang. Kamu mau biarkan darah keturunanku yang menjadi korban selanjutnya?"

Reimon menggeleng.

"Sudahlah, kita memang harus segera atur siasat. Biarkan cucuku bersenang-senang saat ini, jangan ganggu dia. Kamu cukup jaga Irel dari jarak jauh. Biarkan dia mau seperti apa, kita hanya perlu menghancurkan Seymour dalam diam."

"Iya, Pi."

"Kamu harus sadar, Nak. Irel lebih keras daripada batu. Menghentikan kemauannya sama saja menghantarkan nyawanya pada kematian. Fasilitasi dia tanpa batas dan jangan ikut campur urusannya."

"Iya, Pi."

Berakhir suara keras akibat Arkatama melempar beberapa bolpoin yang berada di atas mejanya ke wajah sang menantu dengan cepat.

"Apa?" tantangnya dengan wajah sengak saat wajah si Calief itu terlihat nampak tak terima. "Mau membalas?"

Reimon terpaksa menggeleng lagi sebagai perwujudan dari pasrah yang sebenarnya, kalau tidak mengingat pria tua itu ayah dari sang istri tercinta mungkin sudah ia cekik dari tadi lehernya hingga mati.

"Iya-iya saja jawabanmu dari tadi. Otakmu itu bodoh, tidak berguna, seperti mengerti saja apa yang saya ucapkan," makinya.

"Maaf, Pi."

"Sudahlah! Sekarang kamu selidiki keturunan Seymour. Papi pernah sabotase data perusahaannya dan tidak sengaja menemukan suatu perjanjian mengenai pernikahan kontrak. Setidaknya dia pasti punya garis keturunan hingga sekarang."

"Bukannya dia tidak menikah ya?"

"Reimon setidaknya kamu memiliki niat untuk kembali menyekolahkan otak matimu itu! Info sekecil ini pun tidak boleh dianggap enteng dasar bodoh!"

"Mati saja kamu!" maki Arkatama lagi. Pria itu menghela napasnya berat, berusaha kendalikan dirinya sendiri agar tak membenturkan kepala menantunya ke tembok.

Sedari tadi diam dan mengalah saja, membuat Reimon juga ikut menghela napas kasar. Tak lama suara pesan masuk dari ponselnya menginterupsi ruangan yang hening. Pria dua anak itu langsung segera mengeceknya hingga per sekon kemudian kerutan di dahi dan bahasa tubuhnya yang dramatis mengambil alih perhatian sang mertua.

"Ada apa?"

"Dapat!" seru pria itu.

"Ya dapat apa bodoh?" Arkatama sudah kesal dibuatnya.

BAD ROMANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang