19. Kerikil Bernyawa

39 3 0
                                    

"Ada satu hal yang perlu lo pelajari lagi setelah ini."

Suara tongkat baseball yang terbuat dari besi itu menggema di auditorium yang kosong. Sengaja menyeretnya bersamaan kedua kakinya sejajar dengan tubuh pemuda yang tergeletak di lantai. Suasana semakin mencekam, sekitar lima belas pria dengan tubuh kekar di dalam ruangan hanya menunduk diam mengabaikan dengan posisi menyebar di sekitar ruangan.

"Banyak uang belum tentu punya kuasa. Di lingkungan gue, duit yang lo punya gak ada gunanya," sambungnya. Sudut bibirnya terangkat membentuk kurva kecil yang membuat siapa saja merinding. Termasuk pemuda di bawah kakinya ini sekarang, meringis, menangis, memohon, berteriak ketakutan.

"My goal is to kill you on that day."

"Dancing on your flowing blood."

"Laugh at your family's sadness."

Suara tongkat baseball itu semakin mengganggu pendengaran hingga tak berselang lama sudah menghantam kepala bagian samping pemuda itu sampai tubuhnya sedikit terhempas ke belakang. Darahnya tak terlalu banyak, sedikit saja, tak terlalu parah. Karena ia memang sengaja melakukannya.

"Maaf, maaf, maaf, REY! DEMI Tuhan gue minta maaf, ampun!"

Cowok itu kembali berteriak keras, membuat gema di auditorium yang kosong itu. Rey kembali menghampirinya, masih dengan menyeret tongkat tersebut. Suara tegukan air liur, napas memburu, Rey mendengar semuanya. Detak jantung yang terdengar abnormal membuat gadis itu terkekeh geli.

"Lo gue diemin bukannya berhenti malah asik betul mukulin gue kemaren. Gua bales sekarang malah mohon-mohon. Lucu lu begitu?"

"GU—GUE BAKAL LAPORIN LO KE POLISI!"

"HAHAHAHA!" Gadis itu tertawa terpingkal-pingkal sampai tongkat baseball di tangannya terjatuh. Sudut matanya berair, ia mengusapnya sembari menghentikan tawanya yang sudah membuat rahangnya kelelahan.

"Kemal, hei," panggilnya seraya mencengkram rahang pemuda itu, sedikit terlewat karena tangannya cukup kecil dari bentuk wajah si cowok. Tak lama ia hempaskan kembali hingga tertoleh ke samping kiri. "Lo mikir apa sih waktu ngancem gue begitu?"

Kembali terkekeh. Rey tak habis pikir dengan jalan pikir orang rendah seperti Kemal. Lagi-lagi sudut matanya basah karena terlalu banyak tertawa. Cewek itu duduk jongkok di hadapan Kemal, memperhatikan luka-luka pemuda itu yang sudah lebih dulu diberi pelajaran oleh anak buah suruhan si gadis.

"Lo tau? Kadang gue kesel sama kekuasaan yang gue punya. Gue bisa ngelakuin apa pun yang gue mau termasuk mukulin anak CEO Agnibrata. Seperti yang lu liat sekarang, ada 'kah gue ngerasa kesulitan?" Si gadis menggeleng sendiri lengkap dengan gelak tawanya yang kembali terdengar.

"Lo bahkan cuman keset kaki di lantai rumah gue, just info aja sih," timpalnya.

"Terus lo mau apa anjing!"

"Nyawa lo."

Kini Rey tertawa lagi dengan terbahak-bahak saat si cowok terdiam ketakutan. Perutnya sampai terasa keram karena lelah tertawa. Ia kini bahkan sampai terduduk di lantai dingin auditorium Wismagama.

"Gue udah minta maaf, Rey! Gue harus apa apalagi? Gu--gue—"

"Lo mukulin gue," selanya. "Di depan banyak orang lo dengan bangga nginjek badan gue. So, pelajaran apa yang pantes buat manusia rendah kek lo ini sekarang?"

Kemal semakin tersudut. Ia tak tau harus berbuat apalagi, rasa takut menyerang rongga dadanya. Peluh banyak sekali menetes bersamaan darah di tubuhnya yang perlahan mulai mengering.

"Gue Auriesta Azalea, itu yang perlu lo ingat sampai mati."

"Lo mau apa? Gue bakal kasih, demi Tuhan bakal gue kasih. Bokap gue bakalan kasih semua-"

BAD ROMANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang