40. Masalah Singkat

50 4 0
                                    

Setelah ia sampai di rumah sakit, Irel langsung disambut mba Maryam di sana bersama supir keluarga. Wanita paruh baya itu terlihat habis menangis, ia cukup khawatir melihatnya. Setelah berhasil ditenangkan kembali, Irel minta mereka kembali saja ke rumah dan dirinya yang akan gantikan untuk menjaga Rey. Tak berselang lama dari kepulangan mereka berdua, Irel sudah dihadapi oleh Dokter yang menangani gadis kecil itu.

Kini ia sudah duduk tepat di samping Rey yang terbaring lemas di ranjangnya. Menatapi wajahnya lengkap dengan cengiran khas yang menyebalkan.

"Gua 'kan gak tau kalau sampai harus masuk rumah sakit begini. Lagian serius amat sih lu pada anjirlah," keluh Rey.

Betul, gadis itu setelah siuman sudah kembali menyebalkan. Kata Dokter, Rey mengalami dispepsia atau singkatnya asam lambungnya kumat.

Memang Fairel tak akan mensyukuri hal tersebut, sebab asam lambung pun bisa cukup parah juga jika dibiarkan. Namun, mengingat kalimat yang ibunya ucapkan tadi kembali membuatnya berpikir. Ia pikir Rey kena serangan jantung atau hal yang mengerikan lainnya. Tanpa menghilangkan sedikit hormat, Irel memaki dalam hati bahwa ibunya begitu menyebalkan dan hiperbola.

"Gimana keadaan lo? Udah dipake belum otaknya?"

Kenapa sih nadanya bisa terdengar semenyebalkan itu? Dia marah atau gimana sih? Rey mengerucutkan bibirnya kesal, tak mau menjawab. Ia ikutan marah pokoknya.

Fairel menghela napas berat, "Jangan sakit lagi, ya? Please?"

APA SIH?! Ketimbang asal lambung doang padahal!

Rey mual lagi, kan?!

***

Sial ya? Betul. SIALAN. Pagi ini begitu kurang ajar dan bajingan. Auriesta usap sudut bibirnya yang terluka diiringi ringisan perih akibat tamparan seorang wanita yang beberapa kali pernah ia temui, seingatnya sih, Tiffany. Ia menatap kedua manik itu dengan tajam disertai dengusan menyebalkan. Ia hanya bisa membatin kesal di posisinya duduk yang terhalang beberapa meja panjang.

Gadis itu lagi-lagi mendengus, melempari mereka semua dengan tatapan muak. Ngomong-ngomong ia diseret ke ruangan rapat dilengkapi para pejabat Wismagama di sana yang ia ketahui berkumpul secara mendadak untuk membahas kelakuannya yang seperti binatang itu.

"Lagi-lagi kamu terus yang bikin ulah! Kalau terus begini mending saya cabut saham daripada harus menanggung malu!"

"Cabutlah sana! Gak guna juga mau ada lu atau enggak di Wismagama!" sahutnya sengak lagipula manusia gila duit kek dia gak mungkin berani tinggalkan Wismagama.

Tentunya keberanian Rey patut pula diacungi jempol, ini cewek mentalnya tebal juga. Biarpun jempol kakinya bergetar hebat pun ia masih mampu tatap wanita itu tak kalah tajam. Seolah siratkan permusuhan paling dalam. Seolah mengatakan 'gue gak takut sama lu anjing!'

"Gimana ini, Pak?" Wanita itu lebih memilih mencerca dengan pertanyaan lain pada kepala sekolah plontos yang duduk diam di kursi kebesarannya sembari mengurut tulang hidungnya, lelah. "Kalau terusan seperti ini Wismagama bisa saja hancur, bullying yang dilakukan Auriesta semakin hari semakin mengerikan. Orangtua murid pasti akan bertingkah untuk meminta keadilan!"

"Lo semua capek gak sih jadi gue?" keluh Rey tiba-tiba, "Capek gue dituduh gini tuh. Gue akuin kok biasanya emang gue, tapi kali ini asli dah bukan gua. Gue dari baru balik kemaren dari RS karena mau mati—"

"DIAM AURIESTA!"

—Tiba-tiba banget dituduh ngebully anak orang sampe telanjangin mereka segala, terus lagi ngubah mukanya sampe sejelek itu. Anjirlah, stop tuduh gue terus!"

Mentang-mentang dia sering buat onar enak banget mereka fitnah dirinya, najis.

"Bisa kamu buktikan?"

BAD ROMANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang