32. Sweet Night

42 4 0
                                    

Andalas itu pernah habis masa jayanya. Dari hancur, remuk, redam, bangkai, monster—pernah. Lalu kembali ke jaya lagi setelah ribuan pohon tumbang hantam perkumpulan remaja songong itu sampai sisa puing-puing dosa saja.

Tidak pernah Irel bayangkan kehancuran ini kembali tiba di masa kepemimpinannya. Pasti abangnya yang di dalam kubur itu sedang mentertawakan kesialannya sekarang.

Sebab marah ya? Tentu saja. Mendidik Andalas ini latihan dasar untuknya mengerti kehidupan rumah tangga di tahun-tahun selanjutnya, di masa depan yang akan datang. Terlalu curam, makanya ia perlu belajar dari jauh hari dengan menjadikan Andalas sebagai patokan sementara untuk kehidupannya.

Tapi kalau ditanya keadaan sekarang rasanya ia ingin menjadi orang tua bangsat saja, Andalas lebih seperti setan yang memang pada dasarnya tidak bisa dididik dengan cara apa pun. Terlalu tidak manusiawi bagi dirinya.

Seperti saat ini anak-anaknya sudah berkumpul dengan tubuh Jale yang sudah babak belur dihajar habis-habisan oleh anak buahnya yang lain. Irel sampai sesak napas sendiri melihat mereka yang layaknya seperti saudara tengah menghajar saudaranya yang lain. Dan bapaknya malah duduk diam seakan kehabisan kata.

"Udah begini lo semua mau apa lagi?" Irel coba buka suara setelah lama diam. Biarkan Jale yang merangkak mendekati kakinya hingga tak lama malah jatuh tak sadarkan diri.

"Nih manusia bangsat memang harus dimatiin dari dulu. Otaknya beneran udah kena, Rel," sahut seseorang. Sedikit mendesak dengan suara napas yang terdengar sedikit nyaring dari yang lain.

Bicara soal emosi lagi sebenarnya ia jauh lebih marah. Apalagi melihat Rey yang masih berusaha merapatkan jaket pada tubuh gadis yang masih tak sadarkan diri itu.

"Oke." Suasana makin tambah tegang saja. Terlebih raut wajah Irel yang masih terpampang datar sedari tadi. "Gua kasih kesempatan buat lo semua ngomong tanpa takut kena pukulan. Jujur aja, gak usah takut karena tekanan lain."

Ia hela napas ringan, "Siapa yang punya keluhan sama kayak Jale."

Hening.

"I think my sentence is clear ya? Jangan bikin gue nunggu."

Hening lagi.

"Diem aja lo semua, bisu apa gimana? Lo pada milih diem di ruang terbuka kek gini, entar gak lama pada ngumpul teriak gak terima. Lo semua sebenarnya mau apa sih dari gua?"

Irel meludah ke samping, ia cukup muak sudah dengan ini.

BUGH. Lino menendang kaki beberapa pemuda yang ikut bersama Jale tadi.

"Ngomong lo!" Diikuti Raka yang menarik jaket anggotanya yang lain.

Mereka berdua baru datang udah bikin onar aja, sok pula. Karena malas pun Irel biarkan.

"Loyo banget lo pada," desis Irel malas. "Udah gua kasih kesempatan loh? Mana keluhannya? Ada yang sama gak? Gua gak tuli gimana najisnya lo pada ngomongin gua, ngatain gua ketua gak becus."

Cowok itu terkekeh sarkas, "Mana nih jagoan kita? Giliran nikmatin duit kas buat mabuk, judi, main cewek segala macam cepat ya lo pada."

"Diem? Bubar ajalah Andalas."

"JANGAN!"

"IREL BANGSAT APAAN!?"

"NAJIS NGAMBEKAN!"

Irel abaikan gerutuan anak-anaknya yang manis itu, pilih alihkan perhatian pada sekeliling. "Mana Kin?"

"Katanya sih ke Bogor." Anggukan ia berikan.

"Beruntung lo pada gua lagi malas mukulin orang lagi. Balik Kin kita bahas lagi. Lo semua urus nih bocah," titahnya dan dituruti.

***

BAD ROMANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang