43. Hama

35 4 0
                                    

Dalam sejarah negara mana pun tentunya tetap ada elemen jahat yang menemani. Bak kiasan dasar yang menyertai, mengiringi tangis si buah hati. Lahir, hidup, mati pasti selalu ada yang mengiringi.

Zaman kian tumbuh namun bisikan tembok penghantar mulut ke mulut sudah layaknya petuah subuh. Bisikan halus perlahan merata, melingkupi dan melingkari puncak semesta.

"Mario Januarta Seymour sedang berada di puncak rantai kehidupan sekarang. Darah keturunannya ada di sekeliling kita selama ini, putra Calief."

Laju kendaraan dipacu dengan tak sabaran, sampai membuat pakaian hampir melayang. Fairel fokus pada satu titik tujuan menuju tikungan dan kemudian membuat motor slide disusul menggeser roda belakangnya agar bisa berbelok lebih cepat setelah berhasil ke luar dari tikungan dengan mulus. Maniknya yang tajam menggambarkan fokus akan syarat menuju kemenangan. Pemuda itu sedang tak berada di atas batas tubuhnya sendiri.

Fairel sungguh menggila.

Pandangannya memperluas untuk melihat potensi apa yang akan datang dari kanan, kiri, depan, dan arah lain. Sesekali juga melihat spion untuk sedikit banyaknya bisa memprediksi haluan kendaraan lawan yang masih berusaha menyusul laju kendaraannya.

Tak berselang lama ujung tombaknya ditemukan. Pemuda itu menggantung kaki saat mengerem hingga menyebabkan gesekan besar dengan aspal dan keausan pada sepatu miliknya. Irel turun sembari melempar helm di tangannya dan disambut cepat oleh kedua tangan Raka.

"Udah 'kan? Please udah anjing! Lo bolak-balik nantang anak-anak balapan dari tadi sore apa enggak capek? Jangan gila sendiri, Rel, ajak kita-kita juga gak masalah," ujar Lino gusar.

Kekhawatirannya buat anak Andalas jadi parno sendiri lihat Fairel dari sore tadi nantangin mereka balapan tanpa henti. Lawannya sih berganti-ganti sementara Fairel memang benar-benar nge-push dirinya sendiri di arena sampai yang lihat pun gak bisa kasih komentar apa-apa selain diam dan menurut saat ditantang sang ketua. 

"Mana Kin?" tanya Fairel. Meraih kotak rokok yang berada di kantong jaket Lino, kemudian beri isyarat tanpa keluar suara. Seolah paham, cowok itu langsung merogoh kantong celananya untuk carikan korek.

"Gak paham anjing gue sama si kontol itu. Dia ikutan acara lelangan mulu lama-lama rumahnya penuh juga sama barang rongsokan! Dalam sebulan ada kali sepuluh kalian dia berangkat."

Irel terkekeh, paham akan hobi Kin mengoleksi barang antik. Padahal jika diteliti pun barang yang dia dapat enggak se wah seperti yang ada di otaknya.

"Lelang di mana memangnya dia?"

"Vietnam sana, Cok," sahut Raka.

Suasana mendadak hening, hanya suara sesapan bibir Irel pada nikotin yang menjerat jari-jarinya. Dingin malam agaknya semakin menjadi saja sampai sebuah pernyataan dari mulut  sang leader butakan suhu udara.

"Rey keponakannya Seymour."

WHAT?

"Mario Januarta Seymour," ujarnya mengingat-ingat nama asli mafia kakap yang sudah menghabisi keluarganya.

"KACAU!"

Fairel mendengus kecil melihat reaksi kedua temannya, cowok itu kemudian memilih merapatkan jaket di badannya untuk setidaknya bisa sedikit menghalau udara yang terasa mencekik lehernya.

"Abang gue bukan cuman kecanduan narkoba tapi juga ditembak mati sama mereka." Ada helaan napas panjang di sana, buat dua sang karib segera tutup mulut dari keterkejutan mereka, canggung.

"Gak usah dilanjut juga gak papa, Rel." Fairel justru menggeleng pelan, tersenyum tipis, "Lo berdua juga perlu tau."

Ada kekehan kecil terdengar menyapu gendang telinga, seolah terdengar ikhlas alih-alih marah. Namun jika didengar secara teliti, ada kekecewaan yang terpaksa ditelan jauh ke dalam ingatan. Dikubur agar tak kelihatan.

BAD ROMANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang