Bab 7

29 5 0
                                    

"Hallo warga kampung Lima." Sapa Kompol Beto kepada warga kampung Lima yang datang di transaksi narkoba antara warga kampung Lima yang dipimpin oleh Budi dengan warga kampung Tiga yang dipimpin oleh Tezi. Warga kampung Tiga dibiarkan kabur oleh Kompol Beto dan warga kampung Lima ditangkap oleh Kompol Beto kecuali Budi yang berhasil melarikan diri. Mengapa warga kampung Tiga tidak ditangkap? Karena kampung Tiga berada di seberang dan bukan merupakan wilayah kekuasaan Kompol Beto.

Budi yang berhasil melarikan diri dari Kompol Beto mengutuk tindakan sialan yang dilakukan oleh Kompol Beto. Ia berniat untuk balas dendam pada Kompol Beto yang telah membuat hidupnya dan saudaranya menjadi rusak. Namun, bu Mira tak menyalahkan Kompol Beto atas apa yang terjadi. Ia memperingatkan kepada Budi bahwa kacaunya kehidupannya dan Boy adalah karena ulah mereka sendiri yang mulai berbisnis narkoba. Ini adalah kali pertama bu Mira buka suara di kampung setelah kematian pak Mono. Hal itu harusnya menjadi bahan introspeksi bagi Budi. Namun, ia tak menghormati bu Mira sedikitpun. Bahkan, ia tak pernah menghormati pak Mono dan tetap melakukan perdagangan narkoba meskipun waktu itu Boy ditangkap.

"Semoga kau tidak menyesal dengan keputusanmu nak Budi." Ujar bu Mira mengingatkan.

"Jangan urusin hidup kami bu. Kami membiarkanmu tetap disini karena kau adalah istri dari ketua RT yang telah memberikan banyak kebaikan pada kami." Jawab Budi.

~~~

AKP Remon yang di mutasi ke pelosok desa tiba-tiba melepas jabatannya sebagai kepala kepolisian desa. Ia bahkan melepas status kepolisiannya dan menghilang setelah itu. Kompol Beto yang mendapatkan kabar itu meminta anak buahnya untuk menyelidiki menghilangnya AKP Remon. Sementara itu, ia masih ingin berurusan dengan geng narkoba di wilayahnya. Kali ini bukan hanya warga Kampung Lima, tapi mafia besar yang sempat menjadi incaran AKP Remon, Joe Law.

Tujuan Kompol Beto tidak untuk menangkap Joe Law ataupun merusak bisnisnya, ia hanya ingin memberikan ruang agar Joe Law bisa bebas berdagang narkoba di Indonesia dengan memberikannya bayaran yang besar untuk memastikan keamanan barang dan geng Joe Law. Kompol Beto pun melepaskan para warga kampung Lima yang merupakan anak buah Boy yang ditangkap bersamanya dan yang baru ditangkap. Mereka semua dibebaskan dengan syarat mereka harus menjadi kurir narkoba yang bekerja langsung untuknya untuk mengedarkan barang haram milik Joe Law kepada para pecandu narkoba. Melalui kekuatan jabatannya juga, Kompol Beto melobi klub malam untuk membeli narkoba milik Joe Law dan mengedarkannya kepada semua pelanggan klub malam. Kompol Beto menjamin keamanan para pemilik klub malam karena ia menjabat sebagai kepala kepolisian di kota.

"Semua aman di tanganku." Ujar Kompol Beto meyakinkan para pemilik klub malam.

"Kami memegang janjimu pak." Jawab Jojo, salah satu pemilik klub malam.

Sementara Kompol Beto melebarkan sayap bisnis narkoba milik Joe Law demi keuntungan pribadinya, Budi yang berniat membalas dendam pada Kompol Beto memanfaatkan kesempatan dengan bergabung sebagai anggota sebuah klub malam milik Jojo dan menyamar sebagai salah satu kurir narkoba. Sayangnya, Budi terlihat oleh anak buah saudaranya yang telah bekerja untuk Kompol Beto. Budi merasa kecewa melihat 7 orang temannya yang sebelumnya ditangkap Kompol Beto bersama Boy dan saat melakukan transaksi bersamanya malah menjadi penghianat dan bekerja pada Kompol Beto.

"Kenapa kalian melakukan ini?" Tanya Budi.

"Kami mengikutimu dan Boy karena kami butuh uang. Namun, yang kami dapatkan adalah gelar tahanan. Kami butuh uang dan Kompol Beto memberikan kami uang yang bahkan tidak pernah kami dapat dari berbisnis bersama kalian." Jawab Coki, salah satu warga kampung Lima yang berkhianat.

"Kalian keterlaluan!"

Budi menyerang teman-temannya yang telah berkhianat. Namun, Budi hanya sendirian dan mereka ber 7. Budi babak belur dipukuli oleh 7 orang temannya. Ia dibuang ke pinggir jalan dan dibiarkan begitu saja. Keesokan paginya, Budi ditemukan tak bernyawa oleh salah satu warga yang lewat. Polisi langsung mengidentifikasi jenazah Budi dari kartu identitas yang ada di dompetnya. Namun, polisi menyebut bahwa kematian Budi karena tabrak lari dan menolak untuk meng autopsi jenazah Budi. Polisi langsung menutup kasus ini setelah pelaku tabrak lari yang sebenarnya tidak terjadi sudah ditangkap oleh polisi. Rama curiga dengan apa yang terjadi karena ia melihat luka Budi tidak seperti orang kecelakaan, melainkan dipukuli sampai lemas.

"Kak Budi tidak jadi korban tabrak lari, tapi dipukuli sampai mati." Ujar Rama.

"Hah? Bagaimana mungkin?" Tanya Shintya.

"Aku pernah memukuli orang di kampus karena melindungi Sinta. Dan bekas luka Budi sama seperti orang-orang yang ku pukuli. Dari yang ku lihat, kak Budi dikeroyok oleh beberapa orang." Jawab Rama.

"Tapi mengapa polisi menganggap ini adalah kasus tabrak lari?" Tanya Shintya.

"Kepala polisi kota kita sangat ingin menghancurkan kampung ini dan kampung-kampung yang tak memberi uang sesuai permintaannya. Tentu dia senang bila orang yang menentangnya seperti kak Budi tewas dan mungkin saja Kompol Beto yang menjadi dalang dari kematian kak Budi." Jawab Rama.

Rama memiliki jiwa intelektual yang baik untuk menyadari semua konspirasi ini. Namun, Rama memilih untuk diam sembari menyelidiki apa yang terjadi secara rahasia. Hal itu karena ia masih terikat status sebagai seorang mahasiswa dan tak boleh terikat kasus kriminal sedikitpun meskipun memang ia sempat melakukan pembunuhan yang tak tercatat di catatan kepolisian.

Sementara itu, Sinta menghubungi Rama setelah lama mereka tak jumpa karena libur semester. Tampaknya Sinta mulai berani untuk menegaskan bahwa ia jatuh hati pada Rama. Terlihat dari kata-kata Sinta yang menanyakan tentang keadaan Rama.

"Hai Rama, selamat pagi." Sapa Sinta.

"Pagi juga Sinta." Jawab Rama dengan semangat.

"Kamu baik-baik aja kan tanpa aku disana? Hihihi." Tanya Sinta dengan bercanda.

"Aku baik, tapi rasanya sedikit kurang kalo ga ada kamu." Jawab Rama menggoda balik Sinta.

"Ah kamu bisa aja hahaha."

Rama dan Sinta larut dalam percakapan sederhana yang ceria dan penuh canda tawa. Namun, ada hati yang terluka karena kebahagiaan mereka. Tak lain dan tak bukan adalah Shintya yang mengira bahwa Rama kembali berpacaran dengan seseorang. Namun, Rama menjelaskan bahwa ia dan Sinta hanya teman dan semua yang mereka bicarakan di telepon hanyalah bercanda. Shintya tak percaya begitu saja pada Rama mengingat Rama adalah mantan playboy yang jika mantan pacarnya dikumpulkan maka bisa membentuk timnas sepakbola wanita dengan cadangan yang banyak.

"Aku terus pantau kamu sama Sinta. Kalo bener kamu pacaran lagi, kita musuhan!" Ancam Shintya.

"Iya Shintya iya. Aku ga akan pacaran dan akan ku buktikan itu sampe aku wisuda." Jelas Rama.

"Bagus." Jawab Shintya singkat.

"Ngomong-ngomong, bagaiman tentang lelaki yang mencintaimu?" Tanya Rama.

"Aku sudah menolaknya." Jawab Shintya.

Bersambung...

Love In CrimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang