Bab 24

10 3 0
                                    

Kondisi psikologis Rama masih sangat buruk hingga saat ini. Para psikolog ditemani Shintya sebagai seseorang yang sangat dekat dengan Rama mencoba untuk mengembalikan kondisi psikologis Rama. Namun, tampaknya usaha mereka sia-sia karena Rama mengalami trauma berulang.

Sementara itu, kepolisian fokus melakukan olah TKP untuk mengetahui kronologi terjadinya pembunuhan. Mereka menanyai warga sekitar yang mungkin saja bisa menjadi saksi dan melihat kejadian ini. Namun, ternyata tak ada saksi yang melihat kejadian itu. Hal ini seperti kejadian berulang yang terjadi pada kematian misterius 20 orang di pinggiran sungai musi. AKBP Agus Salim selaku Kapolrestabes kota Palembang yang baru mengindikasi adanya permainan sekelompok orang yang membuat tidak ada orang yang mau bersaksi. Mereka adalah agen Jay dan timnya.

"Sampai kapan kita harus bekerja secara diam-diam pak?" Tanya agen Poetri.

"Sampai kita mati agen Poetri." Jawab agen Jay.

"Namun mengapa misi kita kali ini hanya untuk melindungi Rama? Apa keuntungan yang kita dapatkan dari melakukan misi yang bahkan tidak diketahui oleh Brigjen pol Tio Nugroho selaku ketua yang bertanggung jawab atas gaji kita. Kita tak pernah melakukan tugas apapun lagi darinya sejak kau mencurigainya kapten. Bagaimana kita akan mendapatkan uang setelah ini?" Tanya agen Beli.

"Kita akan mendapatkan uang lagi bahkan jauh lebih besar dari sebelumnya karena sekarang kita bertanggung jawab langsung pada Kapolri." Jawab agen Jay.

"Bagaimana itu bisa terjadi kapten?" Tanya agen Rudi.

"Kasus Rama yang membunuh Joe Law diketahui oleh Kapolri. Aku yang memberikan laporan itu dan sejak saat itu Kapolri mempercayai kita sebagai seorang agen rahasianya." Jawab agen Jay.

"Wah luar biasa kapten kita ini."

Anggota tim agen Jay bertepuk tangan untuk agen Jay yang melakukan sesuatu yang cukup mengejutkan. Namun, euforia itu harus berhenti ketika ada telepon masuk di ponsel agen Jay yang ternyata dari Kapolri.

"Saya punya tugas baru untuk kalian." Ujar Kapolri.

"Tugas apa pak?" Tanya agen Jay.

"Mantan ketua kalian, Brigjen pol Tio Nugroho adalah penghianat. Dia membuat kalian memburu Joe Law agar ia bisa bekerja sama dengan mafia Sinto Family. Tugas kalian sekarang adalah memastikan Sinto tidak datang ke Indonesia dan jika perlu kalian habisi bandar narkoba itu." Jawab Kapolri.

"Lalu misi kami untuk mengawal Rama dan menyelamatkannya pada kasus ini?" Tanya agen Jay.

"Rama akan diurus oleh Irjen Pol Djoko. Kalian urus masalah yang akan membahayakan masa depan bangsa ini." Jawab Kapolri.

"Siap laksanakan pak."

~~~

Setelah lebih dari satu bulan Rama dirawat secara intensif untuk memulihkan kondisi psikologisnya, akhirnya Rama benar-benar kembali ke alam sadarnya dan menyadari segala perbuatannya dan siap mendapatkan hukuman apapun.

"Aku senang mendengarmu sudah menjadi lebih baik, tapi ku pikir pasrah atas hukumanmu sepertinya tidak baik apalagi jika hakim yang menghukummu adalah orang yang membencimu. Ku mohon cabut ucapanmu." Pinta Shintya.

"Untuk apa lagi aku hidup? Semua pria berkorban untuk cintanya, sedangkan aku malah mengorbankan cintaku." Jawab Rama.

"Kau tidak melakukan hal itu. Seorang penghianat memang pantas mendapatkan hukuman seperti itu." Ujar Shintya.

"Ya benar, penghianat harus mati. Sayangnya penghianat itu adalah cinta sejatiku. Dan orang yang kehilangan cinta sejatinya sama saja seperti mayat hidup. Daripada aku seperti itu, lebih baik aku benar-benar mati karena aku tau hukuman yang akan diberikan padaku adalah hukuman mati." Jawab Rama.

Shintya hanya bisa diam dan tak bisa menghentikan Rama yang sudah menyerah. Namun, Shintya mencari banyak pengacara untuk menyelamatkan Rama dari hukumannya. Sayangnya, hal itu tak cukup untuk membebaskan Rama karena hakim yang memimpin di persidangannya adalah hakim Darma yang merupakan kerabat dari Kompol Beto.

"Atas semua bukti dan pengakuan yang dinyatakan terdakwa Muhammad Alif Ramadhan, pengadilan memutuskan vonis hukuman mati pada terdakwa karena terbukti melakukan pembantaian dan pernah melakukan beberapa pembunuhan lain di tahun-tahun sebelumnya. Mengingat tak ada pembelaan lagi dari terdakwa dan terdakwa telah mengakui kesalahannya, maka dengan ini sidang ditutup!" Ujar Hakim Darma.

Rama dimasukkan ke dalam sel khusus yang ternyata didalamnya sudah ada Boy yang merupakan ketua geng kampung Lima. Boy terkejut melihat Rama yang dimasukkan ke dalam sel ini sangat berbeda dari Rama yang biasa ia lihat. Wajah yang biasanya terlihat ganas dengan tatapan mata yang tajam berubah menjadi wajah murung yang pucat dan tatapan yang kosong. Boy tahu bahwa Rama sudah divonis hukuman mati karena kejahatan yang ia lakukan. Namun, ia tak menyangka bahwa Rama akan menyerah begitu saja karena ia tidak mengetahui bahwa alasan Rama menjadi seperti ini adalah karena cinta.

"Aku tak mengerti apa yang terjadi padamu sekarang karena aku tak pernah jatuh cinta ataupun dicintai. Namun, logikaku berkata kejahatan ini bukan salahmu sepenuhnya. Seharusnya kau hanya di vonis hukuman 20 tahun penjara sepertiku atau mungkin seumur hidup. Tapi hukuman mati? Polisi dan hakim itu memang gila! Kau telah melakukan hal baik dengan membunuh orang-orang yang selama ini harus mereka basmi. Mungkin jika aku di luar penjara pun kau akan membunuhku karena aku juga pengedar narkoba seperti mereka. Dan jika aku polisi, aku akan memberikanmu penghormatan atas apa yang telah kau lakukan ini. Karena itulah, aku rasa kau harus melakukan pembunuhan lagi." Ujar Boy.

Rama yang hanya menyimak apa yang dikatakan Boy sejak tadi sedikit terkejut mendengar Boy mendadak menyuruh Rama melakukan sebuah pembunuhan.

"Pembunuhan lagi?" Tanya Rama.

"Ya. Bunuh mereka yang sudah tidak adil dengan sistem hukum di Negara ini. Jika kau mau melakukan itu, aku berjanji aku akan berhenti mengedarkan narkoba dan akan membantumu memperjuangkan kebenaran." Jawab Boy.

Shintya mendengar apa yang dikatakan Boy pada Rama. Sebelum Rama menjawab perkataan Boy, Shintya terlebih dahulu menjawabnya.

"Memperjuangkan kebenaran tidak harus dengan membunuh orang kak. Kau sudah gila kah ingin menyuruh seseorang yang psikologisnya terganggu karena terlalu banyak membunuh orang lain untuk menambah daftar korbannya?" Tanya Shintya.

"Aku tidak segila itu Shintya. Namun, ku rasa memang mereka harus dihabisi. Barulah kita semua hidup dengan tenang. Lagipula perdagangan narkoba di kampung kita itu terjadi karena mereka. Mereka yang mencap kampung kita sebagai kampung narkoba sehingga tidak ada satupun orang kampung kita yang bisa bekerja dengan layak kecuali mendiang ayahmu yang seorang ketua RT. Jika polisi korup seperti mereka tidak pernah mengatakan bahwa kampung kita adalah kampung narkoba, mungkin masyarakat akan menerima warga kampung kita untuk bekerja yang layak dan tak perlu berdagang ataupun sampai kecanduan narkoba seperti yang terjadi saat ini." Jawab Boy.

"Kau benar kak. Namun, untuk alasan apapun aku tidak akan membiarkan Rama membunuh orang lain lagi." Ujar Shintya.

"Kalau begitu, biar aku saja yang melakukannya dengan bantuan Rama tanpa Rama harus membunuh orang lain lagi." Jawab Boy.

Bersambung...

Love In CrimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang