SEPULUH

1.2K 115 18
                                    


Shani menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Matanya menatap langit-langit kamar nya. Kata-kata Sisca masih terus terngiang di telinga Shani.

"Tidak bisakah kau membuka sedikit hatimu untukku?"

Shani mengacak-acak rambutnya sambil berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidurnya. Dia benar-benar tidak menyangka kedekatannya dengan Sisca akan seperti ini. Selama ini dia menganggap Sisca hanya sebatas sahabat. Tidak lebih. Dia menyayangi Sisca seperti dia menyayangi Shanju, Beby, dan Gita. Bahkan dia tidak berniat menggantikan posisi Viny di hatinya. Viny masih menguasai hatinya sampai saat ini. Walaupun kehadiran Gracia sedikit mengusik hatinya. Tapi tidak menggeser posisi Viny di hatinya. Atau mungkin belum?

"Aarrgghh!!" Shani menjambak rambutnya dengan geram. "What should I do, babe?" Shani bertanya pada foto Viny yang ada di meja samping tempat tidurnya.

Tiing..

Sebuah pesan masuk di ponsel Shani. Pesan dari Gracia. Shani pun membacanya.

Gracia

Shani, kau sudah tidur? I can't sleep. Disini hujan. Dan aku takut dengan suara petir.

Shani menghela nafasnya dalam-dalam lalu menelpon Gracia.

"Ah, aku pikir kau tengah berada di ruang VIP mu saat ini." Suara Gracia terdengar serak.

"Kalau kau mau aku disana, aku bisa kembali kesana." Jawab Shani dengan nada dingin.

Entah kenapa dia tidak bisa memulai percakapan dengan nada biasa saja pada Gracia. Dia selalu waspada terhadap Gracia yang dia sadari bisa meluluhkan hatinya dengan mudah. Shani menjaga dirinya dari hal itu. Dia masih takut untuk jatuh cinta dan merasa kehilangan lagi. Atau bahkan menyakiti pasangannya lagi.

"Yaa!! Kau ini!!"

"Kau mengantuk? Suaramu seperti orang mengantuk tapi tidak bisa tidur karena merindukanku. Atau mungkin kau sudah tidur lalu terbangun karena memimpikanku."

Gracia berdecak kesal. Membuat Shani mengulum senyum membayangkan betapa lucunya saat ini wajah wanita berhidung mancung itu.

"Apa kau menjelma menjadi petir yang membuatku takut? Untuk apa aku tidak bisa tidur karena memikirkanmu, apalagi memimpikanmu. Haish!! Tingkat kepercayaan dirimu itu benar-benar, Indira!"

"Apa kau selalu seperti ini pada kekasih mesum mu itu?"

"Seperti apa?"

"Like this. Merengek ketakutan saat hujan petir datang."

"Tidak. Aku selalu minta ditemani oleh Feni." Jawab Gracia dengan pelan.

Shani bisa mendengar suara petir yang membuat suara Gracia menjadi pelan dan sedikit bergetar.

"Sebentar,"

Shani mematikan sambungan teleponnya dan dengan cepat mengubahnya menjadi mode video call.

"Kenapa kau melakukan video call?" Tanya Gracia yang hanya menunjukan bagian matanya saja, separuh wajahnya ditutupi oleh selimut.

"Kenapa kau harus menutupi wajahmu begitu?" Tanya Shani dengan heran.

"Aku sudah mencuci muka ku."

"Lalu? Apa masalahnya? Letak hidung dan mulutmu tidak beraturan setelah mencuci muka dan tidak memakai make up?"

Gracia hanya berdecak kesal tanpa berniat menurunkan selimut dari wajahnya.

"Aku tidak akan menemanimu kalau kau seperti itu. Lebih baik aku menghabiskan malamku di ruang VIP with my beautiful creatures." Goda Shani yang menunjukan wajah dinginnya.

Sure ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang