DELAPAN

887 100 18
                                    

Gracia dan Feni sampai di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Seperti dugaan mereka, banyak reporter yang menunggu kepulangan mereka. Beruntung para bodyguard yang dikirim oleh kakak mereka sangat sigap, hingga akhirnya Gracia dan Feni bisa selamat sampai di mobil yang akan membawa mereka pulang.

"Wow, GreShan? Wah, kau memiliki fans bersama Shani sekarang." Ujar Feni yang matanya tidak lepas dari layar ponselnya.

Gracia hanya diam menghela nafasnya sambil memijat pangkal hidungnya karena kepalanya terasa berat dan pusing.

Menyadari Gracia hanya diam sejak di pesawat, membuat Feni khawatir dan menoleh ke arah Gracia yang duduk disampingnya. "Ben, kau kenapa? Motion sickness-mu kambuh? Kau tidak memakai,"

"Tidak, Ben. Aku pusing bukan karena motion sickness-ku. Tapi karena Shani."

"Shani? Karena berita ini?"

Gracia menggelengkan kepalanya. "Berita ini bisa aku atasi. Tapi Shani dan Aninditha. Aku tidak bisa mengatasi mereka."

Feni mengerutkan keningnya. "Ada apa dengan mereka?" Tanya Feni dengan raut wajah bingung.

"Shani meminta bantuanku untuk membersihkan nama baik dan reputasinya, itu tidak masalah bagiku. Tapi," Gracia menghentikan ucapannya karena dia ragu untuk melanjutkannya.

"Tapi apa? Tapi kau jatuh cinta padanya? Tapi kau tidak mencintainya? Atau apa?" Tanya Feni dengan tidak sabar.

Gracia menghela nafas berat lalu menatap Feni dengan mata sendunya. "Maaf, Ben, aku tidak memberitahumu kalau aku memberi Anin kesempatan lagi." Ujarnya dengan pelan dan penuh rasa bersalah.

"Hah? Kau berpacaran dengannya lagi?" Tanya Feni dengan nada tinggi.

"Yaa!! Feni Fitriyanti! Jangan berteriak!" Balas Gracia dengan nada tinggi juga. "Aku tidak berpacaran. Aku hanya memberinya kesempatan untuk menunjukan padaku kalau dia bisa berubah." Jelasnya dengan suara yang lebih rendah.

"Bagaimana kalau dia menganggap kalian berpacaran lagi?" Tanya Feni. "Haissh! Kau ini! Apa kau masih cinta padanya, Shania Gracia?" Tanyanya lagi.

"Entahlah. Aku dulu memang mencintainya. Tapi setelah kejadian itu, sepertinya rasa kecewaku lebih besar."

"Lalu, menurutmu memberinya kesempatan itu hal yang benar?"

"Tadinya. Sebelum Shani mengatakan padaku kalau dia ingin membantuku lepas dari Aninditha."

"Apa dia juga tahu kalau kau memberinya kesempatan?"

Gracia menggelengkan kepalanya. "Itu yang membuatku pusing. Dia bilang padaku kalau aku berhak mendapat yang lebih baik dari Anin."

"Bahkan Shani yang tidak mengenal wanita itu saja tahu kalau dia itu bajingan. Dia hanya penasaran padamu karena dia belum mendapat apa yang dia inginkan darimu."

Gracia kembali memijat pangkal hidungnya dengan frustasi. Sepertinya kali ini dia salah langkah. Salah mengambil keputusan.

"Kali ini aku tidak akan ikut campur. Kalau kau memang ingin memberinya kesempatan, silakan. Tapi kalau sampai kau masuk kedalam jebakannya, aku sendiri yang akan membunuhmu dan dia!"

"Yaa!! Yanti! Kenapa kau juga membunuhku?" Protes Gracia dengan kesal.

"Karena kau bodoh kalau sampai masuk ke dalam perangkapnya. Aku tidak mau memiliki sepupu bodoh seperti itu. Karena sepupuku adalah Shania Gracia yang cerdas dan tidak mudah termakan rayuan."

Gracia hanya berdecak kesal. Feni benar-benar tidak membantunya kali ini. Bagaimana bisa Feni tidak memberinya solusi agar dia bisa terlepas dari Aninditha Cahyadi? Haruskah dia mengatakannya pada Shani? Gracia semakin frustasi memikirkan hal itu.

Sure ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang