DUA PULUH EMPAT

691 86 0
                                    

"Apa? Dibatalkan? Kenapa? Kenapa tiba-tiba?" Tanya Indah pada manajernya.

"Aku tidak tahu. Hari ini juga kau diminta kembali ke Jakarta." Jawab sang manajer.

Indah hanya diam. Dia merasa kecewa dengan Feni, atasannya. Tapi, dia juga memiliki firasat yang tidak enak. Indah yakin Feni mengetahui sesuatu tentang dirinya. Feni adalah wanita cerdas di balik sifat absurd yang dia miliki. Feni selalu menyelesaikan masalah dengan caranya. Begitu juga dengan cara gadis itu melindungi Gracia dan Shani. Indah merasa harus waspada dengan Feni.

.

.

.

Jakarta

Feni masuk ke kamar Gracia sambil mengerutkan keningnya melihat Gracia masih betah di dalam selimutnya.

"Ben.. Sudah siang.. Apa kau tidak ke kantor?" Feni membangunkan Gracia sambil membuka gorden kamar agar cahaya masuk.

Gracia yang merasa silau langsung menutup wajahnya dengan telapak tangannya. "Ben.. Kepalaku pusing, tolong tutup lagi jendelanya." Pinta Gracia dengan suara parau.

"Oh? Kau sakit?" Feni menghampiri Gracia dan memegang kening

Gracia. "Kau demam, Ben." Feni mulai khawatir. "Kita ke dokter, hmm.." Ajak Feni.

"Tidak mau. Aku hanya pusing saja, Ben. I'm okay." Jawab Gracia. "Tolong jangan beritahu Shani, Ben. Aku tidak ingin dia khawatir. Hari ini dia ada pemotretan untuk majalah Her World Indonesia." Pinta Gracia.

"Baiklah, aku mengerti. Aku akan menelpon Dokter Veranda. Kau istirahat saja. Aku buatkan kau bubur sebentar." Feni membenarkan selimut Gracia.

"Thank's, Ben." Ujar Gracia.

Feni hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan Gracia ke dapur untuk membuat bubur. Sejenak Feni berpikir apa dia harus menuruti Gracia untuk tidak memberitahu Shani? Ah, lebih baik dia menelpon Gita.

Feni mengambil ponselnya lalu menelpon Gita. "Gita," Sapa Feni.

"Ada apa, kak?"

"Ah, tidak. Apa Shani sibuk hari ini?"

"Tidak, kak. Hari ini dia hanya pemotretan untuk majalah Her World Indonesia saja. Setelah itu tidak ada pekerjaan lagi."

"Ah.. Baiklah. Nanti kalau pekerjaannya sudah selesai, tolong bilang padanya untuk menelponku, hmm.."

"Oke kak Mpen."

"Thank's, Git. Bye."

"Bye, kak."

Sambungan terputus. Feni menghela nafas lega lalu mulai menyiapkan bahan untuk membuat bubur.

.

.

.

Yogyakarta

Gita menghampiri Shani yang sedang melihat hasil pemotretannya tadi dan sesekali berdiskusi tentang foto-fotonya pada sang fotografer.

Shani dan Gita tersenyum puas melihat hasilnya.

"Aku serius, aku semakin tidak sabar melihatmu dan kak Gre satu frame." Seru Gita dengan penuh semangat.

"That will be amazing. Aku juga sudah tidak sabar bekerja sama dengannya." Jawab Shani yang juga penuh semangat.

Sure ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang