DUA PULUH ENAM

634 87 5
                                    

Gracia menangis di pelukan Shani di depan kamar Emergency Room. Matanya sudah sangat sembab dan kepalanya sangat sakit sejak tadi gadis itu tidak berhenti menangis. Shani hanya mampu menenangkan Gracia dengan membelai punggungnya. Sedangkan tangannya yang lain menggenggam erat tangan Gita yang juga menangis dengan baju penuh darah dan bersandar di bahunya.

FLASHBACK ON

Setelah acara ulang tahun pernikahan Hary dan Lydia selesai, mereka pulang masing-masing. Gita memutuskan untuk ikut bersama dengan Feni kerumahnya.

Setelah mereka sampai dirumah Feni, saat tengah asik mengobrol, tiba-tiba suara bel rumah Feni berbunyi.

"Eh? Siapa yang datang malam-malam seperti ini? Apa kau memesan makanan, kak Mpen?" Tanya Gita.

"Tidak." Jawab Feni. "Mungkin salah satu bodyguard atau penjaga rumahku. Biar aku lihat dulu."

Feni bangun dari duduknya dan berjalan menuju pintu depan. Saat pintu dibuka, ternyata salah satu penjaga rumah Feni.

"Pak Edi, ada apa?" Tanya Feni.

"Maaf mengganggu Bu Feni. Ada seseorang yang ingin bertemu anda."

Feni mengerutkan keningnya. "Siapa? Kenapa tidak disuruh masuk?"

"Dia menunggu di pos jaga. Saya curiga padanya jadi tidak saya biarkan masuk, Bu."

"Baiklah. Tunjukkan padaku." Feni pun menyetujui. "Gita.. Aku kedepan sebentar.." Feni sedikit berteriak.

"Iya kak Mpen." Jawab Gita dari dalam.

Feni pun menutup pintu dan mengikuti salah satu penjaga keamanan rumahnya, ke depan pos jaga yang terletak di depan rumahnya. Feni tidak merasa curiga pada awalnya karena dia mengenal penjaga keamanan rumahnya itu. Walaupun baru bekerja beberapa hari, sikap dan perilakunya selalu sopan dan tidak menunjukan gelagat aneh. Tapi malam ini Feni merasa sikapnya sangat berbeda.

"Kemana penjaga dan bodyguard yang lain?" Tanya Feni saat melihat tidak ada bodyguard dan penjaga keamanan rumahnya yang lain saat mereka sudah hampir sampai di pos jaga.

"Mereka ada di dalam pos jaga dan beberapa dari mereka sedang berjaga di luar rumah."

Feni mulai curiga. Di jam seperti ini, Feni selalu meminta bodyguardnya untuk berjaga-jaga di dalam rumah saja. Tapi Feni mencoba untuk tenang sampai akhirnya dia sampai di pos jaga yang sepi.

"Duduklah dulu, Bu. Saya akan panggil orangnya di dalam."

Feni hanya diam dan terus menatap penjaga itu dengan penuh selidik. Wajahnya tertunduk dan semakin disembunyikan dibawah topi yang dia kenakan. Perasaan Feni mulai tidak enak. Dia pun bergegas meninggalkan pos jaga saat penjaga itu masuk kedalam. Namun, baru berapa langkah Feni pergi, kakinya tertahan karena sebuah cengkeraman kuat di bahunya. Feni menoleh dan dia melihat wajah penjaga tersebut sudah menatapnya dengan seringai jahat. Belum sempat Feni menghindar darinya, sebuah benda tajam sudah bersarang di perutnya. Membuat Feni membelalakan matanya tanpa bisa berkata apa-apa karena nafasnya tercekat di tenggorokannya. Sebuah erangan kesakitan terlepas dari mulutnya saat benda tajam itu ditarik dan kemudian ditusukkan lagi ke perutnya lalu ditarik kembali.

Tubuh Feni tidak kuat lagi berdiri. Feni terjatuh berlutut dihadapan penjaga itu sambil memegangi perutnya yang mengeluarkan darah segar. Sekujur tubuhnya terasa panas menahan rasa sakit yang tidak bisa dia jelaskan dengan kata-kata. Dan lagi.. penjaga tersebut dengan tidak berperasaan menyeret tubuh Feni menuju teras depan rumahnya lalu pergi meninggalkan Feni begitu saja.

Sure ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang