bab 3 [perihal keluarga yang tak seperti keluarga]

199 24 6
                                    

Kamu bukan gagal, kamu bahkan belum gagal, karena belum mencobanya sama sekali. Bukannya kamu tak bisa menjadi contoh yang baik, tapi kamu tak pernah mencoba menjadi contoh yang baik. Kamu memang sulung namun sifat mu seakan menjadi tunggal~ biantara lingga.
.
.
.
.
.
.
.

Dua pasang saudara itu duduk berhadapan dengan perasaan yang jelas bertolak belakang, sang adik yang tak tau harus mengatakan apa, dengan sang sang abang yang menahan api amarah.

"Maaf bang," lirihnya pelan, bian sedikit memainkan kuku kuku jari jarinya.

"Ternyata emang ga ada yang di harapkan dirumah ini, gue pulang juga ga ada yang nyambut sama sekali," paparnya lelah. "Gue pulang udah dari empat jam yang lalu, papa ga ada, mama ga ada, lo juga ga ada. Nih fungsi rumah ga ada gunanya banget ya?" Sambungnya, ada nada tersirat kecewa. "Pilihan gue ternyata emang udah bener, kalo mutusin kuliah diluar kota jauh dari kalian semua, dari awal keluarga ini emang udah ga bisa disebut keluarga."

"Abang bener, semua itu egois." batin bian tersenyum miris.

"Nanti juga bakal baik baik aja kok, bang, suatu saat nanti." harapnya, bian percaya bahwa semuanya akan baik baik saja.

"Lo bodoh atau tolol si hah? Semuanya yang diawali dengan buruk, ga akan berakhir baik! Awalnya udah buruk apalagi belakangnya." Jengah si sulung.

"Tapi kita belum sampe kebelakang, kalo di pertengahan bisa diperbaiki kenapa engga?" Bian menjadi lebih banyak bicara, ia begitu ingin bahwa keluarganya bisa selayaknya keluarga.

"Mau diperbaiki gimana, tiap hari aja ke pecah." Jendra terkekeh miris. Jendra nama anak pertama dari hendra, Abang satu satunya yang bian miliki. "Gue balik, nikmatin hidup lo tanpa gue bi," ujarnya mulai berdiri bangkit.

Sorot mata itu terlihat tak terima dengan kepergiannya, tolong tetap tinggal sedikit lebih lama. Ia ingin mengadu, ia ingin sesekali diberi perhatian. Namun belum sempat berucap, satu pasang orang tua datang, dengan saling melemparkan kata kata amarah.

"Wanita gila kamu lita!" Suara sarkas itu tiba tiba di susul dengan tamparan yang begitu keras.

Lita istri dari hendra terlihat menatap tajam sang suami. "Semua ini salah kamu bajingan! Harusnya kamu mikir gimana buat saya cinta, dengan pernikahan yang terjadi karena ikatan bisnis ini!! Kamu pernah mikir? Gimana hidup saya, hidup dengan orang yang tidak saya cintai, bahkan tidak mencintai saya?"

"Kamu bisa membela diri ternyata, kalo saya bisa menolak saya ga akan nikah sama kamu, wanita murahan yang setiap hari gonta ganti pasangan." Cemooh nya, hendra terlihat menyeringai tipis.

Jendra dan bian yang mendengar pun terasa sakit, di dalam hatinya. "Pah, papah ga bisa ngomong gitu ke mama." Pembelaan yang dilakukan bian untuk sang mama ternyata sia sia.

Lita menampar keras pipi bian, lagi dan lagi. "Kamu ga usah ikut campur!! Setiap liat wajah kamu, saya selalu mengingat bagaimana saya diperlakukan begitu kasar hanya untuk nafsu!! Kalau bisa pilih saya tidak pernah mau mengandung anak dari bajingan!!" Lita pergi dengan air mata yang menguncur deras.

Hendra yang juga masih diliputi amarah bergegas keluar dari rumah. Lagi dan lagi, mereka pulang hanya untuk bertengkar dan salah satunya akan berakhir pergi, hal pastinya bian akan mendapatkan luka fisik dari salah satu nya.

seribu topeng berbalut lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang