bab 29 [ikatan ini lebih rumit dari yang dipikirkan]

172 29 0
                                    

Terkadang lebih memilih memiliki hubungan yang memiliki makna dari pada hubungan yang memiliki ikatan
Tak semua hubungan yang memiliki ikatan itu bermakna, karena terkadang mereka hanya terikat
Namun hubungan yang memiliki makna, sudah pasti memiliki ikatannya sendiri
.
.
.
.

Ini hanyalah ikatan keluarga yang tidak mempunyai makna tertentu, kita hanya terikat karena aliran darah yang sama. Namun tak memiliki Ikatan perasaan dan makna yang seharusnya ada pada keluarga.

Bian memiliki ikatan tersebut, darah yang mengalir pada tubuhnya menandakan bahwa ia juga memiliki keluarga dengan orang orang yang menyandang gelar sebagai anggota keluarga disurat kelahirannya, begitu juga didalam kartu keluarganya, namun tak ada makna didalamnya. Seakan itu hanya sebuah ikatan yang tertulis diatas kertas. Bian memiliki ikatan keluarga, namun bian tak mempunyai makna bagaimana bentuk keluarga yang sebenarnya. Bian hanya tau jika dia adalah seorang anak, dan tidak lebih dari itu. "Gue kan cuma anak, ga berhak buat nuntut."

"Gue kan cuma anak, yang ga berhak ikut campur urusan orang tua, tapi kenapa ya? Yang ga tau apa apa malah ikut kena imbasnya? Toh, padahal gue udah nurut ga ikut campur, kenapa ikut kebawa juga? Kenapa malah gue serasa jadi korbannya?"

Sampai sekarang bian benar benar menyandang sebagai anggota keluarga yang tidak mengerti apapun tentang keluarganya, mereka seakan selalu bungkam dengan masalah yang terjadi. Bian juga keluarganya bukan? Bian juga berhak tau, bian juga ingin mengerti apa yang terjadi. Kenapa semua bungkam? Apa berbicara bisa membuat mulut itu menjadi bisu? Hey berhentilah menyembunyikan apa yang terjadi, dia juga ingin di beri tahu, agar bisa memahami dan tau bagaimana ia harus bersikap.

Bian terus bergumam dalam lamunannya, hingga usapan lembut ia dapatkan dari sang mama. Senyuman manis yang diberikan sang mama, bisa bian rasakan, bahwa itu senyuman tulus yang jarang ia dapatkan selama hidupnya. "Mama sudah sayang ya sama bian?" Bian merasakan kasih sayang tulus itu, rasa hangat yang menguar dalam perasaanya sungguh jarang sekali ia rasakan, bisakah ia bersandar pada seorang ibu?

Hati lita seakan tersayat mendengar tutur kata sang putra. Tidak, rasanya lita ingin berkata tidak, ia menyayangi putranya sedari dulu, namun traumanya akan sang suami benar benar membuatnya tidak menerima kehadiran dua putranya, lita merasa setres karena melihat mereka akan mengingatkan kembali dengan perilaku kasar sang suami.

Belum sempat lita menjawab, bian malah menyangkal ucapannya barusan. "Eh ga mungkin mama mulai sayang sama bian." Mendengar itu bukan lagi tersayat, namun pernafasan lita seakan dibuat sesak, udaranya disekitarnya mulai menipis, apakah putranya menolak kehadiran nya? Rasanya lita ingin menangis saat ini juga. "Mana mungkin kan ya mama mulai sayang bian, karena mama emang udah sayang sama bian dari dulu, maaf ya ma. Bian malah bilang kaya tadi, padahal mama udah berjuang hidup dan mati buat ngelahirin bian, bisa bisanya bian malah bilang kaya gitu ke mama. Padahal mama juga udah cape cape mengandung bian 9 bulan lamanya, dan berjuang dengan hebat sampai akhirnya bian bisa melihat dunia, tapi bian malah bilang kata kata yang ga pantes buat mama. Bian minta maaf ya ma?" tuturnya lembut, membuat lita tak lagi bisa menahan tangisannya.

Bahkan setelah apa yang ia lakukan pada sang putra, putranya tetap menjadi sosok yang meminta maaf, dengan cara pandangnya yang begitu hebat, membuat lita ingin mendekapnya dengan erat, memberinya kasih sayang yang begitu berlimpah. "Maafin mama ya sayang, harusnya mama yang minta maaf, kamu loh ga salah, kamu ga seharusnya minta maaf ke mama, mama, mama yang salah nak, dan kamu juga ga pernah salah." Suaranya begitu parau disertai isakan tangis, lita akhirnya mendekap sang putra dengan erat, mengusap surai rambut sang putra hingga punggung milik sang putra.

seribu topeng berbalut lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang