bab 18 [menjauh dari kesempurnaan]

228 30 0
                                    

besok minggu ga upload, jadi doubel up untuk hari ini
.
.
happy reading guysss

____________________

Yang tak sempurna bukan berarti cacat
_
.
.
.
.
.
.

Berlarian mengerjar arti kata sempurna, hingga melupakan sesuatu yang memang harus disempurnakan. Mendapatkan juga berarti harus merelakan. Semua pasti mempunyai timbal balik, resiko, juga akibat, jadi jika ingin menggenggam sesuatu yang cukup besar, artinya sudah tau bahwa kamu itu mampu dan cukup, bukannya malah melepaskan salah satu genggaman yang seharusnya jangan pernah di lepas, hanya untuk memggangam sesuatu yang begitu besar tanpa tau mampu tidaknya kita mendapatkan nya.

"Perasaan gue ga enak deh jen, gue ga tau ini perasaan apa, tapi gue yakin ini menyangkut bian. Di  sorot matanya dia kek menyimpan sesuatu yang ga bisa gue gambarkan dengan jelas."

Kata kata bayu terasa berputar putar dalam pikirannya. Sekarang ia tengah berdiri di depan pintu rumah, iya rumahnya dan keluarganya yang tak pernah terasa hangat.

Jendra hanya terus berdiam mematung, tangannya tak berniat untuk menyentuh knop pintu, ia enggan, ia ragu, bahkan ia takut, hanya untuk menyentuh gagang pintu.

Hingga perlahan pintu mulai terbuka, sosok yang tak jendra kenali itu muncul di balik pintu. Sosok  yang sepertinya seumuran adiknya? Terlihat dari tampilannya yang masih menggunakan seragam, jendra bisa mengumpulkan dengan jelas itu teman dari bian, tapi tunggu? Sejak kapan bian dengan entengnya membawa orang asing ke rumahnya?

"Eh? Tamu?" Refleknya saat melihat jendra yang terdiam di ambang pintu. "BIANNN DI DEPAN ADA TAMU BI!!" Serunya keras, dengan kepala yang menoleh kebelakang.

Belum sempat menjawab, sosok itu berteriak dengan nyaring. Jendra tak mencegah, atau bahkan menjawab, dia yang diam, menunggu kedatangan sang adik, ada setitik rasa ia ingin disambut dengan hangat oleh sang adik, walaupun itu hal yang seperti sangat mustahil akan terjadi. Rasanya ada rasa tak pantas untuk menginjak kaki lagi, setelah apa yang terjadi selama ini.

Yang di panggil dengan keras pun akhirnya muncul di balik pintu, tatapan sedikit tersentak. Pintunya di buka lagi dengan cukup lebar.

"Ada tamu bi," ujarnya. Bian hanya mengangguk pelan. Lalu menatap jendra dengan lamat, benar kata bayu, sorot matanya yang cukup menenggelamkan itu menyimpan banyak hal yang tak bisa di ungkap.

Bian selalu terkurung di dalam ruang lukanya sendiri, sorot mata yang selalu terjerat akan ketidak bebasan untuk hidup, sorot mata yang terbelenggu akan luka, sorot mata yang terus ingin akan kebahagiaan, semua itu tak bisa di mengerti oleh orang lain, sorot mata bian yang selalu membingungkan. Bian si manusia rumit yang tak bisa mengerti.

"Kenapa ga langsung masuk?" tanya bian santai, walau dalam relung hatinya ia merasa perasaan yang begitu bertabrakan, perasaan hangat juga perasaan sakit seperti tersayat oleh sesuatu. tatapannya tak lepas dari sorot mata jendra. Sementara sosok yang di samping bian hanya menatap bingung, dia panji, yang hendak mengambil sesuatu di motornya, namun urung saat melihat sosok yang berdiri di ambang pintu.

"Boleh masuk?" tanyanya, ia butuh ijin, ia sadar ini adalah rumah kawasan bian, tempat pulang yang selalu bian pilih.

"Ya boleh, kenapa engga? Kan ini rum-," belum sempat bian melanjutkan ucapannya, jendra lebih dulu memotongnya.

seribu topeng berbalut lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang