Jangan bilang pada Tuhan kalau kita mempunyai masalah, namun bilang pada masalah bahwa kita punya Tuhan
...
Adzan penggugah mulai terdengar, bian menoleh sebentar ke arah bibi nan dan bibi sara, mereka terlihat masih tertidur di sofa. Terakhir kali bian sadar adalah saat bian merasakan sakit yang begitu luar biasa.
Pukul tiga pagi, bian mulai keluar dari ruangannya, mencari masjid atau musholla terdekat, ia ingin beristirahat sebentar, ia juga ingin menenangkan hatinya.
Langkahnya sempat ragu untuk memasuki musholla. Infus ditangannya masih tertancap, itu cukup mengganggu nya, namun karena selang infus yang cukup panjang membuat bian akhirnya tetap masuk ke dalam musholla. Ia sempat berfikir untuk sholat didalam ruangan, namun karena tidak ada sajadah ataupun sarung membuat ia lebih memilih mencari mushola, bian ingin sholat dengan nyaman.
Bian memulainya dengan sholat tahajud terlebih dahulu, bersujud pada sang kuasa untuk diberi kesembuhan dan kemudahan dalam hidupnya. Bian melanjutkan dengan dzikir dan juga doa, hingga sampai adzan subuh berkumandang. Bian merasa tenang berada didalam bangunan yang disebut sebagai musholla itu.
Fajar mulai terlukis indah di langit pagi ini, bian begitu merasa baik. Tubuhnya juga begitu sehat. Pukul lima lebih sepuluh menit, bian mulai kembali ke ruangannya.
"astaghfirullah mas kemana aja? Bibi cari cari loh, bibi udah panik nyari kesana kemari." Bibi nan dengan wajah panik itu, menghampiri bian. Bian masih diambang pintu, tangannya masih bertengger di knop pintu ruangan yang baru saja dibukanya.
"Habis sholat tadi bi, terus ngaji sebentar," jawabnya, bian melirik ke arah belakang bibi nan, disana terlihat bibi sara yang sama paniknya. "Maaf ya bi, jadi bikin khawatir gini. Aku udah boleh pulang kan? Mau sekolah hari ini." Toh ini masih begitu pagi, bian masih mempunyai waktu yang sangat cukup untuk pergi ke sekolah.
"Sebentar ya mas? Biar bibi tanya dokter dulu, kalo emang sudah boleh pulang, kita pulang hari ini, mas bian lain kali bilang ya kalo mau pergi, jadi ga bikin panik." Bibi sara berujar sedikit terdengar mengomel.
Bian hanya meringis kecil. "Iya iya maaf bi maaf."
Setelah bibi sara pergi, sekarang hanya sisa bibi nan dan juga bian. "Mas beneran langsung sekolah? Toh belum dapet ijin dari dokter, istirahat dulu ya dirumah."
Bian menggeleng. "Ga mau, badan aku udah sehat, kalo dirumah aku juga kesepian, disekolah aja bi ramai, aku mau ketemu temen-temen."
"Temen-temen mas yang tiga itu ya?" tanya bibi nan, yang membuat bian bian cukup kebingungan, tau dari mana bibi nya itu?
"Loh bibi tau dari mana?"
"Tadi malem loh, temen temen mas dateng kesini, jenguk, mas tadi malem kan sempet drop," ujar bibi nan.
Bian langsung melamun sebentar hingga akhirnya mengingat betul apa yang terjadi tadi malam, ternyata bukan hanya merasakan sakit yang luar biasa, namun ia juga meminta ali untuk datang ke rumah sakit. Bagaimana nanti jika bian bertemu dengan mereka? Pasti akan ditanya ini itu.
"Mas,.... Bibi rasa, mas jangan pulang dulu ya? Dokter bilang kalo yang mas alami bukan cuma kecapean, mas harus diperiksa lebih lanjut, sama diwawancara medis, biar tau mas bian sakit apa." Bibi nan menjelaskan, tadi malam ia sudah menghubungi hendra untuk mengabari kondisi bian, namun belum sempat berucap Hendra sudah lebih dulu berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
seribu topeng berbalut luka
Teen FictionRumit, bagian bagian yang saling terikat namun begitu membingungkan. Bian adalah manusia rumit yang tak mengerti akan hidupnya sendiri. Kurang terbuka, enggan menceritakan konflik yang ia alami, yang ia rasakan dan selalu menutup diri. Nyatanya mala...