Bab 4. Sendiri

1K 67 2
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Follow akun Instagram:
@author_ilustrasi
@Cicika05

Tiktok: @Ilustrasi

-Happy Reading-

Sorotan mata tajam itu seakan membuat orang yang melewatinya akan mengalihkan pandangannya. Bibir tebal pink itu perlahan ia tempelkan pada benda tegak lurus panjang untuk menyedot es teh yang berada di gelas bening.

Mata itu menyorot manusia yang berada di sekitarnya tanpa ekspresi, seolah seperti memberikan tatapan mengintimidasi. Pikirannya seolah membiarkan otak mengajak pemiliknya untuk mengingat kejadian tadi pagi.

Tanpa disadari seorang lelaki mengenakan kaca mata bulat yang bertengger di pangkal hidungnya berdiri di belakang gadis mengenakan hijab pashmina hitam. Suara sepatu berbarengan menuju ke arahnya membuat gadis tersebut merubah posisi tangannya yang berada di meja, mengepal ia tempelkan pada pelipis kanan dan kepala sedikit miring ke kanan. Deru napas para lelaki habis berlarian terdengar sangat jelas.

"Kalian lagi. Apa tidak bisa sehari aja libur membuat kegaduhan atau sekalian pensiun membuat kegaduhan." Tubuh gadis ini sedikit ia condongkan ke depan, posisi kedua tangan berganti melipat-menempel di atas meja.

"Pergi dari sini," titah gadis ini dengan suara lembut namun terkesan mematikan lawan.

Mata laki-laki dengan model rambut gondrong beralih menyorot manusia yang tengah berdiri di belakang gadis tersebut. "Selamat kamu, kali ini. Kalau nggak ada Haruka udah masuk rumah sakit, hari ini."

"Pergi!" Suara Haruka yang terdengar tegas seketika membuat empat manusia laki-laki itu meninggalkan kantin kampus.

Empat lelaki itu terkenal membuat rusuh di kampus, salah satunya menganggu mahasiswa lain. Laki-laki maupun perempuan, padahal sudah menjadi mahasiswa tapi kebiasaan seperti anak SMA itu belum lepas dari mereka.

Hukuman tidak membuat mereka semua kapok. Bahkan mereka selalu absen ke kampus. Tidak ada yang berani melawan mereka semua, kecuali gadis yang memiliki mata seperti mengintimidasi. Sebab itu, banyak para mahasiswa yang diganggu mereka selalu berlindung di balik tubuh Haruka sebagai tameng. Karena, mereka tahu bahwa empat sekawan itu tidak akan berani melawan Haruka.

Pernah terjadi di antara mereka melawan Haruka dan berakhir masuk rumah sakit, patah tulang bagian selangka tangan.

Jari jemari Haruka menyentuh ujung sedotan lalu mengaduk-aduk es tersebut. "Lain kali lawan. Cowok itu harus berani. Sudah pergi sana."

Laki-laki di belakang Haruka mangut-mangut. "Terima kasih, Kak." Kakinya mulai melangkah meninggalkan Haruka seorang diri.

Benar, Haruka di kantin hanya seorang diri tanpa teman karena ia tidak membutuhkan teman banyak. Karena teman banyak di dunia kampus tidak menjamin manisnya dalam pertemanan, suatu saat akan terlihat bangkainya dengan sendirinya.

Walaupun Haruka selalu sendiri di kampus, bukan berarti tidak ingin berbaur atau berbicara dengan teman lain. Justru siapa pun ia ajak bicara dan masih sering bercanda.

Prinsip Haruka bertemanlah sewajarnya jangan terlalu menganggap mereka semua kelak akan baik kepadamu juga. Bisa jadi, mereka lukamu yang sesungguhnya tanpa disangka-sangka. Seperti topeng belaka. Begitulah hukum pertemanan dalam dunia kampus. Baik boleh, itu kewajiban tapi jangan pernah berpikir kebaikanmu akan di balas.

Haruka menatap kepergian laki-laki berkaca mata itu mulai meninggalkan kantin.


¶¶¶

Lavandula [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang