Bab 9. Ngerecok Bakso Kadal

725 46 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Follow akun Instagram:
@author_ilustrasi
@Cicika05

Tiktok: @Ilustrasi

-Happy Reading-

Senyum lebar tidak pudar dari bibir, gadis berwajah ke araban. Dia tengah membawa nampan berisikan dua mangkok bakso rusuk iga, berukuran besar. Kakinya menuju salah satu meja berisikan dua orang yang tengah menunggu pesanannya.

"Permisi Kak ... Bakso rusuk iga dua mangkok ya, Kak?"

Dua orang berbeda gender, terbilang masih muda tersenyum ramah kepada pelayan. "Benar, Mba," jawab perempuan mengenakan hijab biru.

Pelayan tersebut meletakkan dua mangkok baksonya di atas meja. "Selamat menikmati, semoga suka, Kak. Bisa jadi langganan di sini juga. Saya tinggal dulu, ya, Kak."

Kedua pembeli itu menatap kepergian pelayan tadi yang berjalan menuju gerobak. Dari depan gerobak terdapat tulisan 'Bakso Tulang Iga Bandung'. Warung ini cukup luas dan teduh.

"Semangat haha ... Semangat haha ... Semangat kerja hahah ..."

Jeno dibuat geleng-geleng mendengar nyanyian temannya, yang sedikit random. Sedari tadi, keceriaan tidak pudar dari wajahnya. Memang benar hidup harus dibuat ceria terus, tapi ini terlalu over. Bisa-bisa seperti orang gila yang sesungguhnya. Atau bahkan lebih pro dari orang gila asli.

"Diam sebentar Haruka. Ini ada pesanan lagi, kamu antar ya." Pria berusia 25 tahun ini menggeser tiga mangkok kepada Haruka.

"Ok, Mas." Haruka meletakkan tiga mangkok tersebut di atas nampannya.

Sudah satu minggu Haruka keterima kerja di warung bakso ini. Ya cukup ramai pembeli. Apalagi atasan dan rekan kerjanya cukup baik menerima Haruka.

Bakso di sini sangat dikenal orang banyak, sehingga banyak yang mengantri untuk merasakannya. Kuahnya sangat menggiur, perpaduan bumbu yang sempurna. Antara kaldu yang kaya rasa dengan bumbu rempah terpilih. Kuah bakso menjadi lebih harum dan rasanya semakin kuat. Sebab itu, banyak yang menyukainya.

Silih berganti orang keluar—masuk ke dalam warung. Haruka berjalan menuju meja berisikan tiga orang. Sepertinya ia mengenali mereka.

"Hai Haruka. Udah sampai ya baksonya," sapanya, tersenyum kepada Haruka.

"Oh jadi kalian yang pesan. Semoga suka ya sama baksonya dan jadi langganan di sini." Haruka meletakkan tiga mangkok baksonya. Raut wajahnya berubah, sedikit was-was dengan adanya tiga manusia itu.

"Semoga Flora enggak bikin masalah lagi. Was-was banget kalau ada dia. Takut terjadi sesuatu lagi." Haruka membatin sembari berjalan pelan. Ia berusaha menepis pikiran buruknya. Lebih baik ia melanjutkan pekerjaannya lagi daripada memikirkan Flora.

"Arkh! Kadal! Kadal!"

Teriakan sangat kencang itu membuat Haruka yang tengah membersihkan meja kotor, menghentikan aktivitasnya. Dia mencari sumber suara itu. Dari suaranya ia seperti mengenalnya.

"Flora. Itu suara Flora." Haruka segera menghampiri temannya itu. Gawat pasti ada sesuatu. Jangan sampai ia membuat ulah lagi.

¶¶¶

"Ahhhh. Bener-bener ya kamu Flora, ngerecokin aku kerja mulu. Lama-lama dapat piring cantik nih. Mana baru satu minggu, nggak dapet gaji. Bukannya dapet gaji malah dapat semprot amukan. Apes-apes." Memasang wajah kesal. "Kalau membunuh nggak dosa, udah aku sabit kepalamu. Tapi, ahh takut juga."

Lavandula [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang