Bab 6. Bengkel

752 48 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Follow akun Instagram:
@author_ilustrasi
@Cicika05

Tiktok: @Ilustrasi

-Happy Reading-

Seorang gadis berlarian di jalan raya, yang begitu ramai kendaraan yang lewat. Dia berteriak memanggil gadis mengenakan gaun putih, di mana gadis tersebut hendak lari ke tengah-tengah jalan.

Suara klakson motor seakan meminta perempuan itu menyingkir dari tempat itu. Dengan cepat Haruka menarik pergelangan tangan kakaknya.

"Kak Aliya. Tolong, sehari aja, jangan bikin ulah kayak gini. Hampir aja kakak ditabrak mobil. Gimana kalau beneran ketabrak, pasti Adek lagi yang kena!" Tanpa disengaja Haruka mengeluarkan suara keras sampai membuat kakaknya menunduk ketakutan.

Haruka mengusap mulut Aliya yang terkena noda cokelat, menggunakan tisu keringnya. "Maaf, Kak, Adek nggak bermaksud kasar ke Kakak. Adek khawatir aja sama Kakak. Ya udah ayo pulang."

Haruka senyum, berganti tangannya mengusap air mata Aliya.

¶¶¶

Masalah Haruka belum berakhir. Hari ini full harus benar-benar menjaga kakaknya. Bahkan, Haruka harus menghadapi kakaknya yang marah-marah sampai menghancurkan barang rumah lagi. Sebenarnya, Haruka sudah cape diposisi ini, tapi ia teringat ujiannya belum ada apa-apanya dibandingkan dengan zamannya para nabi.

"Astaghfirullah, Kak. Cukup. Adek udah cape pengin istirahat sebentar aja." Haruka tidak menghentikan kakaknya yang terus membanting barang-barang sekitar.

"Akrgh!" Aliya berteriak melempar vas mengarah jendela, tapi Haruka menghalanginya dengan cepat. Suara vas pecah terjatuh di lantai terdengar sangat nyaring.

Haruka terdiam sejenak sembari menyentuh dahinya. Mata Haruka membulat mendapatkan noda merah di jarinya. Ini darah. Lebih baik dahinya terluka, daripada kaca jendelanya yang pecah.

"Aku mau keluar! Jangan bawa aku pulang! Akrg!" Aliya menjatuhkan diri ke bawah—berteriak menangis.

Sepertinya Aliya sudah mulai kelelahan. Haruka pun lari mendekati kakaknya. Sialnya telapak kakinya menginjak sesuatu sampai membuat Haruka meringis kesakitan, menahan rasa sakit itu. Ia tetap berjalan menghampiri kakaknya, meskipun lantai putihnya terkena noda darah membentuk telapak kaki.

Haruka meringkuk tubuh Aliya, di mana kakaknya masih berteriak—menangis. "Kak, udah. Kamu nggak cape marah-marah terus kayak gini."

Rumah terlihat sepi karena kedua orang tuanya masih berada di luar. Mata Haruka menatap sekitarnya, sangat kacau. Berantakan. Sebisa mungkin ia harus memberesi semua ini. Jika tidak begitu, bisa kena amukan bundanya lagi.

¶¶¶

Haruka mondar-mondir di ruangan sembari beberapa kali mengecek ponselnya. Satu mingguan ia menunggu panggilan interview dari beberapa tempat yang Haruka ajukan lamaran kerja. Akan tetapi, belum ada kabar juga.

Haruka kembali duduk. Tiba-tiba terdengar notifikasi dari salah satu tempat yang ia masukkan lamaran kerja. Bengkel. Haruka tidak masalah. Paling penting ia bisa kerja dulu sambil cari pengalaman.

"Lumayan. Masih bisa diatasi ini. Aman." Wajah berbinar senang.

Haruka lari ke teras rumah menghampiri ayahnya, yang tengah meminum kopi. Dia langsung memeluk tubuh ayahnya dari samping dengan kuat.

Lavandula [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang