25 - Baik-baik saja

105 19 2
                                    

Taehyun memegang lengannya yang terus mengeluarkan darah. Ia berusaha untuk tetap bertahan selagi menunggu Boemgyu dan bantuan dari markas. Musuh semakin banyak bermunculan. Dan Taehyun hanya sendiri! Bukankah seharusnya ia melarikan diri alih-alih tetap melawan?

"Aku tidak bisa membiarkan warga sipil melihat dan terlibat," gumamnya.

Tak lama, Boemgyu datang dan segera membantu Taehyun. Keduanya hanya mengandalkan kekuatan fisik mereka. Terlebih, Taehyun juga harus menahan lukanya agar tak terbuka semakin lebar.

Tak kuasa menahan sakit, Taehyun jatuh berlutut dengan peluh yang tak henti bercucuran. Boemgyu segera menghampiri dan mengikat kain untuk menutupi luka Taehyun. Namun, sepertinya mereka lupa jika musuh semakin banyak berdatangan. Satu orang hendak menusuk Taehyun dari belakang. Boemgyu yang melihatnya segera menyembunyikan Taehyun ke dalam pelukannya, entah hal itu membantu atau tidak.

Dor!

Suara tembakan mengejutkan Taehyun dan Boemgyu. Keduanya menutup mata rapat. Namun, Boemgyu segera membuka matanya perlahan untuk melihat keadaan. Ia tersenyum lega ketika melihat Jay datang.

"Aku datang!"

Jay memainkan pistolnya dengan lihai. Banyak musuh yang tumbang seketika. Namun, musuh juga masih tak ada habisnya. Jay hanya berharap bahwa Yujin akan segera datang dan membantu.

"Semuanya baik-baik saja?" tanya Jay memastikan.

"Kami baik-baik saja. Berharaplah bom disana berhasil dijinakkan," gumam Taehyun.

Sementara itu, Gaeul sudah sampai di lokasi bom sejak tadi. Sejujurnya, ia tak mengerti mengapa Taehyun menyuruhnya untuk mencoba menjinakkan bom ini. Padahal pengalamanannya juga tak banyak. Ia hanya sedikit banyak tahu dari sang ayah.

"Sekalipun aku tahu bagaimana menghentikannya, aku tak memiliki alat apapun untuk memotong kabelnya," gumamnya.

Waktu pada bom hanya tersisa lima menit lagi. Bukan waktu yang panjang jika harus menjinakkan bomnya. Bom ini lebih rumit dari dugaannya. Ditambah, keadaan yang sepertinya semakin ribut. Ia berharap bantuan dari markas Black Malvado segera datang.

"Permisi?"

Gaeul terkejut ketika seorang gadis menepuk bahunya. Gadis itu tampak sangat muda. Namun, Gaeul melihat beberapa alat di saku gadis itu. Daripada hanya menduga-duga, lebih baik Gaeul menanyakannya secara langsung.

"Apakah kau dari Black Malvado?" Gaeul mengecilkan suaranya.

Gadis itu mengangguk ragu. Jiwoo tak yakin dengan jawabannya. Ia bukan anggota Black Malvado, tapi yang mengutusnya datang adalah calon pemimpin Black Malvado. Ah, sudahlah! Lupakan saja. Sekarang masih ada bom yang harus segera diurus.

Keduanya segera bekerja sama memahami struktur dan cara kerja bom tersebut. Gaeul memberikan beberapa petunjuk tentang apa yang sudah dia dapat. Jiwoo mengangguk paham. Untuk selanjutnya, Jiwoo tahu apa yang harus ia lakukan.

Selagi Jiwoo sibuk, Gaeul mengawasi keadaan sekitar. Ia terkejut ketika melihat beberapa orang datang dan mulai mengepung mereka. Mau tak mau, Gaeul harus menahan orang-orang itu agar Jiwoo bisa tetap fokus dengan bomnya. Sayangnya, Gaeul tak memiliki senjata apapun untuk saat ini. Dengan cepat, Gaeul mengambil dua senjata dari saku Jiwoo tanpa permisi. Jiwoo juga tidak masalah.

Gaeul mengamati terlebih dahulu ada berapa orang yang harus ia hadapi. Untungnya, hanya ada lima orang disana. Gaeul tetap tak bisa sedikit bersantai mengingat ia hanya menghadapi musuh seorang diri. Dengan gesit, Gaeul melumpuhkan satu orang yang ada dihadapannya. Kemudian yang lain juga ikut menyerang tepat setelah Gaeul memulai serangan.

Remi : RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang