Bab 14

9.6K 359 14
                                    

Pagar yang terbuat dari kayu terbuka dengan suara decitan kecil ketika Elena mendorongnya. Kedua kakinya melangkah melintasi halaman yang cukup luas sehingga dirinya saat ini telah berdiri di depan pintu rumahnya. Setelah membuka pinu dan masuk kedalam rumah, Elena kini mendudukkan dirinya di kursi kayu yang terletak di sisi jendela. Dia menunduk, melihat kakinya yang terluka dengan rasa perih yang semkin menjadi.

Tadi, setelah keluar dari tempat acara, Elena harus berjalan kaki ke jalan raya untuk mencari taxi. Dia membuka heelsnya dan berjalan dengan kaki telanjang, sehingga membuat kakinya mendapatkan goresan dari jalanan yang kasar.

Setelah cukup lama duduk Elena berniat masuk kedalam kamar dan segera membersihkan diri. Namun, dia harus membuka pintu ketika seseorang mengetuknya dari arah luar. Dia tidak tahu siapa yang mengetuknya, tetapi besar kemungkinan itu adalah Jackson. Dia akan membukanya dan meminta maaf karena pulang lebih dulu tanpa Jackson.

Pintu dibuka Elena. Namun, dia terdiam ketika mendapati seseorang yang sedari tadi membuat hatinya terluka.

"Biarkan aku masuk!" ucap Eizer. Dia berdiri menjulang di hadapan Elena dengan pakaian yang masih sama seperti saat dirinya berada di pesta, hanya saja saat ini jasnya terlihat sedikit berantakan dengan dasi yang sudah melonggar.

"Untuk apa Tuan kemari?" tanya Elena.

Eizer hanya diam, dia tidak menjawab Elena hingga beberapa menit telah berlalu.

Elena menghela napasnya dengan cukup kasar. Dia menggeser tubuhnya dari pintu sehingga dengan cepat Eizer segera masuk kedalam rumah.

Ketika Eizer masuk, matanya berputar memperhatikan isi di dalam rumah Elena. Semua isi maupun desainnya berbanding terbalik dengan rumahnya. Tetapi rumah Elena terlihat nyaman dengan suasana yang sejuk ketika semilir aingin menerobos lebih banyak melewati jendela kayu yang sempat Elena buka.

"Saya akan kembali bekerja besok pagi." Elena memulai percakapan. Dia masih berdiri, memperhatikan Eizer yang kini mendudukkan dirinya di kursi yang tadi didudukinya.

"Aku mengijinkanmu untuk tidak bekerja besok. Hanya sehari, setelah itu kau harus kembali ke rumah," balas Eizer.

Elena hanya diam, dan dia masih berdiri. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat itu.

"Kemari!" perintah Eizer. Dia mengulurkan tangannya, meminta Elena untuk datang kepadanya.

"Jika hanya itu yang ingin Tuan sampaikan, akan lebih baik jika Tuan segera pulang! Ini sudah malam," ucap Elena. Dia tahu perkataannya sangat terdengar mengusir Eizer, tetapi dia tidak tahan untuk tidak berbicara seperti itu.

"Kemari, Elena!" Eizer kembali memerintah tanpa menghiraukan ucapan Elena. "Jika tidak, aku akan memaksamu!" sambungnya penuh ancaman.

Elena pada akhirnya menurut, dia melangkah lebih mendekat kepada Eizer. Namun, tubuhnya dengan cepat ditarik oleh Eizer, sehingga dia kini terduduk di atas meja.

"T-Tuan, apa yang Anda lakukan?!" tanya Elena bingung. Dia juga melihat Eizer yang menyingkap dressnya yang sudah robek di mana-mana.

"Siapa yang berbuat hal seperti ini?" tanya Eizer. Dia meraih kaki Elena dan memperhatikan kaki Elena yang terluka. Terlebih baju Elena yang sudah tak beraturan. "Apa kau hanya bisa diam ketika seseorang memperlakukan dirimu seperti ini!" sambungnya terdengar marah.

Elena mengigit bibirnya dengan kuat. Dia tidak mengerti, bagaimana bisa pria di depannya bertanya seperti itu ketika dia saja selalu memperlakukan dirinya sesukanya. Dia melecehkan dirinya di kamar mandi, lalu meninggalkan dirinya begitu saja hingga dia mendapatkan perundungan.

"Itu tidak ada urusannya denganmu, Tuan," balas Elena.

Eizer menatap Elena. Dia memperhatikan wajah Elena yang memerah. Dia juga melihat bibir Elena yang bengkak dan ada darah yang mengering di sana. Itu sepertinya karena ulahnya saat di kamar mandi.

"Segera bersihkan dirimu!" perintahnya. Dia menurunkan tubuh Elena dari atas meja. "Aku tidak suka berkata dua kali," sambungnya ketika melihat Elena hanya diam dengan menatap dirinya.

Tanpa mengatakan apa pun, Elena masuk kedalam kamarnya. Dia menutup pintu kamarnya dengan cepat dan menguncinya dari dalam.

"Mengapa dia selalu menggangguku dan berkata seakan-akan tidak ada yang terjadi," lirih Elena. Dia mendudukkan dirinya di tempat tidur, memperhatikan penampilan dirinya melewati cermin. Keadaannya sangat memprihatinkan saat ini.

Memilih berjalan ke arah kamar mandi, Elena memutuskan untuk segera membersihkan diri dan setelah itu dia akan segera beristirahat. Dan Eizer, dia yakin pria itu akan segera pergi dari rumahnya. Dia tahu Eizer tidak mungkin tetap berada di sana.

**

Beberapa menit telah berlalu, tetapi Eizer masih betah memperhatikan pintu kamar yang sedari tadi masih tertutup rapat, menyembunyikan tubuh mungil yang sudah sangat dihafalnya. Dia menghela napas dengan kasar, memilih tetap duduk dengan menyilangkan kaki begitupun dengan kedua tangannya. Wajahnya terlihat tenang dan mata tajamnya bergulir memandang apa saja yang ada di rumah Elena. Namun, suara pintu yang terbuka membuatnya kembali menatap ke arah kamar Elena. Eizer melihat Elena yang berdiri di ambang pintu dengan menatap ke arahnya. Elena terlihat mengenakan celana panjang juga baju panjang yang cukup besar untuk di kenakan di tubuh mungilnya. Tetapi itu sangat lucu saat Eizer melihatnya. Terlebih, raut wajah Elena terlihat begitu was-was terhadapnya.

"Kenapa Tuan tidak pulang? Ini sudah malam, saya sangat mengantuk," ucap Elena terdengar begitu kesal. Dia tidak berniat menghampiri Eizer lebih dekat.

"Di mana kotak P3K ?" bukannya menjawab, Eizer lebih memilih bertanya. Dia berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Elena.

"tidak ada," jawab Elena. Dia memalingkan wajahnya.

Dengusan kesal Eizer terdengar ketika dirinya mendengar jawaban Elena. Bagaimana bisa Elena tidak memiliki benda seperti itu di rumahnya. Dia menjadi kesal saat ini.

Eizer merogoh sakunya, mengambil benda pipih dan mencari kontak Bobby, asisten pribadinya. Dia segera mengirim pesan, setelah itu dia memasukkan kembali ponselnya dan kini menatap Elena yang masih tak melihat ke arahnya.

"Bodoh," ucapnya.

Elena mendongak, melihat Eizer yang sedikit menunduk sehingga mata mereka saling menatap sejenak, sebelum dirinya kembali memalingkan wajah.

"Tidurlah!" perintah Eizer. Tangannya terangkat. Dia membenarkan baju Elena yang bagian lehernya memperlihatkan tali hitam di pundaknya.

"Saya akan tidur jika tuan pulang," balas Elena.

"Aku tidak akan pulang," ucap Eizer. Dia berjalan selangkah dan kini menyenderkan tubuhnya di sisi pintu kamar Elena dengan tangan yang berada di depan dada. Dia memperhatikan wajah Elena yang terlihat kesal. "Jadi, segeralah tidur!" sambungnya.

"Tuan, saya mohon, pulanglah! Ini sudah malam! Saya tidak ingin mendapatkan masalah jika orang-orang Anda tahu tentang ini. Saya lelah," ucap Elena. Bibirnya bergetar saat mengatakan itu.

"Bukankah sudah pernah aku katakan bahwa tidak akan ada yang tahu jika kita tetap diam, Elena!" Balas Eizer mengingatkan Elena bahwa dirinya pernah mengatakan hal seperti itu.

"Tuan, apa kau tahu jika ini perselingkuhan? I-Ini tidak benar," ucap Elena. Setelah mengatakan itu dia mengeratkan giginya berusaha menahan sesak di dada. Dia tidak mengerti mengapa Eizer melakukan hal ini. Ini terlalu jauh.

"Benar, ini memang perselingkuhan," balas Eizer tanpa membantah. "Dan kau sendiri yang menyerahkan dirimu kepadaku. Aku hanya memberi sebuah tawaran, tidak sama sekali memaksamu. Lagi pula semuanya sudah terjadi, Elena, dan tidak mungkin bagimu untuk tidak menjalaninya bersamku, karena aku tidak akan melepaskanmu!" ucap Eizer menekan setiap perkataannya. Matanya menatap Elena lekat, sehingga dia bisa melihat wajah Elena yang memerah, terlihat begitu marah kepadanya. Namun, itu membuatnya semakin menyukai Elena.

"Tuan, saya berharap anda menghilang dari dunia ini," ucap Elan.

Bersambung.....

Troubled Man(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang