Bab 42

6.4K 399 112
                                    

Halburt dibuat linglung, dia tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Elena mendadak terlihat terkejut dan ketakutan. Terlebih Eizer, dia dengan jelas melihat raut wajah Eizer yang sangat berubah, sama halnya dengan Elena. Dia inginnya mengejar mereka berdua yang saat itu sudah tidak terlihat lagi di telan jalanan yang tumbuhi pohon cemara serta rerumputan.

"Domba, apa yang sebenarnya terjadi kepada ibumu?" masih dalam keadaan linglung Halburt bertanya kepada domba-domba Elena yang ditinggalkan Elena. Sedangkan Elena, dia sepertinya sudah tak lagi memikirkan domba-dombanya.

"Ayo kenyangkan perut kalian! Setelah itu aku akan mengantarkan kalian pulang," ucap Halburt lagi kepada domba Elena. Mau tak mau dia harus mengantarkan keempat domba Elena pulang.

**

Sedangkan Eizer, dia tidak selemah itu untuk tidak dapat mengejar Elena. Dia kini sudah berada tepat di belakang tubuh Elena dengan terus memanggil Elena, menatap punggung kecil Elena yang saat itu sangat terlihat ketakutan.

"Elena!" panggil Eizer. "Kumohon berhentilah!" pintanya. Suaranya serak dengan napas yang memburu.

"Saya tidak mau! Saya harus pulang!" setelah mengatakan itu Elena mengigit jari-jari tangannya. Dia merasa kesal kepada mulutnya sendiri yang berani membalas ucapan Eizer.

"Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Eizer dengan masih terus mengikuti Elena. "Berhentilah dan jawab pertanyaanku, lalu jelaskan tentang ini semua!" sambungnya, berkata dengan sedikit marah.

"Tidak ada yang harus saya jelaskan, Tuan. Lebih baik Anda pergi dari sini! Saya harus pulang!"

"Bagaimana bisa kau seperti ini!" ucap Eizer tak percaya. Dia kini berjalan mendahului Elena dan dengan cepat meraih tubuh Elena, meletakkannya di pundaknya.

"Baiklah, kau memang keras kepala!" Eizer berputar dan kembali berjalan kejalan semula.

"Lepaskan Saya! Turunkan Saya!" perintah Elena. Dia meronta, menggerakkan kakinya hingga menendang paha Eizer, bahkan tangannya memukul kepada dan menarik rambut belakang Eizer.

"Elena!" Eizer menggeram kesakitan.

"Pe-perut saya, perut saya!" Elena seketika teringat dengan perutnya yang saat ini terjepit karena Eizer membawanya seperti membawa karung beras.

Eizer seketika menghentikan langkahnya, merubah gendongannya dan kembali berjalan. Dia terus diam, tak memperdulikan Elena yang terus meronta dan meminta diturunkan.

Sesampainya di dekat rumah, Eizer terus menggendong Elena, bahkan dia melewati Halburt yang saat itu masih di sana dan melihat ke arah mereka dengan tatapan tidak percaya.

"Paman, Paman, tolong saya. Paman, bantu saya!" teriak Elena ketika dia melihat Halburt masih ada di sana.

"Elena, diamlah! Kau bisa terjatuh!" Eizer mendesis, mengencangkan kedua tangannya. Jangan sampai Elena terjatuh dari gendongannya.

"Nak, Nak Eizer!" panggil Halburt. Dia berjalan mendekati Eizer.

"Paman, dia gadis yang telah membawa anak saya. Jadi saya mohon untuk tidak ikut campur!" Eizer berkata dengan pelan, akan tetapi ucapannya penuh dengan nada perintah.

Halburt tentu saja terkejut sekaligus merasa ngeri dengan ucapan Eizer. Dia pada akhirnya hanya bisa diam, membiarkan Elena yang terus berteriak meminta bantuannya hingga kini tubuhnya tak terlihat lagi ketika Eizer membawanya masuk kedalam runah dan menutup pintunya dengan gerakan kasar.

"Hah, aku tidak mengerti kenapa dunia sebesar ini terasa begitu sempit," ucap Halburt. Dia kini berjalan ke arah domba-domba Elena. Lebih baik dirinya mengantarkan domba-domba Elena pulang.

Troubled Man(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang