Cahaya bulan musim dingin tampak terlihat di kejauhan sana, terhalang pepohonan tinggi di hutan. Dedaunan bergesekan ketika angin menerpanya. Bunyi kayu yang terbakar di dalam tungku perapian juga terdengar, dan panasnya api yang menyala mampu menghangatkan udara malam yang begitu dingin.
Di kursi kayu panjang yang terbaluti busa empuk, dua pria tengah duduk di kedua ujung kursi, menyisakan dua bantal di tengah-tengah mereka. Sedangkan dua cangkir kopi yang disajikan sudah tinggal setengahnya, pertanda mereka sudah meminumnya. Pembicaraan mereka juga sudah selesai sehingga saat ini hanya menyisakan keheningan yang menemani.
"Jadi, kapan Anda akan pulang?" tanya Eizer memecah keheningan. Dia menoleh kepada pria di sampingnya, lalu kembali melihat ke arah perapian.
"Besok saya akan langsung pulang. Pekerjaan saya sudah menunggu saya. Hewan-hewan kemungkinan sudah merindukan saya," jawab Jackson.
Eizer berdecih, merasa ucapan Jackson sangatlah narsis.
"Saya berkata jujur. Hewan yang biasa saya tangani memang sangat dekat dengan saya. Jadi, Tuan Eizer, jangan melayangkan tatapan aneh seperti itu!" ucap Jackson dengan kesal.
"Sedikit narsis," balas Eizer.
Sedangkan Jackson hanya tertawa kecil, dan setelahnya dia menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi.
"Berhati-hatilah di jalan," balas Eizer. "Dan terimakasih atas segala sesuatu yang telah Anda lakukan untuk Elena dan Moana. Saya tidak akan bisa membalasnya," sambung Eizer.
Jackson terdiam, mengingat kembali apa yang sudah dia lakukan untuk Moana dan Elena. Dan itu semua baginya tidak ada apa-apanya. Seminggu ini setelah kejadian gempa dia juga banyak berpikir, sehingga menyadari bahwa Eizer dan Elena, mereka kemungkinan adalah manusia yang dipertemukan Tuhan lewat kesalahan, tetapi mereka bisa memperbaikinya dan memulai semuanya dari awal. Dia juga sudah memperhatikan interaksi mereka berdua yang semakin dekat setelah kejadian gempa. Dan tentu saja dia merasa sakit hati, iri, tetapi dia bisa apa? Karena sekeras apa pun dia menginginkan Elena untuk Bersamanya, dia tidak akan pernah bisa, karena pria yang Elena inginkan hanyalah Eizer.
"Sekali lagi maafkan ucapan saya pada hari itu," ucap Jackson. Dia menoleh kepada Eizer yang tidak melihat ke arahnya.
"Sudah terjadi, jadi lupakan saja," balas Eizer.
"Eizer!"
Eizer yang melihat ke perapian seketika menoleh ke arah kamar Elena, dan di sana dia melihat Elena yang berjalan menghampirinya dengan gaun tidurnya yang sudah kusut serta rambutnya yang terlihat begitu berantakan.
"Saya akan masuk ke dalam kamar lebih dulu," ucap Jackson. Setelah itu dia terlihat masuk ke dalam kamar, meninggalkan Eizer dan Elena.
Eizer kini mengulurkan tangannya meminta Elena untuk mendekat ke arahnya. Elena menurut, dan kini mendudukan dirinya di pangkuan Eizer lalu menyusupkan wajahnya di leher Eizer.
"Kenapa bangun?" tanya Eizer. Dia mengambil selimut tipis lalu membalutkan di tubuh mereka berdua.
"Anda tidak masuk," balas Elena.
Kedua sudut bibir Eizer tertarik sempurna, membentuk senyuman merekah. Dia mencium pipi Elena dengan gemas dan setelahnya melingkarkan kedua tangannya di tubuh Elena, mendekapnya dengan hangat.
"Kau tadi memanggil namaku," ucap Eizer.
Elena menarik wajahnya dari leher Eizer. Dia kini menatap Eizer yang juga tengah menatap dirinya dengan mata birunya yang semakin terlihat begitu indah jika di malam hari.
"Itu di atas kendali saya," balas Elena. Dia memalingkan wajahnya ke arah perapian, memperhatikan kayu yang terbakar.
Eizer hanya tertawa kecil, dan setelahnya dia meletakkan kepalanya di atas dada Elena, menyusupkan wajahnya di tengah-tengah kedua aset Elena yang membusung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troubled Man(END)
RomanceEizer Sebastian, seorang pria yang hampir memilki segala kesempurnaan dalam hidupnya secara perlahan menjadi pria yang bermasalah ketika keinginan dalam dirinya meracuni otaknya. Dia menginginkan seorang gadis yang datang kerumahnya untuk menggantik...