Di malam yang sama dan waktu yang sama, decakan kesal lolos dari mulut Hera, si pelayan pribadi Deborah. Dia baru saja menerima telpon dari kakaknya yang akan selalu menghubunginya jika dia membutuhkan uang. Dan ketika sudah mendapatkannya, kakaknya itu tidak akan ingat lagi kepadanya.
Sejumlah uang dia ambil dari dalam dompet yang baru saja di keluarkannya dari laci. Dia akan memberikan uang itu kepada kakaknya yang saat ini sudah menunggu di luar pagar rumah Eizer, mengancam akan membuat keributan di sana jika Hera tidak keluar dan tidak memberikannya uang. Hera yang tidak mungkin membiarkan hal itu terjadi tentu saja menurut, dia akan memberikan uang itu walaupun dengan rasa tak iklas. Kakaknya memang laki-laki kurang ajar yang hanya bisa menghabiskan uangnya untuk kepentingannya sendiri.
Saat dirinya baru saja membuka pintu Hera tidak sengaja melihat Moana, ibu Elena yang keluar dari kamarnya. Pada awalnya dia mengira mungkin Moana akan pergi ke dapur, tetapi dugaannya salah ketika dia melihat Moana berjalan ke arah Paviliun sehingga dirinya di buat penasaran dan curiga. Otaknya sudah berpikiran bahwa kemungkinan Moana akan mencuri sesuatu di dalam Paviliun yang memang jarang dihuni karena pada dasarnya dia tidak tahu bahwa hampir setiap malam Eizer berada di sana.
Namun, kecurigaannya sirna ketika melihat apa yang sebenernya Moana lakukan di sana. Dia juga ikut tercengang dan tak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Memang tidak terlalu dekat seperti posisi Moana, tetapi dia juga bisa melihat apa yang tengah terjadi di dalam sana. Itu bukanlah Nyonya dirinya karena dia tahu bahwa Deborah berada di kamarnya, lalu siapa dia. Dia terus bertanya-tanya karena pencahayaan temaram tidak begitu bisa memperlihatkan siapa perempuan yang bersama tuannya itu. Barulah dia mengetahuinya ketika Moana menyebut nama anaknya, Elena.
Antara tercengang dan merasa puas seketika membanjiri dirinya. Itu semua akan sangat menguntungkan untuknya. Lembaran uang tengah menanti untuk segera berada digenggamanya.Ponselnya yang kembali berdering membuat Hera segera menjauh dari sana. Dia berjalan ke arah halaman depan untuk memberikan uang yang diminta kakaknya, setelahnya dia akan kembali ke kamar dan menunggu hari esok tiba.
**
Biasanya di pagi hari Elena sudah berada di kebun bunga bersama dengan Rose, tetapi berbeda dengan pagi ini. Di dalam kamar Elena terduduk di lantai sedangkan Moana masih duduk di pinggiran kasur. Sudah lama mereka dalam posisi seperti itu.
Suara isakan Elena terdengar, napasnya tersenggal dengan tangan gemetar. Dia mendongak melihat ke arah ibunya yang memalingkan wajahnya tak ingin melihat ke arahnya.
"I-Ibu, aku salah," ucapnya. "Tapi aku mencintainya," sambungnya. Dia berusaha menahan rasa sakit yang saat ini begitu menusuk-nusuk hatinya. Dia tidak pernah menyangka bahwa ibunya akan mengetahui hal itu, dia juga tidak pernah menyangka akan memberikan pengakuan seperti itu agar ibunya tidak mengetahui hal yang sebenrnya. Dia tidak ingin ibunya menyalahkan dirinya sendiri.
"Ada apa denganmu, Elena?" tanya Moana tak percaya. "Apakah ibu pernah mengajarimu untuk menjadi wanita seperti ini? Apa ibu begitu tak penting untukmu hingga kamu tak memikirkan perasaan ibu. Ibu tidak percaya kamu melakukan ini. Mengapa Elena!!!" Moana menyingkirkan tangan Elena dari pangkuannya.
"Ibu, aku_"
"Kemasi barang-barangmu! Kita pergi dari sini!" Moana berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah lemari.
"Ibu, aku tidak bisa pergi dari sini," ucap Elena.
"Kenapa? Apa karena hutang untuk operasi ibu dan perawatan terbaik ibu? Ibu bisa mem_" ucapan menggebu-gebu Moana seketika terhenti. Dia yang berdiri seketika mundur dan kembali terduduk di kasur. Dia menggelengkan kepalanya. "Elena," ucapnya. Dia membekap mulutnya.
Elena kembali menatap ibunya yang semakin terisak dengan tatapan tak percaya kepadanya.
"Katakan dengan jujur, Elena! Apa penyebab kau melakukan itu sebenarnya? Ibu tahu kau bukan gadis seperti itu. Tolong katakan dengan jujur!" Moana ikut duduk di lantai. Dia mengguncang bahu Elena. Pikirannya yang tadi buntu seketika berlarian ke arah satu kemungkinan anaknya memilih jalan seperti itu. "Tuan yang membiayai operasi ibu, bukan? Apa yang kau janjikan? Pembayaran apa yang dia inginkan darimu, Elena?" Moana bertanya dengan perasaan hancur. Jika apa yang dipikirkannya benar, maka dirinyalah yang telah membuat Elena seperti itu.
"Ibu, apa maksud ibu. Itu tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang telah aku lakukan."
"Jawab Elena! Jawab ibu! Ibu Mohon. Kamu tidak melakukan itu untuk ibu, kan? Kamu ti-tidak, jawab, jawab Elena!" desak Moana tak beraturan dengan napas yang tersenggal.
Elena terdiam, pada akhirnya ibunya mengetahuinya dan itu akan membuat ibunya menyalahkan dirinya sendiri.
"Ibu, ini keputusanku, ini keinginanaku," jawab Elena.
Moana tidak perlu jawaban lagi atau penjelasan dari Elena. Dia sudah tahu alasan Elena. Dia tahu dan benar, dirinya adalah alasan Elena. "Maafkan ibu," ucapnya. Dia membawa tubuh Elena kedalam pelukannya. Dia, ya, dirinya adalah orang yang membuat anaknya menjadi seperti itu. "Maafkan ibu, Elena, maafkan ibu," ucapnya lagi berulang-ulang.
Elena membalas pelukan ibunya. Tidak ada yang bisa dia katakan. Dia hanya bisa menangis dalam pelukan ibunya.
**
Warna jingga keemasan membentang di atas langit. Matahari sudah akan tenggelam, menyisakan sekelompok burung yang berterbangan diiringi angin musim gugur yang lebih sejuk menerpa dedaunan hingga bergoyang.
Elena baru saja selesai menyiram bunga di rumah kaca, sedangkan Rose datang menghampirinya dengan membawa keranjang berisi bunga.
"Elena, ada apa denganmu? Wajahmu begitu pucat, apa kau sakit?" tanya Rose. Wajah Elena yang putih dengan bibir berwarna merah muda alami kini terlihat begitu pucat.
"Tidak, Bibi, aku hanya sedikit lelah hari ini," jawab Elena.
"Kalau begitu setelah ini segeralah masuk kamar dan istirahat! Biar aku saja yang mengganti bunga di kamar Nyonya," ucap Rose.
"Tidak perlu, Bibi. Bibi kan harus menemani kepala pelayan untuk pergi ke rumah Nyonya besar. Biar aku saja, aku tidak apa-apa," balas Elena. Dia mengambil keranjang bunga yang dipegang Rose.
"Baiklah kalau begitu. Setelah itu kau langsung istrinya saja. Aku akan membersihkan diri dulu dan kau segeralah pergi," titah Rose.
Elena mengiyakan dan segera pergi dari sana untuk pergi ke kamar Deborah yang meminta digantikan bunga, padahal baru beberapa hari bunga itu diganti.
Beberapa menit pun telah berlalu, dan Elena sudah selesai mengganti bunga di dalam kamar Deborah. Sedangkan Deborah sendiri terlihat masih duduk, terus memperhatikan Elena sejak Elena masuk.
"Nyonya," panggil Hera. Dia membawa baki berisi dua cangkir teh.
"Letakan di sana, Hera!" perintahnya kepada pelayan pribadinya. "Setelah itu kau bisa pergi keluar karena aku akan sedikit memberi jamuan sebagai ungkapan terimkasih kepada Nona Elena," sambungnya. Dia tersenyum dengan kecil dan melihat ke arah Elena yang saat itu juga melihat ke arahnya.
"Baik, Nyonya," ucap Hera. Dia segera pergi keluar dari kamar Deborah.
"Silahkan duduk, Elena." Deborah mempersilahkan Elena untuk duduk di depannya.
"Saya sangat kotor, Nyonya," balas Elena dengan sungkan. Dirinya saat ini begitu berantakan. Bajunya dan rok yang dikenakannya sudah kotor oleh tanah dan sangat tidak mungkin untuk duduk di sofa mewah milik Deborah.
"Ah baiklah, tetapi kau bisa duduk di lantai, bukan?" Deborah menunjuk ke arah lantai, dia juga memberikan senyum kecil kepada Elena.
Elena terdiam sesaat, namun pada akhirnya menganggukan kepalanya dan mendudukkan dirinya di lantai.
"Kau terlihat semakin cantik saat duduk seperti itu," ucap Deborah. Dia mengambil secangkir teh yang tadi dibawakan pelayannya.
Pujian Deborah terdengar aneh di telinga Elena. Dia juga melihat Deborah yang terus memperhatikannya dengan mimik wajah yang berbeda-beda. Dari mulai tersenyum kecil hingga terlihat berdecih kecil, bahkan terlihat menatap dirinya tajam. Dan perasaan Elena tidak menentu saat ini.
"Aku tahu segalanya, Elena. Semua tentangmu dan suamiku, Eizer Sebastian."
Bersambung....
Jangan lupa vote dan komenannya...😁😁
Salam sayang dari Liyah🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Troubled Man(END)
RomanceEizer Sebastian, seorang pria yang hampir memilki segala kesempurnaan dalam hidupnya secara perlahan menjadi pria yang bermasalah ketika keinginan dalam dirinya meracuni otaknya. Dia menginginkan seorang gadis yang datang kerumahnya untuk menggantik...