Bab Spesial

1.4K 104 25
                                    

"Ayah! Mav takut!!"

Jeritan sore itu menggeleger, mengusik seorang wanita yang berjalan keluar rumah menuju ke halaman.

Sore musim panas, adalah sore yang sangat disukai keluarga kecil yang saat ini tengah bermain di halaman rumah, dan mereka saat ini sedang berenang di sungai yang mengalir jernih.

Burung-burung berkicau, berloncatan di atas dahan, mematuk-matukan paruhnya. Ada pula yang berkelompok, berterbangan di bawah langit jingga yang memesona.

Di halaman rumah itu bunga bermekaran, berwarna-warni, mengundang si kupu-kupu untuk hinggap di atasanya. Capung tak mau kalah, tak ingin terlewatkan perannya. Dia berterbangan di atas air suagai, mencelupkan perutnya ke atas air, meletakkan telur-telurnya.

"Sayang, ada apa?"

Wanita yang masih cantik di usianya yang sudah bertambah dan sudah memiliki tiga anak dalam masa pertumbuhan dan satu masih dalam kandungan itu meletakkan baki berisi minuman dan makanan ringan beserta buah-buahan di atas meja, lalu dia mendudukkan dirinya di kursi kayu panjang.

"Mav penakut, Sayang,"

"Tidak! Mav tidak takut," sangkal si anak laki-laki itu yang saat ini usianya sudah menginjak angka tujuh.

"Kakak penakut, Ibu!" kali ini anak perempuan berusia empat tahun itu yang berbicara. Dia duduk di pangkuan kakak pertamanya dengan menujuk ke arah kakak keduanya yang sedang memeluk kaki ayahnya dengan erat.

"Adik, diamlah! Rambutmu terlilit," ucap kakak si anak perempuan itu yang sedang mencoba menguraikan rambutnya yang terlilit.

"Mereka bohong, Ibu. Mav tidak takut! Coba Ibu lihat ini, Mav bisa kok berenang di air paling dalam," ucap anak itu dan mulai berenang ke arah air yang seukuran dadanya. Dia terlihat sangat berani ketika ibunya ada di sana, sangat berbeda saat ibunya tidak ada.

"Anak Ibu memang pintar!" puji wanita itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Elena, wanita tercinta, istri dan ibu dari anak-anak Eizer.

"Ibu bawa apa?" tanya Ezio, anak sulung Elena dan Eizer yang saat ini usianya sudah menginjak angka sepuluh.

"Jus kesukaan kalian sama camilan kesukaan kalian juga," jawab Elena. "Sudah sore, lebih baik segeralah naik. Ibu tidak ingin kalian sakit karena terlalu lama main air," sambung Elena. Dia melirik suaminya dengan kesal, kesal karena suaminya itu yang selalu menyarankan untuk bermain di sungai, membuat anak-anaknya basah kuyup dan sulit berhenti jika sudah bermain di sungai.

"Baik, Ibu!"

ucap Eizer dan ketiga anaknya. Mereka tertawa dan kini mulai naik ke darat, menginjakkan kaki telanjag mereka di atas rumput halus, membuat Elena segera memberikan handuk kepada mereka, dan dia membantu mengeringkan tubuh putrinya yang sudah mengigil.

Masih belum berganti pakaian, Eizer dan ketiga anaknya duduk di kursi panjang dan mulai meminum jus yang dibuatkan istrinya. Dan di bawah pancaran matahari sore yang menyorot ke sana, mereka berbincang hangat, bercanda, dan tertawa.

Setelah matahari menyingsing Eizer dan Elena beserta anak-anaknya segera masuk ke dalam rumah. Eizer dan ketiga anaknya kembali membersihkan diri di kamar mandi, dan setelah itu kembali berkumpul di ruangan tengah.

"Apakah Moana tidak akan datang ke sini?" tanya Eizer. Walaupun Moana adalah ibu mertuanya, terkadang Eizer selalu memanggil Moana dengan namanya saja. Bukan karena dirinya tak menganggap Moana sebagai ibunya juga, tetapi karena itu sudah menjadi kebiasaannya, terlebih dia dan Moana sekarang terkesan sangat akrab, berbanding terbalik dengan dulu.

"Paman Halburt sedang pergi ke kota, berkunjung ke rumah anaknya, dan bibi Marley meminta ibu untuk menginap di rumahnya," balas Elena, menjawab pertanyaan suaminya.

Troubled Man(END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang